Perlahan ia bangkit dan melangkahkan kakinya menuju ruangan Prilly di rawat.
*BRUAK*
Hantaman keras tangan Ali mendarat pada dinding rumah sakit.
Ia tak kuasa menahan beban ini. Dia takut,ia kalut.Istrinya kini berjuang melawan penyakit dan ia hanya diam tak bisa berbuat apa-apa.
****
Beberapa menit kemudian,suasana menjadi hening kembali.
Kaia kembali pada aktivitasnya,memandang luar jendela melihat awan.
Satu jam berlalu,Kaia kini sudah berada dalam taxi yang tentunya bersama Cemal.
*Ddrrrttt..ddrrtttt...*
"Handphone kamu". Ucap Cemal mengingatkan.
Kaia merogoh tasnya dan meraih handphonnya.
"Ali,ada apa?". Sahut Kaia setelah menerima panggilan tersebut.
Tidak ada jawaban,hanya suara isak tangis yang terdengar.
"Ali lo kenapa? Lo nangis?".
*tutututut...*
Sambungan terputus,dan tentu saja itu membuat Kaia panik.
Tiba-tiba handphonnya kembali bergetar,sebuah pesan masuk.
Ali. "Gue di rumah sakit jl.mawar nomor.10 Jakarta pusat". Satu pesan singkat yang membuat Kaia berpikir keras.
"Siapa yang sakit". Batinnya.
Cemal yang menangkap raut wajah Kaia sedang gelisah pun tak ingin diam.
"Ada apa? Kenapa ali". Kaia mengangkat kedua bahunya,"dia bilang di rumah sakit".
"Ya udah,kita kesana sekarang".
Dengan cepat Kaia memberi tahu alamat yang di sebutkan Ali kepada pak supir.
****
Istrinya kini berjuang melawan penyakit dan ia hanya diam tak bisa berbuat apa-apa.
"Bagaimana Dok,gimana keadaan istri saya dok!". Tanya ali yang kali ini audah tidak bisa bersabar lagi. Ia tahu,resiko penyakit yang di idap Prilly adalah kematian.
"Begini Pak,keadaan Ibu Prilly bersama janinnya kini bisa di bilang buruk. Ibu prilly mengalami koma yang kami tidak bisa memprediksi sampai kapan itu terjadi. Lebih baik Bapak berdoa supaya Tuhan memberikan keselamatan untuk keduanya". Jelas Dr.Frida.
"Apa Dok? Koma? Apa tidak bisa di sembuhkan,operasi kek atau apapun selamatkan mereka dokter !". Ucap Ali dengan nada tinggi.
Wajahnya semakin memerah saat ia emosi. Air mata terus mendampinginya setiap hari."Maaf Pak,kita tidak bisa melakukan operasi karena itu tidak mungkin melihat kondisi tubuh Ibu Prilly yang sangat lemah".
"Apa Dok? Tolong Dok tolong..!".
"Maaf Dokter pasien sadarkan diri". Sahut seorang suster yang tiba-tiba muncul dari balik kamar Prilly.
Dokter Frida bergegas masuk yang di ikuti langkah Ali.
Prilly tersenyum melihat suaminya selalu menjaganya.
"Maaf saya periksa dulu ya Bu". Ucap Dr.Frida.
Di luar dugaan Prilly menggeleng dan ia meminta Ali menghampirinya dan berdiri di sampingnya.
Ali pun menuruti permintaan Prilly,ia tersenyum membelai rambut Prilly yang tetap halus.
"Aa..aku tahu tubuhku..sa..sangat lemah. Ta..tapi aku mohon pertahankan anak ki..kita...". Ucap Prilly yang bersamaan dengan menutupnya kedua matanya.
Ali terdiam,ia menangis dan terus menangis.
Tubuhnya lemah dan semakin lemah.Dr.Frida dengan sigap segera memeriksa Prilly,seorang suster membantu memasangkan oksigen pada mulutnya.
Dan seorang suster lainnya membantu Ali keluar dari ruangan.Tubuhnya sangat lemas,di tambah dengan pesan Prilly yang merasuk ke dalam otaknya membuat ia stres.
Ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia pasrah.
"Ali..!". Ali menoleh.
"Kaia". Ia bangkit,Kaia berlari menghambur ke dalam pelukan adiknya itu.
Kaia tahu,adiknya butuh penyemangat. Ia butuh seseorang yang bisa mendampinginya untuk menyelesaikan masalah terberat dalam hidupnya.
Air mata semakin tumpah saat Kaia memeluk adik yang di sayanginya tersebut.
Meskipun ia belum tahu apa yang terjadi,tapi ketika melihat adiknya seperti itu. Ia tahu,beban besar sedang menguji hidupnya.
Cemal yang berada di samping Kaia sedari tadi hanya diam. Ia terharu,ia bersedih.
Cobaan berat menimpa sahabatnya.
"Lo kenapa? Ada apa Li. Ceritain sama kakak". Ucap Kaia setelah menuntun Ali duduk di depan ruangan Prilly.
Ali menunduk,ia menatap lantai yang basah karena tetesan air matanya.
Cemal merangkul Ali,berusaha menguatkan.
"Ini bukan lo,Ali yang gue kenal itu kuat. Dia intel negara yang hebat". Ucap Cemal.