Prolog

14.9K 288 774
                                    

“I am God!!”

Suara teriakan yang menggelegar itu memenuhi sebuah tempat yang berada di tengah-tengah taman yang indah dan dipenuhi oleh puluhan sosok yang mengenakan jubah berwarna putih dan topeng di wajahnya masing-masing itu.

Puluhan orang itu dengan khidmat bersujud di tanah dengan posisi menghadap ke arah suara itu berasal dan menunjukkan sikap tunduk kepada sang pemilik suara.

“Ini adalah era baru. Aku adalah Tuhan. Aku akan menciptakan Utopia untuk kita semua!!” sambung sang laki-laki dengan suara yang berapi-api.

“Hidup Utopia!!” teriakan yang bergemuruh menyambut diteriakkan oleh puluhan sosok berjubah putih dan bertopeng muka yang masih saja bersujud di lantai.

Sesaat kemudian, taman ini kembali hening. Hanya suara gemericik air yang terdengar memecah keheningan itu.

Sang laki-laki yang berusia sekitar 40an tahun yang tadi mengaku sebagai Tuhan itu lalu tersenyum, “Kalian adalah orang-orang pilihan! Angkat kepala kalian dan lihatlah ke arah Tuhanmu ini!” katanya pelan.
Mereka semua lalu perlahan-lahan mengangkat kepala mereka dan melihat ke arah sang laki-laki.

Tatapan mata mereka berubah menjadi takjub dan lalu mereka dengan cepat menggumamkan kata-kata yang kini suaranya bergemuruh bagai dengung lebah.

“Utopia!!”

“Utopia!!”

“Utopia!!”

Sang laki-laki yang mengaku sebagai Tuhan mengangkat tangannya sebagai isyarat agar mereka berhenti lalu perlahan-lahan dia melayang turun ke bawah dan kembali menyentuh altar yang ada di tengah-tengah taman ini. Sedari tadi memang, dia melayang tanpa menginjak tanah setinggi setengah meter.

Sang laki-laki itu lalu berdiri tegak di atas altar dan mengedarkan pandangan matanya, “Kita sudah menguasai Dunia, kini tak ada lagi yang menghalangi kebangkitan Utopia menuju kejayaan!!”

“Utopia!!”

“Utopia!!”

“Utopia!!”

“Kita akan hancurkan semua musuh-musuh kita dan mengembangkan bendera tertinggi untuk keyakinan yang kita miliki. Utopia akan mendominasi Dunia!!” teriak sang laki-laki tak lama kemudian.

“Utopia!!”

“Utopia!!”

“Sekarang, nikmatilah surga dunia yang sudah aku berikan ini!!” kata sang Tuhan sambil membalikkan badan dan meninggalkan altar.

Teriakan ‘Utopia’ masih terdengar bergemuruh di taman ini. Taman yang indah penuh dengan bunga dan rerumputan yang menghijau, pepohonan yang rindang dan juga kolam-kolam buatan yang berisi ikan hias beraneka ragam.

Setelah sang laki-laki tadi pergi, kini hanya tinggal lima orang berjubah hitam yang berdiri di atas altar dan melihat ke arah puluhan para pengguna jubah putih di bawah altar tatapan acuh tak acuh.

Sekalipun kelima orang ini menggunakan jubah berwarna hitam lengkap dengan kerudung penutup kepalanya, tapi semua orang bisa melihat dengan jelas kalau dua diantara kelima sosok itu adalah wanita.

Di balik kerudung mereka, ada 2 sosok yang mengenakan topeng dan menutupi wajah asli mereka. Jika Munding berada disini dan melihat salah satu dari sosok topeng yang berdiri diatas altar itu, Munding pasti akan langsung mengejarnya.

Karena dia adalah Clown. Orang yang bertanggung jawab atas kelumpuhan kaki Nurul dan sampai sekarang selalu Munding cari tanpa hasil.

Kelima orang ini sendiri memiliki status luar biasa di Utopia. Mereka berada langsung di bawah komando sang Pemimpin sekaligus sang Tuhan dari kepercayaan mereka.

Kelima orang ini memiliki sebutan Apostles.

Beberapa saat setelah si laki-laki yang menjadi pemimpin tadi meninggalkan altarnya, 3 orang Apostles pun ikut menghilang dan turun dari altar itu dan kini hanya menyisakan 2 orang saja di atas altar, Apostles Clown dan Apostles Lee.

Utopia secara sekilas memang terlihat seperti sebuah organisasi atau sekte kepercayaan tertentu, tapi mereka punya hierarki yang sangat ketat. Mereka terbagi menjadi 2 divisi dan 2 spesial team. Masing-masing divisi dan team dipimpin oleh seorang Apostles. Clown memimpin research team karena dia seorang scientist, sedangkan Angelina Lee memimpin Political Division, sebuah divisi yang mengharuskan Lee untuk bertemu banyak orang dan memiliki banyak sekali anak buah.

“Lee, ayo kita mulai,” kata Clown sambil menyeringai di balik topengnya.

Lee hanya tersenyum kecil, dia lalu menanggalkan jubahnya dan kini sosok yang sangat indah terpampang dengan jelas.

“Dengan kekuasaan yang dianugerahkan kepadaku, mari kita mulai surga dunia milik kita,” kata Lee pelan tapi terdengar jelas di telinga semua orang yang ada di taman ini.

Setelah Lee mengeluarkan kata-kata itu, entah darimana datangnya, puluhan gadis cantik dan tanpa busana tiba-tiba saja berdatangan dari berbagai arah ke taman ini. Mereka dengan cepat dan tanpa risi langsung merapat ke arah sosok-sosok yang memakai jubah berwarna putih itu dan melakukan tindakan tak senonoh secara terbuka.

Clown mendekat ke arah Lee dan menepuk pundak wanita itu yang masih berdiri di atas altar.

“Lee, aku duluan ya? Setiap hari terkurung di dalam Lab, membuatku stress dan butuh sedikit senang-senang,” gumam Clown.

Lee sama sekali tak memberikan jawaban dan Clown juga tak membutuhkannya. Clown langsung meloncat turun dari altar ke arah taman indah yang ada di depannya. Ketika Clown menginjakkan kakinya ke taman itu, puluhan gadis cantik dengan cepat langsung merangsek ke arah Clown.

“Clownnnnnn…” teriak gadis-gadis itu.

Clown hanya berdiri diam sambil membuka kedua tangannya.
“Apa lagi mau kubilang, inilah enaknya menjadi Apostle,” seringai Clown saat melihat puluhan gadis telanjang yang setengah berlari menuju kearahnya.

=====

Author note:

Nganu.

Mmm. Ini cerita action tanpa adegan dewasa ya, jadi apa yang diceritakan di prolog cuma sebatas itu aja. Jangan mengharap detil yang lebih.

Untuk jalan cerita, saya akui buku Munding keempat ini mulai lebih absurd karena konsep manifestasi dengan legendary concept-nya lebih kearah myth atau fantasy. Jadi kemungkinan tidak akan se-realistis seri Munding sebelumnya.

Hari ini mungkin prolog dulu aja. Nanti kita sambung lagi.

Semarang, 8 Nov 2019

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang