130. Trio Sunter Goes to Aqiqah

227 50 2
                                    

Sarip

Kemarin Jefan bilang, kalau acara inti aqiqah dimulai jam 9 pagi. Maka sepulang dari pabrik, ia hanya sempat tidur selama satu jam. Lalu segera bersiap-siap untuk pergi.

Namun demi melihat motor (baru) kesayanganya kotor, ia memutuskan untuk mencucinya sebentar.

"Biar kamu makin kinclong ya sayang," gumamnya sambil menepuk-nepuk motor sport yang baru dipakainya selama sebulan belakangan ini.

Hasil dari gaji pertama bekerja di pabrik AxHM.

"Nyak, gaji pertama aye mau buat beli motor baru," lapornya kepada Enyak usai penandatanganan kontrak di AxHM dua bulan lalu.

"Serah elu," jawab Enyak nya. "Mau beli motor baru kek, mainan baru kek, pesawat terbang kek."

"Nyang penting kagak ngerepotin gua."

Apalagi sudah sejak lama ia berniat menjual motor bebek keluaran 15 tahun yang lalu itu. Motor hadiah dari Babe ketika ia berhasil masuk ke SMK Negeri.

Motor perjuangan penuh kenangan yang setahun terakhir ini mulai sering rewel. Dari busi yang sering aus, aki tiba-tiba soak padahal belum lama diganti, kabel yang putus di dalam, sampai lubang kunci tiba-tiba macet sehingga harus dibongkar semuanya.

Entah sudah berapa rupiah yang ia habiskan untuk menyervis kuda besinya itu. Mungkin jika ditotal , sudah sejumlah DP motor matic sejuta umat dengan tenor cicilan 24 bulan.

Dan untuk urusan jual beli, memiliki teman plus kenalan lumayan banyak jelas menjadi keuntungan tersendiri. Karena motor bebeknya bisa terjual dengan harga yang diinginkan hanya dalam kurun waktu kurang dari seminggu.

Dari uang hasil penjualan motor bebek dan gaji pertamanya bekerja di pabrik, ia akhirnya bisa membawa pulang motor sport keluaran terbaru yang sedang hits. Homda DBR 150. Keren kan?

Dengan waktu cicilan selama 36 bulan. Hanya memotong sekitar 20% dari total gaji yang diterimanya dalam sebulan. Masih tersisa lumayan.

Bisa lah untuk biaya hidup sehari-hari, memberi sedikit uang dapur ke Enyak, membantu membayar biaya sekolah dan uang jajan untuh Ipeh (adik semata wayang Sarip), pikirnya tenang.

Ia pun mencuci si hitam, julukan untuk motor kesayangannya dengan hati riang. Sembari menyenandungakan reffrain lagu dangdut yang sedang hits.

Ketika tiba-tiba sebuah teriakan mengagetkannya, "Rip! Gua pinjem motor lu ya!"

Ia mendecak tanpa melihat ke arah si pemilik suara. Karena sudah hapal betul dengan lagak lagunya.

"Nggak bisa, Cing," jawabnya tanpa menoleh. "Aye mau pergi ke acara penting."

"Dimana acara pentingnya?"

Dengan malas ia menyebut nama kompleks perumahan yang tertera dalam share lock kiriman Jefan semalam.

"Sip. Gua antar lu ke sana. Habis itu gua bawa motor lu."

"Ck!" ia hanya memberenggut kesal. "Kenapa nggak pakai motor sendiri sih, Cing?!"

"Motor gua nggak bisa dibawa jalan jauh."

Lalu Cing Naim, pria bertubuh tinggi besar yang juga adik bungsu Enyak itu berjalan melewatinya untuk masuk ke dalam rumah sembari berteriak,

"Mpok! Bikin lauk ape neh hari ini?!"

"Aye numpang sarapan ye!"

Ia semakin mendecak sebal melihat kelakuan Cing Naim yang tak pernah berubah. Dari dulu selalu menumpang makan, meminjam barang, bahkan menumpang tidur di rumahnya.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang