34. Hari Tanpa Bayangan

245 48 6
                                    

Sada

Dari rencana semula istri dan anak-anaknya akan pergi ke Jakarta pada hari Jum'at, akhirnya dimajukan lebih awal menjadi Rabu pagi. Karena kondisi Papa yang tak kunjung stabil.

"Kita harus cepet-cepet bawa Papa ke Singapura," begitu Mama menelponnya hampir sehari tiga kali dengan nada suara panik.

"Iya, Ma. Nanti aku diskusi dulu sama Mas Tama."

"Tama udah Mama kasih tahu," suara Mama mulai terdengar terisak. "Tapi katanya mau diskusi dulu sama kamu."

"Cepat kalian diskusi terus putusin," sergah Mama tak sabar.

"Yang penting Papa kamu ada kemajuan. Nggak stagnan kayak begini. Udah berapa hari ini? Malah tambah banyak saraf-saraf rusak. Mama tunggu secepatnya. Ini dokter Raharjo udah kasih lampu hijau kalau Papa mau dibawa ke Singapura," lanjut Mama dalam satu tarikan napas.

"Iya, Ma. Iya..."

Dan sebelum Dara bertolak ke Jakarta, ia pun menyempatkan diri untuk menceritakan masalah yang sedang melingkupi Karina.

"Nanti kalau urusan rumah sakit udah beres, langsung ke rumah ya, temenin Karina."

"Iya, Mas," Dara mengangguk. "Lagian anak-anak juga ditinggal di rumah semua."

"Bukan cuma temenin, tapi ajak ngobrol. Biasanya dia mau terbuka kalau sama kamu."

Dara mengernyit, "Memang Karina kenapa?"

"Hamil."

"Apa?"

Siang jelang sore hari, usai hadir bersama Kepala BNNP DIY, perwakilan Kejaksaan Tinggi DIY, perwakilan PN Sleman, perwakilan Kejaksaan Negeri Sleman dan penasehat hukum tersangka dalam acara pemusnahan barang bukti hasil pengungkapan empat kasus penyalahgunaan narkoba pada bulan lalu di halaman belakang gedung Ditresnarkoba Polda DIY. Dara menelpon dengan suara tertahan.

"Mas, maaf nih, aku tahu kamu masih di kantor. Tapi ini penting."

"Ada apa?"

"Tadi aku sampai rumah, Karina-nya lagi nangis. Tiap ditanya nggak mau jawab malah nangis terus."

"Kata Bi Enok sama Dipa, seharian nggak mau makan, nggak mau minum."

"Terakhir makan bubur pagi-pagi, nggak lama langsung dimuntahin."

"Terus sekarang gimana anaknya?"

"Ya mau nggak mau aku bawa ke rumah sakit. Daripada tambah parah. Mana lagi hamil."

"Apa kata dokter?"

"Dehidrasi, HB rendah, mal nutrisi."

Membuatnya menghembuskan napas panjang.

"Kamu coba diskusi sama Mas Tama deh, soal cowok yang ngehamilin Karina."

"Kenapa?"

"Aduuuuh," suara Dara terdengar menghela napas panjang. "Karina nangis-nangis sampai begitu pasti gara-gara cowok itulah."

"Kalian apain sih dia?" suara Dara terdengar menyelidik. "Nggak dihajar kan?"

"Sempet sih wakt..."

"Ya ampun, Mas," Dara memekik kesal. "Karina tahu kalau dia dihajar?"

"Iya, Karina tahu,"

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang