26. Cinta Selalu Ada (3)

260 44 25
                                    

Karina

Ayam tangkap buatan Mamak yang tercium keharumannya hingga ke seluruh ruangan di dalam rumah telah tersaji di atas meja ruang tamu. Lengkap dengan nasi putih hangat yang masih mengepulkan asap.

Ia ikut membantu menata piring dan gelas di atas meja, ketika sudut matanya menangkap Jefan yang sedang duduk di samping Salma sambil menerangkan sesuatu. Pemandangan yang sangat biasa namun entah mengapa membuat hatinya bagai tertusuk duri.

Hell no, Karina!

Stop it right now!

Mereka akhirnya makan bersama. Mamak, Kak Fatma, Jefan, Icad, Umay, Sasa, Salma, dan dirinya. Ia memilih duduk di sebelah Mamak, karena ini adalah jarak terjauh dari Jefan yang duduk bersebelahan dengan Salma. Meski begitu, sudut matanya seolah tak pernah jera untuk menangkap bayangan Jefan yang makan sambil sesekali ngobrol dan tertawa lepas dengan Salma.

Karina, are you okay?

No, i'm not okay, keluhnya kesal pada diri sendiri.

Usai makan, ia—pura-pura sibuk—membantu Kak Fatma mencuci piring di dapur meski berkali-kali dilarang, "Duduk saja di depan."

Namun tetap ia lakukan. Semata-mata agar bisa mendistraksi pikiran dari Jefan dan Salma yang sepanjang waktu acara makan bersama selalu saling berbisik kemudian tertawa-tawa seolah dunia milik berdua.

Saat ia—ikut-ikutan—mencuci piring itulah Salma pamit pulang dengan diantarkan oleh Jefan. Dan baru kembali ke rumah waktu Maghrib. Ketika ia baru selesai melipat mukena yang dipinjamkan Kak Fatma untuk dikenakannya saat menunaikan sholat tadi.

Ia sedang bermain tebak-tebakan dengan Icad, sementara Mamak mengaji, sedang Kak Fatma tengah membantu Umay dan Sasa mengerjakan PR ketika Jefan memasukkan motor ke dalam rumah.

"Kenapa dimasukkin?" tanyanya heran.

"Kita pulangnya naik taxi, biar kamu nggak kedinginan," jawab Jefan sambil lalu namun berhasil membuat hatinya mencelos.

Saat berpamitan pulang, Mamak memeluknya erat dan mengelus punggungnya pelan, "Cepat kabari Mamak kalau kami sekeluarga sudah boleh silaturahmi ke rumah Karina."

Sembari menyerahkan sekotak penuh ayam tangkap yang masih hangat.

"Mamak nggak bisa bawakan apa-apa, Nak. Cuma sedikit lauk untuk teman makan."

Membuatnya spontan kembali memeluk tubuh kurus Mamak karena teringat pada Mamanya sendiri. Oh Mama, baru dua hari tak bertemu serasa seabad lamanya. Karina kangen, Ma. Apa kabar Papa, Ma? Sembari berjanji dalam hati, besok ia akan pergi ke rumah sakit untuk menemui Mama dan Papa.

"Kakaaaak, kapan-kapan main ke sini lagi yaa," pinta Sasa sambil tersenyum lebar. "Nanti kita main barbie sama bikin slime yang lebih seruuu lagi."

Ia mengangguk setuju, "Besok sekalian kakak bawain rumah-rumahan barbienya."

"Oh ya?" mata Sama membulat tak percaya. "Kakak punya rumah-rumahan barbie?"

Lagi-lagi ia mengangguk, "Sama supermarketnya sekalian," lanjutnya sambil tersenyum lebar. "Nanti kita bisa belanja di supermarket pakai troli."

"Oh ya? Asyik... asyik... asyik... seruuuuu!" Sasa melompat-lompat kegirangan sambil berusaha memeluknya.

"Kak... kak... tahu enggak kenapa zombie kalau nyerang mesti rame-rame?" tanya Icad waktu ia melewati bocah yang berwajah paling mirip dengan Jefan itu.

Ia berpikir sejenak, namun sedetik kemudian menggeleng, "Kenapa?"

"Karena kalau nyerang sendiri namanya zomblo."

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang