36. Losing You

271 51 18
                                    

Dipa

Tak lama sejak kedatangan Teh Dara dan anak-anaknya dari Jogja, ia langsung pulang setelah seharian menemani dan membujuk Karina agar mau makan, namun selalu gagal. Berniat untuk bersantai sejenak mengisi waktu dengan bermain PS sebelum nantinya lanjut mengerjakan tugas sekolah dan latihan soal dari bimbel yang seharian ini terbengkelai.

Namun baru juga setengah jalan mengawal Jin Sakai lolos dari invasi Mongol di Ghost of Tsushima, Bunda sudah memintanya untuk pergi, "De, temenin Bunda jalan yuk!"

"Bunda mau belanja buah-buahan sama... eh, kamu inget temen Bunda yang namanya Tante Jun nggak? Yang dulu tinggalnya di Menteng?"

Ia menggeleng dengan mata tetap terfokus pada layar televisi mengawal gerak-gerik Jin Sakai.

"Dia lagi mudik ke sini. Baru dateng dua hari yang lalu dari Madrid."

"Sama Tante Ismaya, Tante Nurul, Terus Tante Tamara juga," tambah Bunda. "Mumpung lagi pada di Jakarta."

"Jadi habis beli buah, Bunda mau langsung ketemuan sama Tante Jun dan mereka semua."

"Mau ya?"

Meski enggan pergi karena jika tak segera mengerjakan tugas hari ini bisa dipastikan tugasnya kemudian akan semakin menggungung, namun menolak keinginan Bunda jelas bukan tipenya.

Jadi sekarang ia telah meluncur ke sebuah Mall di bilangan Bundaran HI. Langsung menuju lower ground, berbelanja berbagai macam buah yang sepertinya cukup untuk dibagikan kepada warga satu RT. Begitu selesai, Bunda kembali mengajaknya ikut bergabung dengan kumpulan ibu-ibu gaul setengah baya di salah satu tempat makan ber-view Bundaran HI.

"Ayo ikut dong," bujuk Bunda. "Biar temen-temen Bunda tahu kalau kamu sekarang udah sebesar ini."

"Terakhir Tante Jun ketemu kamu kan waktu masih SMP, masih imut, suara belum ngebass kayak sekarang," Bunda terkekeh.

"Belum setinggi sekarang," lanjut Bunda dengan mata berbinar. "Tante Jun pasti kaget kalau lihat kamu."

"Ntar nyusul deh, Bun," tawarnya dengan alasan, "Aku nyimpan barang dulu di mobil."

"Oke," Bunda tersenyum senang. "Bener ya nanti nyusul," sambil menyebut nama restoran yang menjadi tempat ngumpul Bunda dan temannya, sesama ibu-ibu gaul.

Ia mengangguk meski tak yakin. Sepertinya akan membosankan sekali ikut bergabung dengan geng ibu heboh yang rata-rata berusia hampir setengah abad. Bisa dipastikan ia akan jadi kambing congek karena tak bisa mengikuti ritme pembicaraan ibu-ibu gaul yang setara dengan kecepatan cahaya. Atau menjadi objek utama obrolan yang bisa membuat telinga panas dan malu tujuh turunan. Atau lebih parah lagi, dijodoh-jodohkan salah satu anak sahabat-sahabat Bunda itu. Big no!

Jadi setelah menyimpan belanjaan, ia sempatkan diri untuk berkeliling sebentar ke beberapa gerai yang berada di lantai satu, sebelum nanti saat injury time akan menemui Bunda dan sahabat-sahabatnya.

Namun, baru saja ia hendak memasuki gerai arloji, untuk mengganti strap rubber dengan warna lain karena sudah merasa bosan, kilasan matanya tanpa sengaja menangkap bayangan orang yang sangat dikenal baru keluar dari gerai pakaian wanita.

Semula ia tak terlalu ambil peduli, namun ketika menyadari dress yang dikenakan sama persis dengan yang ia pilih sendiri, sontak membuat kepalanya berputar untuk mengikuti gerik orang tersebut.

Dan sedetik kemudian keningnya langsung mengkerut, "Tiara?"

Membuat impuls yang bekerja dengan kilat berhasil memimpin langkah kakinya untuk menunda masuk ke gerai arloji demi mengikuti seseorang yang sangat mirip dengan Tiara itu.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang