Author note:
Bonus chapter untuk ibundaAriNafiyahAN yang berulangtahun beberapa hari lalu. Maaf bonusnya agak telat, maklum akhir tahun, kerjaan di tempat nguli loadnya lebih daripada biasanya.
Semoga beliau diberi umur yang panjang dan bermanfaat. Semoga Gusti Allah memperlancar segala urusannya dan mempermudah semua usahanya.
Dan tak lupa, semoga beliau segera diberi kesempatan untuk menimang cucu sesegera mungkin. Amin.
=====
Dian dan kedua rekannya berhenti mengejar dan menjaga jarak mereka sambil memperhatikan apa keinginan si target mereka.
Tak menunggu lama, sesosok wanita yang terlihat sedang hamil dan berjalan tertatih-tatih menuju ke lokasi pohon yang ditempati oleh si target. Si wanita hamil itu meletakkan sebuah bungkusan dibawah pohon sambil mengusap wajahnya. Ternyata dia menangis sedari tadi, sejak dia datang, meletakkan bungkusan, dan pergi.
Sama sekali tidak ada kata-kata terucap, atau kalimat obrolan antara si wanita hamil dan target yang ada di dahan pohon yang ada diatasnya. Hanya tangisan si wanita yang membuat semua orang sadar, seperti apa hubungan antara mereka berdua.
April meremas kertas yang ada di tangannya.
Tak punya keluarga? Terus siapa wanita hamil yang meletakkan bungkusan untuk dia?
Desertir karena melawan perintah atasan? Bullshit!!
Seorang prajurit yang mengabdi selama bertahun-tahun di kesatuannya. Bertempur dari satu medan ke medan lainnya, meninggalkan istrinya yang mungkin sedang hamil dan butuh perhatiannya, meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil tanpa kasih sayang seorang ayah.
Saat melihat bayangan sang wanita hamil yang berjalan pergi sambil terus menangis dan terlihat sangat sedih itu, April merasakannya. Ada sesuatu dalam dirinya yang tiba-tiba terasa menggelegak karena merasakan sesuatu yang salah, karena merasakan sebuah ketidakadilan.
Dorongan itu makin menguat dan membuat nafas April sedikit tersengal-sengal. Tapi ada sesuatu yang lain dalam kepalanya yang mencoba menekan semua gejolak dalam tubuh April. Dia memandang kertas di tangannya dengan bingung dan berpikir keras. Sebuah suara berulang-ulang berteriak dalam kepalanya dan mengatakan ‘semua itu tak ada hubungannya denganmu. Ini hanyalah misi dan kita hanya melaksanakan perintah’.
April bimbang. Haruskah dia melanjutkan misi ini ataukah dia melepaskan target mereka?
Angga yang berdiri di sebelah kanan Dian juga mengrenyitkan dahinya saat melihat semuanya. Dia mungkin tak sepandai April, tapi dia tak sebodoh itu. Dengan cepat dia menyadari kalau keterangan yang diberikan dalam deskripsi tugas mereka mungkin sudah diubah sedemikian rupa dan menjadikan target mereka sebagai pihak yang salah.
Tapi, apa yang sedang dilihatnya sekarang, jauh dari tulisan yang ada dalam selembar kertas itu. Angga melihat sepasang suami istri yang harus terpisah karena keadaan. Sang suami adalah seorang prajurit yang harus membela negaranya mati-matian dan meninggalkan istrinya dan keluarganya. Dan kini dia harus menjadi target buruan Angga dan kedua rekannya.
Apakah dunia selalu tak adil seperti ini? gumam Angga sambil mengatupkan rahangnya kuat dan menggit bibirnya sendiri hingga sedikit darah merembes dari sana.
Plakkk.
Sebuah tamparan pelan mengenai pipi Angga dan membuatnya tersadar. Angga melirik ke arah kirinya dan melihat Dian masih menatap target mereka dengan seksama. Dian sama sekali tak terlihat terpengaruh oleh kemunculan sang wanita hamil yang tadi menaruh bungkusan di bawah pohon tempat si target bersembunyi.
“Kalian berdua putuskan, apa tindakan yang harus kita lakukan sekarang,” kata Dian sambil tersenyum kecil dan tetap mengawasi target mereka.
“Maksudmu?” tanya Angga.
“Aku ingin kalian berdua yang memutuskan. Kita akan menangkap si target atau melepaskannya?” tanya Dian lagi.
“Bukankah kamu yang seharusnya menjadi pemmpin tim kita ini?” protes Angga.
