Karina
Ia menggerutu panjang pendek di belakang punggung Jefan yang kini sedang membayar minuman pilihan mereka kepada pemilik kios. Ia memilih air mineral, sementara Jefan minuman isotonik.
Dasar cowok! Kalau diajak ngomong serius pasti langsung ngeles kayak bajaj! Huh! gerutunya sambil mencibiri punggung Jefan yang sedang menunggu uang kembalian.
"Sampai mana tadi?" tanya Jefan setelah menghabiskan setengah botol minuman isotonik.
"Tahu!" sungutnya sambil menggendikan bahu karena masih kesal.
Membuat Jefan tertawa, "Duh, gitu aja ngambek..."
"Tahu ah!" ia kembali bersungut-sungut sambil menggendikan bahu.
"Gue barusan haus beneran sumpah," Jefan terkekeh sambil menatapnya. "Ngobrol sedalem ini sama lo, bikin gue langsung kehausan tahu nggak sih?"
Namun ia tetap menggendikan bahu tak percaya.
"Eh, liat, ada kue cucur," tiba-tiba Jefan mengalihkan topik pembicaraan sambil mengarahkan telunjuk ke penjual jajanan yang berada sekitar lima meter di depan mereka.
"Kamu suka kue cucur nggak?"
Jefan mendadak memanggil kamu padanya, bukan elo seperti biasa.
"Oh, bukan, kamu pernah makan kue cucur nggak?"
Namun lagi-lagi Jefan menggeleng, "Pertanyaan yang salah. Harusnya, kamu tahu kue cucur nggak?"
Membuatnya—lagi dan lagi—memukul lengan Jefan sekeras mungkin. Membuat Jefan terkekeh-kekeh dengan puasnya.
"Waduh, Mpok Buni ternyata?" ujar Jefan antusias begitu mereka berdiri tepat di depan penjual kue-kue tradisional tersebut.
"Ealah, Nana?" penjual kue-kue tradisional yang dipanggil oleh Jefan dengan sebutan Mpok Buni itu terkekeh senang.
"Apa kabar, Na? Mak sama Fatma sehat?"
"Alhamdulillah sehat, Mpok," jawab Jefan sambil tersenyum dan jongkok di depan tungku arang Mpok Buni. Memperlihatkan bagaimana cara Mpok Buni membuat cucur. Begitu juga dirinya.
"Kirain masih di Kebayoran," komentar Jefan sembari mengambil sebuah kue cucur yang telah matang dan langsung memakannya.
"Kebayoran itu tempat anak mantu aye, si Dais. Baru punya bayi kemaren. Jadi aye nginep dah disono dua bulanan ada kali. Ngurusin anak si Dais. Pan mereka dua-duanya gawe, gak ada yang dirumah kalau siang."
"Mmm, pantesan nggak pernah keliatan di pasar," ujar Jefan yang telah menghabiskan kue cucur pertamanya. Dan kini terlihat sedang mengincar kue yang lain.
"Ini juga baru, Na," lanjut Mpok Buni lagi. "Baru ngegelar lapak lagi hari ini."
"Wah rejeki kita nih," seloroh Jefan sambil menggosok-gosokkan kedua tangan tanda sangat antusias.
"Kamu mau kue apa?" Jefan beralih ke arahnya. "Cucur? Carabikang? Pukis?" sambil menunjuk deretan kue yang masih mengepulkan asap, menerbitkan air liur.
"Siapa, Na? Gandengan baru?" seloroh Mpok Buni sambil tersenyum ke arahnya.
"Pinter lu nyari cewek," lanjut Mpok Buni sambil mengacungkan jempol.
"Bening banget," kali ini sambil setengah berbisik ke telinga Jefan, namun masih bisa didengar olehnya dengan baik. Ish!
Jefan sontak tergelak sambil mengerling ke arahnya. Namun ia balas dengan pelototan dan cibiran meski tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomantizmSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.