Chapter 36 - Anomaly part 2

3.1K 206 74
                                    

“Apakah aku mencintainya?” tanya Nurul ke sosok yang masih tersembunyi dalam gelap di ujung ruangan aneh ini dengan suara yang lantang dan percaya diri, sebuah pertanyaan yang sama sekali tidak membutuhkan jawaban, karena Nurul tahu seperti apa perasaannya kepada sang kekasih.

“Kamu bohong!!” jawab suara dari sosok lain itu tak lama kemudian dengan sebuah teriakan dan sedikit histeris.

“Aku bohong?” tanya Nurul dengan sebuah senyuman kecil di bibirnya sambil melihat ke arah dimana dia mendengar suara sosok itu berasal, seolah-olah Nurul sedang melihatnya dan berbicara langsung dengannya.

“Iya!! Kamu bohong!” teriak suara itu lagi masih dengan jeritan yang sama dan nada histeris yang seperti tadi.

“Kalau kamu memang mencintai dia, kenapa ada rasa sakit dalam dadamu!!” teriak sosok itu dengan suara yang mulai meninggi dan sedikit isak tangis mulai terdengar di sela-sela suaranya.

“Aku terbangun karena itu!!”

“Aku merasakan rasa sakitnya sama seperti ketika kamu merasakannya!!”

“Rasanya sakit sekali seperti ketika dadamu terasa ditusuk-tusuk pisau atau sedang diiris sembilu.”

Suara asing yang tadi terdengar berapi-api itu kini berubah melemah menjadi sebuah rintihan yang terdengar menahan sakit dan sedih, ditambah isak tangis yang makin keras, sedikit rasa iba muncul dalam dada Nurul.

Nurul sejak tadi mendengarkan dengan seksama, dia ingin tahu siapa sebenarnya sosok asing yang sedari tadi berkomunikasi dengannya ini.

“Karena rasa sakit itu aku terbangun…”

Suara itu terdengar lagi tapi disertai isak tangisan yang makin menjadi.

“Nurul…”

“Tolong… Jangan lagi ada sakit seperti ini…”

“Aku ada untuk melindungimu dari rasa sakit seperti ini."

“Aku seharusnya menjagamu untuk tidak pernah merasakan kesedihan seperti tadi.”

“Lepaskan dia.”

“Cintai dirimu sendiri.”

“Dengan begitu, kita berdua tak akan pernah merasakan rasa sakit yang sama seperti saat ini.”

“Aku tak ingin merasakannya lagi…”

Suara itu terdengar di sela-sela isak tangis yang makin menjadi. Suara memilukan bercampur dengan rintihan kesakitan dan kesedihan. Suara yang semakin lama terdengar seperti suara Nurul sendiri.

Nurul terdiam.

Dari kata-katanya barusan, Nurul tahu kalau saat ini dia tidak sedang berhalusinasi. Nurul juga mulai curiga kalau mungkin saat ini dia sedang berhadapan dengan apa yang disebut dengan ‘naluri’.

Meskipun Nurul orang biasa, tapi bapaknya seorang serigala petarung, suaminya, omnya, dan tantenya juga serigala petarung. Selain itu dia juga mengenal banyak serigala petarung lain yang sesekali berada di sekelilingnya. Dia tak akan senaif itu untuk sama sekali buta akan keberadaan sebuah entitas dalam diri manusia yang disebut ‘naluri’.

Jadi sejak tadi, Nurul berusaha untuk mencari petunjuk tentang jatidiri sosok misterius itu sampai saat ini ketika dia mendengar sosok itu menyebut bahwa dia merasakan rasa sakit yang Nurul rasakan. Itu artinya, sosok itu adalah bagian dari Nurul. Dan kemungkinan terbesar, dia adalah naluri Nurul sendiri.

Meskipun Nurul sendiri masih kebingungan kenapa naluri predatornya bisa terbangun karena rasa sakit yang tadi dia alami. Karena Nurul merasa dia tak pernah berlatih beladiri, dia juga tak pernah berkeinginan untuk menjadi serigala petarung, jadi bagaimana mungkin sekarang dia sedang berada di tempat ini dan sedang berkomunikasi dengan naluri predatornya sendiri?

“Kalau kamu adalah bagian dari diriku…” kata Nurul pelan setelah terdiam agak lama ketika mendengar rintihan dan permohonan dari sosok misterius itu.

“Kalau kamu mengenalku lebih baik daripada diriku sendiri,” lanjut Nurul.

