22. Meregang

702 63 18
                                    

Jefan

Tidur Karina jelas tak nyenyak karena beberapa kali terbangun dengan ekspresi terkejut. Apalagi Mama Karina yang bahkan sama sekali tak tidur sejak semalaman. Hanya duduk mencangkung dengan mata menerawang. Atau berbicara di telepon sambil terisak-isak. Sepertinya kondisi kesehatan Papa Karina selama ini selalu fit, hingga ketika tiba-tiba jatuh sakit, semua merasa kaget kemudian bersedih.

Dan semalam setelah Papa Karina dipastikan dirawat di ruang ICU, ia menelpon Kak Fatma, "Maaf Kak, malam ini aku tak pulang."

"Kenapa?" kejar Kak Fatma. "Jangan macam-macam, Na! Cepat kau antar Karina ke rumahnya lalu pulang!"

"Aku sedang mengantar Papanya Karina ke rumah sakit."

"Astaghfirullah, ada apa lagi ini Na?"

"Papa Karina kena stroke, Kak. Aku baru bisa pulang besok."

Setelah itu ia juga mengirim pesan chat—dengan pertimbangan kalau menelepon khawatir mengganggu istirahat karena sudah terlalu malam—kepada Bang Fahri, meminta maaf karena besok tak bisa masuk kerja. Yang langsung dibalas oleh Bang Fahri dengan,

Bang Fahri : 'Lain kali jangan mendadak.'

Jefan : 'Iya Bang, maaf.'

Ia tahu Bang Fahri kesal padanya karena memberi info mendadak. Ia sungguh berharap, semoga Bang Fahri punya orang cadangan yang bisa dihubungi sewaktu-waktu jika ada salahsatu pegawainya yang mendadak berhalangan hadir seperti dirinya saat ini.

Sekarang pukul 06.30 WIB. Dan ia baru saja pulang dari membeli sarapan untuk mereka bertiga, ketika Karina berkata ketus, "Ngapain repot-repot? Kan masih ada roti yang semalam?"

"Orang Indonesia nggak sarapan kalau belum makan nasi," jawabnya mencoba tersenyum meski sebal setengah mati mendapati kelakuan Karina yang kian lama bukannya kian membaik justru semakin menjengkelkan. Berbanding terbalik dengan sikap Mama Karina yang selalu ramah dan menyenangkan.

"Makasih ya Jefan, kamu jadi repot-repot begini ngurusin Tante sama Karina."

"Enggak repot Tante," jawabnya sambil tersenyum. Jujur ia sama sekali tak merasa direpotkan. Namun sikap Karina yang menyebalkan membuat egonya lumayan tersentil.

Dan ketika ia kembali mendudukkan diri disebelah Karina, cewek—cantik—berisik itu sedang melahap nasi uduk pemberiannya dengan lahap.

"Besok kalau beliin gue nggak usah pakai bihun sama sambal. Gue nggak suka pedes!" sungut Karina sambil meminggirkan bihun dan sambal ke pinggir box.

Membuatnya tertawa kecil karena memikirkan satu hal yang menggelitik, "Jadi, kamu berharap aku masih di sini sampai besok?"

"Apa tuh maksudnya?" Karina menyalak sengit.

"Itu barusan, kalau besok beliin kamu sarapan lagi nggak usah pakai bi..."

Namun kalimatnya menguap di udara karena Karina keburu memelototinya. "Idih, amit-amit! Ge er banget sih jadi orang!"

Ia hanya tersenyum simpul penuh kemenangan tak menggubris kekesalan Karina, lebih memilih untuk menyantap nasi uduk miliknya. Dan usai sarapan, Karina justru kembali terkantuk-kantuk. Kali ini kepala cewek berisik itu bahkan telah menyandar di bahunya. Sepertinya tak sadar karena sudah terlalu nyenyak. Karena jika dalam keadaan sadar, Karina pasti langsung menjauh sambil bersungut-sungut kesal.

Perlahan namun pasti, suasana sepi dan hening di ruang tunggu ICU membuatnya ikut terkantuk-kantuk. Entah sudah berapa lama ia menahan diri agar tak sampai tertidur karena khawatir Mama Karina memerlukan bantuannya ketika seorang pria berbadan tegap dengan setengah berlari datang menghampiri mereka.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang