Karina
Ia sengaja memilih untuk duduk di bangku yang menempel di sisi kanan halte bernuansa terang benderang karena pijaran cahaya lampu neon yang berbaris panjang di bagian tengah atapnya.
Memperhatikan lalu lalang orang yang kian malam tak juga berkurang keramaiannya. Menampakkan gelombang manusia yang sibuk dengan urusan masing-masing. Datang dan pergi silih berganti seolah tiada habisnya.
Pendaran sinar warna-warni yang berasal dari lampu jalan, lampu penerangan di jembatan penyebrangan, lampu yang berasal dari antrian mobil dan motor yang lewat di depan halte, hingga kelap-kelip lampu dari gedung-gedung di sekitar halte semakin menambah semarak suasana malam.
Ia mulai gelisah karena Jefan tak kunjung datang. Sementara malam kian larut, dan ia menggigil kedinginan plus ketakutan meski halte masih dipenuhi orang, namun terasa asing karena tak satupun yang dikenalinya.
Ketika ia sudah hampir menangis, tiba-tiba Jefan muncul sambil terengah dengan wajah yang lebam kebiruan akibat dipukuli Mas Sada siang tadi. Yang begitu melihatnya duduk menyandar di salah satu sisi halte dengan wajah mengkerut, langsung tersenyum lega.
"Lama banget sih!" gerutunya kesal sambil menyusut sudut mata.
Namun Jefan tak menjawab, malah balik bertanya, "Kamu kenapa lagi?"
"Gue kabur dari rumah!" jawabnya cepat. Membuat kedua mata Jefan seolah mau copot.
"Udah nggak usah banyak nanya!" lanjutnya sebelum Jefan angkat bicara. "Intinya gue males di rumah! Nggak ada orang! Gue tidur di rumah lo aja!"
Jefan memandangnya sambil menghela napas, "Nggak mungkin tidur di rumahku, Rin."
"Kenapa nggak mungkin?" salaknya cepat. Toh ia pernah beberapa kali tidur di rumah teman cowoknya rame-rame dengan teman yang lain saat ada event ramean. Apalagi di rumah Dipa, sering banget malah. Dan semua fine-fine aja kok. Orang cuma numpang tidur doang. Hel to the loo, kenapa Jefan malah melarang?
"Rumahku kecil, nggak ada kamar lagi..."
"Gue bisa tidur di ruang tamu!" potongnya cepat.
Jefan kembali menghela napas, "Di tempatku, tamu menginap 24 jam harus lapor ke RT."
"Ribet amat sih!" sungutnya. "Ya tinggal lapor doang!"
Ucapannya membuat Jefan melotot, "Kamu mau digrebek warga? Muda-mudi lawan jenis tidur serumah?"
"Belum nanti Mamak pasti marah karena ngajak anak gadis orang tidur di rumah," lanjut Jefan sambil menggelengkan kepala.
"Ngehamilin anak orang aja nggak marah, ini cuma numpang tidur doang. Nggak masalah kan?" cibirnya sinis.
"Karina!" kini mata Jefan benar-benar menyiratkan kemarahan. "Apa kamu selalu nyebelin begini?"
"Gue nyebelin?" bentaknya ikut marah. "Elo lebih nyebelin!"
Jefan menggelengkan kepala dengan wajah muram, "Mamak bukanya nggak marah. Tapi terlalu marah sampai nggak bisa marah lagi!"
"Dan kamu... bisa nggak berhenti bersikap kekanak-kanakan? Nggak ngerepotin orang lain, nggak bikin masalah baru sementara masalah lama belum ada yang beres."
"Oh, jadi selain nyebelin gue juga ngerepotin elo?" potongnya semakin marah. Huh, sepertinya keputusan pergi dari rumah adalah kesalahan besar. Karena Jefan ternyata tak bisa menjadi problem solvernya.
"Oke! Gue pergi sendiri!" lanjutnya cepat sambil berdiri lalu beranjak dari halte dengan menghentakkan kaki. Namun Jefan keburu menarik lengannya.
"Lepasin!" pekiknya marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.