“Kamu harusnya tahu…”

“Kalau permintaanmu tidak mungkin kulakukan,” bisik Nurul pelan namun tegas, dan dalam dirinya sendiri, Nurul juga sudah membulatkan tekad, bahwa ini adalah keputusan yang sudah dia ambil sejak dulu, sampai sekarang dan hingga kapanpun.

Meskipun Nurul sampai saat ini belum tahu apakah sosok itu adalah benar-benar nalurinya? Apakah setelah dia tidak mengikuti desakan nalurinya tadi, sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya? Nurul sama sekali tak tahu.

Tapi, satu hal yang Nurul tahu dengan pasti.

Nurul sayang Munding, apapun yang terjadi, termasuk jika itu menyakiti dirinya sendiri sekalipun, dia tetap akan menyayangi kekasihnya sekaligus suaminya itu.

Setelah Nurul menyadari keputusan apa yang dia ambil, dia sendiri menarik napas lega dan terlihat lebih relaks. Dadanya tak terasa sesakit tadi. Dia kini sadar, mungkin rasa sakit yang dia rasakan itu karena dia terlalu mencintai suaminya.

“Kamu serius?” tiba-tiba terdengar lagi suara asing yang kini berbicara dengan nada tanya yang datar dan tanpa emosi.

Nurul menganggukkan kepalanya tanpa berpikir lama. Dia rela. Dia rela merasakan sakit luar biasa itu, asalkan dia tetap bisa bersama pasangan hidupnya.

Tak terdengar suara apapun lagi selama beberapa saat.

“Meskipun kamu harus merasakan sakit seperti ini lagi?” tanya si sosok misterius itu.

Nurul menganggukkan kepalanya tanpa ragu.

“Meskipun kamu harus mengorbankan dirimu sendiri?"

Nurul menganggukkan lagi kepalanya tanpa ragu, kali ini dia tersenyum kecil dan berkata pelan, “biarkan aku yang menanggung semuanya asalkan dia bahagia.”

Ketika kata-kata itu terucap dari mulut Nurul, kegelapan dalam dunia yang temaram ini pelan-pelan memudar. Nurul yang awalnya tidak bisa melihat ke arah sosok yang sedari tadi berbicara dengannya itu, kini bisa melihatnya dengan jelas.

Sosok itu memiliki wajah dan postur tubuh sama persis seperti Nurul. Nurul sendiri bahkan merasa seolah-olah sedang melihat bayangannya sendiri dalam cermin ketika melihat sosok itu yang secara perlahan-lahan menjadi lebih jelas dan sempurna.

“Kamu?” tanya Nurul dengan suara bergetar.

“Kamu sudah tahu jawabannya kan? Aku nalurimu,” jawab ‘Nurul’.

“Tapi… Kenapa…” tanya Nurul dengan suara terbata-bata sambil melihat takjub ke arah dirinya sendiri.

Kali ini, setelah memperhatikan ‘Nurul’ dengan seksama, Nurul bisa melihat sedikit perbedaan. Nurul mempunyai mata yang berwarna jernih dan hitam yang terlihat tajam, sedangkan ‘Nurul’ warna matanya lebih menakutkan dan seolah-olah sedang menelanjangi seseorang ketika menatap mereka.

Selain tatapan mata itu, tak ada lagi perbedaan signifikan antara Nurul dengan ‘Nurul’.

Tubuh ‘Nurul’ sendiri terlihat tertutupi kabut tipis berwarna gelap dan sedikit kontras dengan kulitnya yang putih bersih, menimbulkan kesan misterius tapi sama sekali tidak dihiraukan oleh Nurul.

Mereka berdua saling berhadapan dan bertatapan mata tanpa kata-kata. Nurul melihat dengan rasa penasaran kepada kembaran dirinya itu. Kembaran dirinya yang sedari tadi hanya dia dengarkan suaranya.

“Bagaimana bisa?” tanya Nurul dengan suara perlahan setelah sekian lama memperhatikan sosok ‘Nurul’ yang berdiri di depannya.

“Aku sudah mengatakannya tadi. Aku ada untuk melindungimu. Di saat kamu teraniaya, di saat kamu berada pada masa kritis, aku siap untuk menyelamatkanmu, menyelamatkan kita,” jawab ‘Nurul’ masih tak menyerah untuk meyakinkan Nurul.

‘Nurul’ melihat dengan seksama ke arah Nurul yang kini terlihat sedikit ragu ketika mendengar kata-katanya barusan. Dia menunggu jawaban dari Nurul. Keputusan apa yang akan Nurul ambil, di saat dia harus memilih antara dirinya atau kekasihnya.

Nurul lalu menjawab…

=====

Author note:

Nurul jawabnya besok aja. Cuma sempat nulis satu chapter ini.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang