Chapter 115 - Trio

3.4K 214 16
                                    

"Bagaimana bisa?" keluh si wanita di sela nafasnya yang terengah-engah.

"Bagaimana Biro bisa tahu identitas kita?" tanyanya lagi kepada seorang wanita yang berdiri di sebelahnya dan sedang menyandarkan punggungnya ke tembok sebuah dinding rumah yang ada di gang sempit itu.

"Aku tak tahu," jawab si wanita satunya pendek.

Mereka berdua adalah anggota Utopia yang sudah bergabung hampir setahun ini dengan organisasi itu. Berbeda dengan anggota yang lain, mereka berdua tidak bergabung karena mempercayai omong kosong keyakinan Utopia. Mereka melakukannya karena pengaruh uang dan tentu saja relasi.

Mereka berusaha menggunakan Utopia untuk memperlancar karier mereka di sebuah lembaga negara tempat mereka bekerja. Mereka tergiur untuk masuk ke Utopia karena tawaran salah satu petinggi di lembaga mereka sendiri.

Mereka masih muda dan merasa kalau karir mereka masih panjang, karena itu, mereka sama sekali tak ragu untuk menerima tawaran itu ketika kesempatan datang. Tapi, setelah mereka merasakan nikmatnya karir meroket selama setahun ini, mereka kini diburu oleh sekelompok orang dari lembaga paling menakutkan bagi serigala petarung seperti mereka semua, Biro.

"Bedebah, pasti ada mata-mata di organisasi kita!" maki si wanita pertama dengan tangan mengepal keras.

"Aku juga curiga ...,"

Boooommmmmmm.

Belum sempat kalimat si wanita kedua selesai diucapkan, suara ledakan keras terdengar. Sesosok laki-laki, lebih tepatnya pemuda, berdiri di atas sebuah tembok yang terlihat hancur karena barusan diinjaknya.

"Kalian sudah capek? Tak mau berlari lagi?" tanya Dian sambil tersenyum.

"Ugghhhhhh," keluh si wanita kedua ketika melihat sosok anak muda yang usianya jauh lebih muda dari mereka tapi memancarkan intent yang luar biasa kuat, lebih kuat daripada pemimpin grup mereka sendiri yang berada di sebelahnya, meskipun mereka berdua sama-sama petarung inisiasi.

"Kamu hanya sendiri?" tanya si wanita pertama sambil mengatupkan rahangnya.

Dia sudah lelah berlari. Ketika melihat Dian datang seorang diri, dia memutuskan untuk menyabung nyawa demi peluang lebih untuk melarikan diri.

"Aku sendiri. Kenapa? Lebih percaya diri karena kalian berdua?" tanya Dian sambil tersenyum kecil yang justru terlihat menyerupai sebuah seringai.

Kedua wanita itu saling berpandangan mata dan menganggukkan kepala mereka tak lama kemudian. Mereka sepakat untuk bertarung melawan Dian di tempat ini.

"Hmm," Dian memiringkan kepalanya ke samping dan berdiri di atas tembok yang diinjaknya.

Baju taktis berwarna hitam yang dia pakai terlihat kontras dengan tembok berwarna putih dan sekelilingnya. Dian menyatukan kedua telapak tangannya dan terlihat seperti melakukan gerakan pemanasan dengan santai dan rileks.

Tanpa aba-aba, tanpa kode, dua orang wanita itu melesat ke arah Dian bersamaan dan melancarkan serangan mereka.

Dian menghapus senyuman dari bibirnya dan memasang wajah serius. Dia tak pernah sekalipun meremehkan musuhnya, seberapa pun lemahnya mereka, karena dia tahu, dia hanya punya selembar nyawa saja.

Boooommmmmm.

Bayangan Dian menghilang dari atas tembok itu disertai bunyi keras karena hentakan kakinya sebagai awalan untuk meloncat ke arah dua penyerangnya.

Dan pertarungan mereka pun dimulai.

=====

"Huft, huft, huft," Angga terlihat terengah-engah lalu berhenti sambil bertumpu kepada kedua lututnya degan posisi membungkuk.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang