Ali sudah mulai bersiap,dengan setelan hitam,kacamata serta senjata berwarna senada ia mulai mengendap-ngendap memasuki gedung dari pintu belakang.
"Biar aku pantau dia". Kaia pun bersiap dengan pistol yang sudah siap di tangannya mengikuti ali dari kejauhan.
Di perkirakan ada sembilan orang tersangka yang tersebar di tiga lantai gedung.
Ali mulai menjalankan aksinya,perlahan-lahan ia memasuki ruangan demi ruangan.
Bersembunyi di balik tiang-tiang besar yang menyangga gedung.
Membidik,mengfokuskan matanya menelusuri setiap sudut gedung.
Masih tidak ada perlawanan,"dimana mereka". Gumam Ali.
Kaia yang ikut memasuki gedung selalu waspada,matanya menatap tajam di setiap sudut.
Ia berjaga-jaga kalau seandainya Ali dalam keadaan terjebak.
Tiba-tiba sebuah cakram bintang meluncur tepat di hadapan Ali.
Ia sedikit terkejut,tapi dengan cepat ia menunduk menghindari serangan dari lawan."Cukup cerdik". Kata Ali menatap tajam ke arah cakram itu berasal.
Mata tajamnya mendapati seseorang menyeringai hendak menyerangnya lagi.
Tanpa buang waktu,ali meraih senjata yang terbuat dari besi seperti sumpit mie,yang berisi cairan kimia yang mampu melumpuhkan lawan dengan sekali lempar menancap pada bagian tubuh lawan.
Tidak membuang waktu ia langsung membidik,di lemparkannya tepat pada lehernya lawan.
"Kena lo.." . Ucap Ali tersenyum sinis.
"Main-main kok sama gue,bukan lawan gue lo pade".
Lalu ia menaiki tangga menuju lantai dua,ternyata disana sudah ada 5 orang yang menunggunya.
Kali ini ia harus sedikit mengeluarkan keringat untuk membereskan ke lima lawannya saat ini.
Mereka saling pukul,tendang,hingga jatuh terjungkal melawan Ali.
"Banci lo pade,badan gede. 1,2,3,4,5. Lima orang lawan gue yang cuma satu haha". Ucap Ali meledek musuhnya yang sudah tak sanggup lagi berdiri melawan Ali.
Ali kembali bergegas menuju lantai 3.
"Tinggal tiga orang lagi". Batinnya.
****
Sebuah senyuman kembali menghiasi bibirku.
*DEG !!*
Senyumku hilang seketika saat kurasakan ada seseorang yang menyentuh pundakku.
Aku ragu untuk melihat siapa tapi aku harus melakukannya.
Dengan jantung yang berpacu dengan keringat dingin yang mulai membasahi tengkuk leherku,aku menoleh dan...."Mila !". Aku menghambur memeluknya.
Tak terasa air mataku jatuh begitu saja.Aku rindu sahabatku.
"Prilly lo kok nangis sih". Aku masih tidak sanggup berkata-kata. Aku hanya menggelengkan kepala dan memeluk Mila.
"Lo ngapain sih di tempat kayak gini". Tanya Cemal membuatku melepaskan pelukan Mila.
"Kok kalian tau gue kesini". Tanyaku heran.