chapter 99

103K 1.8K 8
                                    

Ke delapan agen yang lain pun di lengkapi senjata yang tak kalah canggih.

Mereka terbagi menjadi empat mobil yang di setiap mobilnya berisi dua orang.

"Lo udah nempelin alat pelacak itu belum?". Tanya Ali pada digo.

"Beres dong,gue lacak dulu". Jawab Digo kemudian menyalakan Gps.

"Di pusat perbelanjaan tengah kota". Jawab Digo menunjukkan signal merah di layar handphonenya.

Ali memutar setir,ia melaju ke pusat perbelanjaan di tengah kota.

"Rencana 1". Ucap Ali saat sudah menemukan target yang sedang berdiri di anak tangga menuju pintu masuk sebuah mall bersama rekannya.

Ali bergegas,ia mencari lokasi bersembunyi yang strategis jika lau dia akan mendapat serangan.

Sedangkan Digo ia berjalan menuju tempat teduh tempat orang-orang beristirahat.

Digo memakai kacamata hitamnya,duduk pada sebuah bangku lalu meraih handphone di saku kemejanya yang di biarkan terbuka.

Ia memencet sebuah nomor untuk di hubungi.

"Halo". Ucap Digo saat sang penerima mengangkat panggilannya.

"Iya,dengan siapa?". Jawab seorang pria dari balik telphone.

"Haii apa kabar Mr.Ronald. Bagaimana dengan bisnis anda menghancurkan kota ini". Jawab digo dengan senyum lebar dan gaya selengekannya.

Digo terus memandangi Ronald dari jauh,ia tertawa cengengesan melihat Ronald yang mulai panik.

"Anda siapa,jangan macam-macam dengan saya.". Ancam Ronald,matanya masih mencari-cari siapa si penelphonenya itu.

"Aku di sini Mr". Kata digo melambaikan tangan dengan senyuman lebar yang tepat mengarah pada Mr.Ronald .

Nampak dari wajah Ronald ia mulai geram,ia mengepalkan tangan kirinya.

"Cepat ke atas gedung itu,mari kita berbincang-bincang sebentar". Ucap Ali lagi-lagi dengan tawanya.

"Apa maksud anda? Tidak sopan ! Anda bisa saya habisi sekarang juga". Ancam Ronald.

"Sekarang? Hahaha anda bercanda? Sudahlah turuti apa kata saya jika anda tidak ingin tertembak di tempat". Kata Digo dengan nada sedikit mengancam.

Ronald terlihat bingung,ia melihat ke seluruh badannya.

Benar saja,titik merah tanda sebuah bidikan yang siap tembak mengarah pada jantung seorang Ronald yang terhormat itu.

"Bagaimana? Siapa yang akan mati duluan? Anda atau saya haha".

Ronald mematikan telphonnya menuruti ucapan Digo,ia berjalan ke lantai atas gedung yang sudah tak terpakai sendirian.

Tanpa pengawalan siapapun.

*BRUAK*

Ronald terlempar mengenai sebuah pintu dan menjatuhkannya di atap terbuka gedung itu.

"Ada apa ini? Siapa kalian ha?". Tanya Ronald pada Ali yang membantingnya barusan.

"Tidak usah berlaga'tidak tahu. Cepat berikan kode akses masuk ke sana". Kata Ali masih berdiri santai di hadapan Ronald.

"Kode apa,apa yang kau bicarakan?". Jawab Ronald.

Ali maju perlahan mendekati Ronald yang terus mundur hingga tepi.

"Apa kau akan menjatuhkanku agent intel yang terpercaya?".

"Tidak sebelum aku mengambil kode akses itu,Digo cepat". Perintah Ali.

Digo bergegas mempersiapkan alat-alatnya. "Buka mata lo!". Ucap Digo ketika mata Ronald masih tertutup.

Ronald masih tetap dalam pendiriannya tidak membuka matanya.

"Buka mata mu atau peluru ini akan menembus jantungmu". Ucap Ali yang sudah menyiapkan pistol dan di arahkan pada punggung Ronald tepat pada jantungnya.

"Apa seperti ini caramu pria terhormat?". Ucap Ronald masih menutup mata.

Ali yang tidak main-main dengan perkataannya menarik kunci pistol dan bersiap menembak kapan saja seorang Ronald yang terhormat itu.

"Baiklah,baik...tunggu saja kalian ". Kata Ronald mulai pasrah dan membuka matanya perlahan yamg di sertai senyuman licik.

Saat itu juga sinar laser mengcopy semua data kode akses dari retina Ronald dan di pindahkan pada sebuah kaca kecil dan tipis yang telah di siapkan.

Di saat Digo menjalankan tugasnya,Ali menarik kerah baju Ronald dan menyeret paksa Ronald menuju sudut gedung yang langsung mengarah pada lantai dasar.

Di ikatnya kuat-kuat,tak lupa ia menutup mulut Ronald agar tidak berisik.

"Lo macem-macem,lo sendiri yang bakal jatuh. Lumayan lah lima lantai dari sini cukup untuk menjemput kematian lo sendiri". Ucap Ali dengan senyumnya.

"Ali,selesai. Kita keluar dari sini". Ucap Digo bergegas dari tempat itu.

"Agent dua..agent dua sudah siap?".

****

Laki-laki bertopeng itu meronta-ronta ingin melepaskan diri. Badannya cukup besar.

"Tapi bu..".

"Ada yang perlu saya selidiki,ikuti saja apa permintaanku!".

"Prilly,Prilly Latuconsina". Ucap pria bertopeng itu terkekeh dan terus berusaha melepaskan diri.

Prilly tak perduli akan namanya yang di sebut.
Ia mulai kesal,dengan cepat ia mematok bagian belakang kepala pria tersebut melumpuhkan bagian syaraf belakang.

"Ahhhh,sial". Umpatnya kesakitan,badannya melemah.

Dan saat itu pula Prilly menyuntikkan sebuah cairan bius agar lawannya lemah dan tidak sadarkan diri.

"Bawa dia ke ruang kosong di samping Pak jangan lupa di ikat"

"Siap laksanakan".

Dua orang polisi membawa pria itu ke ruangan yang di tunjuk Prilly.

"Sebenarnya ada apa Bu Prilly hingga menyekap orang itu?". Tanya Pak Dani mulai penasaran.

"Begini pak Dani,suami saya kan sekarang tugas di luar kota. Bapa tahu apa dan siapa lawannya kali ini?".
Pak Dani menggeleng.

"Setelah saya telusuri,sang dalang ingin menghancurkan kota dengan sebuah roket dahsyat yang bisa meledakkan kota. Dalam waktu yang masih simpang siur,Ali dan tim kini di buru waktu dan roket yang bisa membunuh orang yang tidak bersalah". Jelas Prilly panjang lebar,ku liril wajah Pak Dani. Sepertinya ia terkejut.

"Saya mohon rahasiakan ini,nanti ketika bantuan di butuhkan saya akan memintanya langsung pada Bapak". Lanjut Prilly tidak ingin kasus ini tersebar luas.

****

"Ali,selesai. Kita keluar dari sini". Ucap Digo bergegas dari tempat itu.

"Agent dua..agent dua sudah siap?".

Aku dan Kamu.Kita.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang