Rumah kardus yang berada di bawah jembatan layang itu menjadi saksi saat seorang bocah laki-laki bersumpah akan menemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakit yang diderita oleh adik kandungnya.
Tapi, tiga tahun setelah kejadian itu, sang adik meninggal dunia.
Yeom kini hidup sebatang kara. Dia tak punya tujuan hidup. Di saat dia kehilangan satu-satunya orang terpenting dalam hidupnya, dia merasa sudah tak ingin lagi untuk meneruskan untuk hidup. Yeom ingin menghabisi dirinya sendiri.
Takdir berkata lain. Yeom diadopsi oleh sebuah keluarga kaya karena ketidaksengajaan di saat dia sudah tak berniat untuk hidup lagi. Kehidupannya mulai berubah, tapi Yeom tak punya lagi semangat untuk hidup. Dia bagaikan sebuah boneka tanpa jiwa. Hingga suatu ketika, dia bertemu dengan seorang bocah perempuan yang sangat mirip dengan adik kandungnya.
Bocah perempuan itulah yang membangkitkan kembali semangat hidup Yeom. Yeom pun teringat dengan sumpahnya untuk menemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakit yang dulu diderita oleh adik kandungnya.
Lalu, Yeom sang Ilmuwan pun terlahir ke dunia.
=====
Hitam, putih, dan abu-abu. Hamparan tanah rata di bawah kaki dan langit di atas kepala.
Entah sudah berapa lama Munding berjalan di tempat ini. Dia tak lagi menoleh ke belakang untuk memastikan apakah jejak kakinya di atas tanah hanya ilusi atau suatu kenyataan. Dia juga tak lagi menoleh ke kiri dan kanan. Pandangannya lurus ke depan, langkah kakinya teratur dan berirama.
Munding terus berjalan.
Setiap langkah demi langkahnya semakin membuat Munding hanyut dalam sebuah keteraturan. Dia tak lagi bertanya-tanya dalam kebingungan, seberapa jauh lagi? Berapa lama sudah dia lalui?
Munding terus berjalan.
Seolah-olah, itu adalah sebuah kewajaran, sebuah keharusan, sebuah kodrat yang memang harus dia penuhi. Tak ada lagi penolakan, tak ada lagi pertanyaan, tak ada lagi kebingungan.
Seperti jatuhnya air dari atas ke bawah. Seperti mengalirnya air dari gunung ke lautan. Seperti berputarnya Bumi mengelilingi Matahari. Seperti berputarnya Matahari pada porosnya. Semua memiliki alur yang sudah ditentukan, sama seperti Munding.
Tak ada gunanya saat ini dia memberontak. Tak ada gunanya saat ini dia menolak. Tak ada gunanya saat ini dia berteriak. Karena Munding kini sadar, dirinya bukanlah apa-apa. Dia bukan siapa-siapa.
Munding juga kini sadar sepenuhnya, dia juga memiliki ‘alur’ yang sudah ditentukan oleh Sesuatu. Sesuatu yang memiliki kekuasaan luar biasa. Sesuatu yang mungkin menciptakan seluruh dunia dan seisinya dengan hanya dengan kehendak-Nya, hanya dengan sepatah kata. Proses yang mungkin mirip dengan manifestasi intent serigala petarung tapi berada dalam skala dan dimensi yang sangat jauh berbeda.
Munding terus berjalan, di tempat luas tak bertepi yang hanya terdiri dari hamparan tanah rata di bawah kakinya dan langit di atas kepalanya.
======
“Kalian pikir, aku akan melepaskan kalian?” gumam Geppeto sambil tersenyum sinis.
Geppeto berdiri tegak dengan mengenakan jubah putih dan kacamatanya, dia tak lagi mengenakan topeng badut yang selama ini menjadi ciri khasnya. Sesaat setelah dia mengucapkan kata-katanya tersebut, puluhan bayangan melesat dalam kegelapan malam dan menuju ke arah yang sama.
Geppeto masih berdiri di tempatnya dan melihat ke sebuah bangunan di kejauhan. Tak lama kemudian, bunyi dentuman bertubi-tubi menandai sebuah pertarungan pun dimulai.
Geppeto tersenyum kecil. Bagai seorang dalang yang mengendalikan wayangnya, sesekali dia akan memberikan kode dengan tangannya untuk menyuruh sosok-sosok berpakaian serba hitam yang berdiri di sebelahnya untuk menyerbu ke arah suara pertarungan berasal.