“Dalam kondisi biasa, mungkin aku akan melakukannya. Tapi di saat kondisi kritis seperti ini, aku ingin kita mengambil keputusan bersama-sama,” jawab Dian.
Angga dan April saling berpandangan. Mereka bimbang, seandainya saja mereka tak pernah berlatih di bawah pengawasan Munding, mereka pasti akan memilih untuk mengeksekusi misi ini tanpa banyak bertanya, menjadi seorang prajurit yang sempurna dan melaksanakan perintah atasan mereka tanpa pernah bertanya.
Tapi, kini semua itu lain.
Setelah hampir setahun mereka berlatih dibawah bimbingan Munding, mungkin instruksi yang paling sering mereka dengar dari Pakdhe adalah ‘percayai nalurimu’.
Entah berapa kali setiap mereka bertemu masalah dan kebingungan dalam mengambil keputusan mereka akan selalu mendapatkan jawaban yang sama dari Pakdhe. Lambat laun, semua itu membuat mereka mempercayai apa kata hati mereka sepenuhnya. Mereka juga makin mengenal diri mereka sendiri. Pun saat beberapa bulan lalu mereka kalah bertarung saat sparing melawan kawan-kawan yang lain, mereka sama sekali tak kecewa.
Karena Pakdhe sama sekali tak menunjukkan rasa kecewa. Tak ada amukan, tak ada makian, tak ada kata-kata penuh kemarahan dari Pakdhe karena kegagalan mereka. Dia hanya tersenyum dan berkata, “aku bangga kalian telah melakukan yang terbaik. Selebihnya serahkan pada Gusti Allah.”
Hanya itu, sederhana, sesederhana gaya hidup Pakdhe yang sudah mereka jalani juga sekian lamanya.
Kini, saat mereka kembali dihadapkan pada sebuah pilihan yang membuat mereka gamang. Haruskah mereka mengeksekusi misi tanpa memikirkan kenyataan apapun di depan mereka? Atau mereka akan mengikuti cara Pakdhe untuk menyelesaikan masalah ini dengan mempercayai naluri mereka?
Grusaakkkkkk.
Di saat ketiga remaja itu sedang dilanda kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan, target mereka turun dari atas pohon dan mengambil tas bingkisan yang ditinggalkan oleh wanita hamil tadi.
Setelah mendapatkan tas itu, target mereka bergerak secepat kilat dan berniat kembali ke arah gubuk miliknya yang ada di lereng gunung dan jauh diatas pemandian umum ini.
Tentu saja arah yang ditempuh oleh si target sama dengan arah darimana dia datang tadi, dan itu artinya dia akan melewati tempat dimana ketiga anak didik Munding bersembunyi. Hanya dalam hitungan tak lebih dari satu menit, si target sudah sampai ke tempat yang tak jauh dari Dian dan kedua rekannya berada.
Ketika jarak si target hanya sekitar 50m dari tempat Dian dan kawan-kawannya, saat itulah si target kita yang bernama Paijo ini merasakannya. Ada tiga orang serigala petarung yang sedang menunggu dengan diam di suatu tempat yang tak jauh di depannya.
Saat itu juga, Paijo tersadar kalau dia tengah berada dalam incaran tim sergap yang pastinya berasal dari militer. Tanpa berpikir panjang, Paijo langsung memutar badannya dan bergerak turun ke arah pemandian tadi dengan cepat.
Dian yang melihat semua gerak-gerik Paijo sedari tadi terlihat panik untuk sesaat lalu berhasil menguasai diri, “tangkap!! Apa yang akan kita lakukan kepadanya, kita putuskan nanti. Jangan sampai lolos!!”
Mendengar perintah Dian, Angga dan April melesat kearah kiri dan kanan Dian. Seperti sebuah kipas yang direntangkan, Dian, April dan Angga menyebar semakin melebar dengan Paijo sebagai sasaran di tengahnya dan berada dalam posisi lurus dalam kejaran Dian. Angga dan April sendiri berniat untuk mengapit Paijo dari sebelah kiri dan kanan.
Paijo tanpa banyak bicara terus melaju turun ke arah pemandian umum. Dan tanpa disangka-sangka oleh ketiga remaja itu, Paijo menuju ke arah wanita hamil yang masih berjalan perlahan di jalan setapak tak jauh dari pemandian umum itu.
Ketika Paijo berada di dekat si wanita hamil, dia langsung mengeluarkan sebuah belati dari sarung yang ada di pinggangnya dan menempelkan belati itu ke leher si wanita hamil.
“Berhenti, kalau tidak, aku bunuh dia!!” teriak Paijo, membuat Dian dan kedua kawannya terpaku di tempat masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...