Ia melirik langit-langit Jakarta yang sudah mulai gelap.
"Besok gue udah mulai penyelidikan,selesai tugas ini gue pasti akan cari lo sampai luar angkasa pun gue jabanin".
Tekad Ali sudah bulat.
Ali tak akan membiarkan cintanya hilang begitu saja,karena secara tidak langsung ia lah yang bersalah dengan keadaan ini.Malam yang dingin terlewati dengan rasa bimbang dalam diri Ali maupun Prilly.
****
Dua hari sudah,koper itu masih di tangan Prilly. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan dari pihak mana pun.
Ia berencana hari ini pergi ke gedung tua tempat dimana ia menemukan kotak yang berisi ukiran gambar dirinya.
Prilly memasuki mobilnya. Yah,kini ia sudah memiliki mobil sendiri. Semua dapat ia beli,tapi tidak dengan tempat tinggal.
Karena jika terjadi sesuatu,ia bisa langsung meninggalkan rumah kontrakannya.
Prilly membawa mobil putih menyusuri jalanan Jakarta menuju gedung tua.
Kali ini ia membawa penerangan agar tidak terlalu gelap.
Tak butuh waktu lama,mobil Prilly sudah terparkir di depan gerbang gedung tua itu.
Ia membuka perlahan gerbangnya tapi tetap saja menimbulkan suara nyaring karena besi-besinya yang sudah berkarat.
Prilly melangkah perlahan menuju pintu utama gedung itu,tetap tidak terurus.
Pemandangan lima tahun lalu masih tetap terpampang.
Malah terlihat semakin banyak tumbuhan liar di setiap sudut dan kusam.
"Tapi gedung ini terlihat kokoh". Batinku seraya melangkahkan kaki memasuki gedung itu.
Mataku langsung terarah pada sebuah meja yang terbuat dari kayu jati. Sedikit rapuh tapi masih tampak kuat meja tersebut.
Kunyalakan penerangan untuk memudahkanku mencari sesuatu yang mungkin bisa membantu menghilangkan rasa penasaranku.
Kutarik laci yang tertempel di bagian bawah meja.
Terdapat selebaran kertas-kertas disana.
"Apa'an nih". Gumamku mengambil lembar demi lembar kertas itu.
Sepertinya surat-surat penting yang tersimpan rapi. Sedikit usang tapi tulisannya masih dapat di baca.
"Rizal Latuconsina? Nama belakangnya sama kaya gue? Kok bisa?". Rasa penasaran semakin menghantui diriku.
Aset-aset penting dalam laci ini tak dapat ku pahami.
"Kenapa gue jadi tambah pusing sih". Keluhku menyeka keringat yang mulai mengucur di tubuhku.
Kelelawar yang mulai terusik akan kehadiranku mulai berterbangan di atas kepalaku.
Kulirik setiap sudut ruangan yang tampak gelap."Ni tempat kenapa jadi tambah serem aja sih".
Pikiranku mulai membuat spekulasi yang tidak-tidak.Keringat dingin mulai membasahi tengkuk leherku.
"Harus ye,tiap kesini ketakutan dulu". Omelku sambil membuka-buka lembaran kertas ini dan tidak sengaja aku mendapati foto keluarga," Latuconsina?".pekikku menimbulkan suara menggema di setiap sudut.
Kupandangi dalam-dalam foto ini,gadis kecil berambut panjang ini memang mirip denganku.
*Srek*
*Srek*
Konsentrasiku terhenti saat kudengar ada suara langkah kaki terseret yang mendekat,kuberanikan diri untuk melihat ke belakang punggungku.
"Nggak ada siapa-siapa". Gumamku.
Aku kembali memandangi foto yang kupegang sejak tadi."Ahhhh aaaaaaaaa !!". Teriakku sekuat tenaga saat kurasakan ada yang menyentuh bahuku.
"Pergi,pergi jangan ganggu gue. Pergiii !!". Teriakku lago menutupi wajah dengan kedua tanganku.
" pliss hantu,gue cuma penasaran sama kotak ini doang. Gue ngga ganggu lo pliss pergi".
"Mbak,mbak saya bukan hantu".
Rengekkan dan tangisan Prilly terhenti seketika ketika ia mendengar suara serak perempuan yang sepertinya berdiri di hadapannya.
Ia membuka perlahan kedua tangannya yang menutupi wajah Prilly sejak tadi.
Benar saja,ada wanita paruh baya berambut panjang yang cukup mengejutkan Prilly.
"Jangan takut Nak". Kata nenek-nenek yang ada di depan Prilly.
Ia masih bungkam tak mengeluarkan sepatah katapun,
Nafasnya memburu,jantungnya masih berdegup kencang."nyeremin amat sih,kayak nenek gayung di film-film". Batinku menghibur diri.
"Ada keperluan apa kamu disini?". Tanyanya lagi,Prilly masih diam menggelengkan kepala tandanya"aku tidak mencari apa-apa".
Nenek itu tersenyum dan mengajak Prilly duduk di antara tangga yang menuju lantai atas yang penuh debu.