Geppeto tersenyum kecil. Bagai seorang konduktor yang sedang memimpin jalannya orchestra, dia mengayunkan kedua tangannya dan memberikan aba-aba, mengirimkan boneka-bonekanya untuk menjemput kematian yang ada di depan mata.
Entah sudah berapa banyak sosok hitam itu bertumbangan dan menjadi korban dalam pertarungan ini. Geppeto tak peduli. Dia masih tetap saja memberikan instruksinya. Dan seperti layaknya boneka, sebuah benda mati tanpa nyawa, semua sosok hitam yang ada di sekeliling Geppeto tanpa ragu menjemput kematian saat sang tuhan menginginkan.
“Hentikan!!!!” suara teriakan menggelegar terdengar di tengah-tengah dentuman dan benda-benda yang berterbangan.
Suara pertarungan pun berhenti. Sekeliling menjadi hening. Geppeto melihat ke arah suara itu berasal dan tak lama kemudian, dua sosok terlihat melayang perlahan. Seorang laki-laki kaukasia sedang menggendong seorang gadis berkulit hitam yang terluka di tangannya.
“Clown!!! Apa maumu? Aku sudah menghindar dan melarikan diri. Kenapa kau masih mengejarku?” tanya Tommy dengan suara parau dan penuh emosi.
Kelly yang terlihat sedang berada dalam kondisi kritis sama sekali tak mengeluarkan suara dan berada dalam dekapan erat Tommy.
“Hmmm…” Geppeto terlihat berpura-pura berpikir setelah mendengar pertanyaan Tommy.
Tapi, setelah beberapa saat, Geppeto tak mengatakan apa-apa. Dia justru menoleh ke arah sebelah kirinya. Seperti dikomando, salah satu sosok berbaju hitam yang berada di sana melangkah ke depan. Dia membuka penutup wajahnya dan saat Tommy melihat laki-laki itu, sebuah senyuman sedih tergurat di wajahnya.
“Johnny…” desis Tommy pelan. Kelly juga membuka matanya saat mendengar nama itu.
“Dimana Lee?” tanya Tommy ke arah sahabat kecilnya yang sekarang berdiri sebagai musuh di depannya itu.
“Kenapa kau menanyakan itu padaku?” balas Johnny datar.
Tommy terlihat kaget, canggung dan tak tahu harus berbuat apa.
“Johnny, jika ada yang patut disalahkan, salahkan aku. Aku yang meminta Tommy meninggalkan Pulau Utopia,” suara parau Kelly terdengar.
Johnny tertawa sinis ketika mendengar kata-kata Kelly, “Kelly, kau tahu. Sejak dulu, jujur saja, aku tak begitu suka padamu. Aku bukan orang yang pandai, tapi aku lebih mengandalkan feelingku. Entah kenapa, aku selalu merasa kalau kau itu menyerupai gurita yang menjerat orang-orang di sekitarmu perlahan-lahan lalu menenggelamkannya ke dasar lautan,” kata Johnny.
“Johnny!! Jaga mulutmu!!” teriak Tommy.
“Kenapa? Cepat atau lambat, ini pasti terjadi. Kau mungkin petarung terkuat dengan konsep legendamu, Tommy. Tapi, kau tetap manusia. Sampai kapan staminamu akan sanggup melayani pasukan kami?” tanya Johnny.
Tommy menatap tajam kearah Johnny. Sedikit banyak, dia tahu apa yang dikatakan oleh Johnny memang benar. Dia dan Kelly dikelilingi puluhan bahkan ratusan serigala petarung yang terdiri dari level manifestasi dan sebagian kecil saja yang terdiri dari petarung inisiasi. Dia mungkin saja menang melawan mereka semua atau memiliki kesempatan untuk melarikan diri seandainya saja musuh yang dia hadapi adalah petarung yang sesungguhnya, tapi, mereka lain.
Mereka bertarung tanpa mempedulikan keselamatan diri atau bahkan nyawa mereka. Mereka bagaikan ngengat yang akan selalu terbang menuju api sekalipun hal itu akan membunuh diri mereka sendiri. Mereka seperti pasukan hara-kiri yang dimiliki oleh Jepang saat menyerang Pearl Harbor dengan tiket sekali jalan saja.
Melawan musuh-musuh seperti itu, Tommy sang Petarung Legenda sekalipun merasakan sedikit rasa gentar mulai timbul dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...