108. Bintang Paling Terang

410 68 20
                                    

Jefan

Ia baru saja selesai menunaikan sholat Dzuhur dan kembali ke ruang perawatan. Dimana Ceu Mar dan Bidan Karunia terlihat sedang memasang berlapis kain di atas tempat tidur Karina.

"Kenapa, Mak?" tanyanya heran ke arah Mamak yang sedang mengusap-usap punggung Karina diatas tempat tidur lain yang kosong.

"Barusan sudah bukaan 9," jawab Mamak setengah berbisik. "Bu Bidan sedang menyiapkan tempat."

Ia mengangguk tanda mengerti. Lalu mengambil alih mengusap-usap punggung Karina.

"Haus," bisik Karina lirih.

Membuatnya membantu Karina untuk duduk. Kemudian mengangsurkan segelas air putih dengan sedotan.

"Tempatnya sudah siap," ujar Bidan Karunia dengan wajah sumringah.

"Sudah bisa ditempati," lanjut Bidan Karunia sembari menyiapkan peralatan.

"Nanti kalau kontraksinya sudah semakin sering. Kasih tahu Ibu ya cantik," pungkas Bidan Karunia sembari menunjuk ke arah jam dinding. Yang saat ini menunjukan pukul 12.50 WIB.

"Kemungkinan setengah jam lagi bukaannya sudah penuh."

"Nggak usah nunggu Ashar ya. Biar gangsar," seloroh Bidan Karunia dengan wajah meyakinkan.

Setelah Bidan Karunia keluar ruangan, Karina kembali berbisik di telinganya, "Mau ke kamar mandi."

Ia menganggukkan kepala.

"Ingin buang air kecil atau air besar, cantik?" Ceu Mar ikut memanggil Karina dengan sebutan cantik.

Sebutan yang sangat pas memang, batinnya dalam hati. Karena meski sedang menahan rasa sakit akibat kontraksi, wajah Karina justru terlihat makin bersinar bak pualam. Cantik sekali.

Karina hanya mengangguk lemah menjawab pertanyaan Ceu Mar.

"Ini... kalau mau buang air kecil, pakai ini," Ceu Mar menyerahkan sebuah pispot berwarna putih. "Biar nggak susah."

Ia pun menerima pispot dari tangan Ceu Mar.

Namun begitu masuk ke dalam kamar mandi, Karina langsung menyuruhnya keluar.

"Bisa sendiri?" tanyanya tak yakin. Karena Karina terlihat sudah sangat kerepotan.

Karina mengangguk lemah.

"Aku bantuin."

Tapi Karina menggelengkan kepala sambil mendelik, "Malu tahu!"

Ia hanya bisa terkekeh. Merasa geli karena Karina masih bisa bersikap galak di saat menegangkan seperti sekarang ini.

Ia pun menunggu di depan pintu kamar mandi dengan cemas. Karena Karina tak kunjung keluar.

"Rin?" panggilnya tak sabar.

"Iya! Iya! Sebentar!" gerutuan Karina sontak membuatnya bernapas lega.

"Kau tak boleh panik," tiba-tiba terdengar Mamak bersuara, "Nanti Karina bisa ikut terbawa panik. Bahaya."

Ia mengangguk tanda mengerti. Bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka.

"Udah?" tanyanya seraya mengambil alih pispot yang telah bersih dari tangan Karina.

Karina menganggukkan kepala.

Kemudian ia merengkuh lengan Karina. Membantu menaiki tempat tidur. Hingga Karina berbaring dengan posisi miring ke kiri.

Ia pun kembali mengusap-usap pinggang Karina hingga ke punggung. Sementara Mamak melangkah keluar. Mungkin mencari udara segar.

"Jefan," bisik Karina lirih.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang