Seorang laki-laki terlihat memejamkan matanya dan sama sekali tak memperhatikan sekelilingnya sedangkan di sebelahnya duduk seorang laki-laki lain yang terlihat antusias memperhatikan lautan biru yang ada di bawah kakinya.
Bunyi menggelegar mengiringi perjalanan kedua orang ini yang terbang dengan ketinggian relatif rendah di atas permukaan laut dengan menggunakan sebuah pesawat helicopter type Bell 407 yang berkapasitas 5 penumpang. Selain seorang Pilot dan Co-Pilot yang mengemudikan helicopter ini, bangku penumpang yang ada di deretan belakang hanya berisi dua orang laki-laki tadi.
"Berapa lama lagi?" tanya laki-laki yang memejamkan matanya ke arah si Pilot.
"Setengah jam lagi Pak," jawab si Pilot dengan cepat.
Si laki-laki yang barusan bertanya tetap saja diam dan memejamkan mata seperti tadi. Munding hanya meliriknya sekilas lalu kembali memperhatikan lautan biru di bawah mereka. Dia melihat kapal-kapal nelayan yang asyik menjaring ikan dengan peralatan seadanya di tengah birunya laut yang luas seolah tanpa batas.
Munding dan Arya saat ini sedang menuju Kepulauan Natuna. Mereka ingin mengunjungi Blackhand aka Shakur di sana.
Setelah Arya mendengarkan cerita Munding tentang seorang mantan Apostle Utopia yang sekarang menetap di Natuna, dia segera mengatur trip ini untuk bertemu dengan petarung itu.
Apalagi Arya tahu kalau Shakur pernah menolong Munding sebelumnya dan ditambah lagi, Shakur memilih menetap di tempat ini, itu artinya, Shakur punya sedikit keterikatan dengan negeri ini. Arya merasa kalau peluangnya untuk berkerjasama dengan Shakur akan berjalan dengan sukses.
Karena alasan itulah sekarang dua orang ini sedang menaiki sebuah pesawat helicopter yang mengantarkan mereka ke salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak nun jauh di ujung utara, bahkan melewati Sarawak itu.
Akses normal yang digunakan untuk kepulauan Natuna adalah via laut, tapi untuk wilayah Kabupaten yang masih tergabung dengan Provinsi Kepulauan Riau ini, waktu tempuh dengan kapal ferry cepat dari ibukota provinsi di Tanjung Pinang paling tidak membutuhkan waktu 8 jam.
Arya dan Munding tidak mempunyai waktu selama itu, mereka memilih menggunakan helicopter yang sering digunakan untuk operasional industry migas yang memang banyak terdapat di perairan Natuna untuk menuju kesana.
=====
Munding berjalan pelan menyusuri pantai berpasir putih dan tersenyum kecil. Dia sudah melepas alas kakinya dan kini hanya bertelanjang kaki saja. Celana kain yang dia kenakan sudah digulung sampai ke bawah lutut. Sesekali, dengan antusias, dia akan melihat ke arah berbagai hal yang membuatnya tertarik di pantai yang indah ini.
Arya berjalan di samping Munding dengan tampilan yang sangat kontras sekali. Dia mengenakan kemeja rapi tanpa jas, sebuah kaca mata hitam yang menutupi matanya dan wajahnya masih saja menunjukkan raut muka serius tanpa senyum, membuat mukanya yang mengerikan dengan bekas luka melintang itu semakin menyeramkan. Munding yakin jika ada wanita hamil yang hendak melahirkan lalu dia melihat Arya, maka bayi yang ada dikandungan si Ibu akan memilih untuk tidak lahir saat itu.
Tapi, ada satu hal yang lucu dari penampilan super serius milik Arya, sama seperti Munding, dia menggulung celananya dan menenteng sepatu kulit hitam dengan tangannya. Sesuatu yang kontras dengan mimik wajah seriusnya.
Tak lama kemudian, Munding mengangkat kepalanya dan melihat ke arah kejauhan. Dia melihat sebuah bangunan yang dibangun di atas air dengan batang nibung dari penyangganya. Dinding rumah itu terbuat dari papan lokasinya belasan meter dari garis pantai yang sekarang diinjak oleh Munding dan Arya.
Di sekitar rumah itu, ada beberapa rumah lain yang dibangun berdekatan dan dihubungkan dengan menggunakan jembatan yang juga dibangun di atas batang nibung yang ditancapkan ke laut lalu diikat dengan tali dari ijuk.
Munding tahu kalau Shakur ada disana. Dia merasakannya.
Shakur bagaikan sebuah nyala bulan purnama yang terang di antara bintang-bintang yang berkelip lemah di malam yang gelap gulita. Persepsi Munding merasakannya dengan jelas.
"Ugghhhhhh," Arya tiba-tiba merintih dan memegang perutnya.
Munding hanya tersenyum kecil, "Dia tak serius, mungkin dia tak mau diganggu," katanya pelan sambil menepuk-nepuk punggung Arya.
Untuk sesaat tadi, Arya memang menggunakan persepsi intent miliknya untuk sekedar mengetahui dimana posisi Shakur. Sebagai seorang petarung inisiasi, dia dapat melakukan itu dengan mudah. Sama seperti saat dulu Munding terbangun dan terjaga ketika ada dua grup tim pasukan khusus yang membawanya beberapa bulan setelah dia menikah muda.
Tapi, berbeda dengan kasus itu, apa yang dilakukan oleh Arya sekarang, seperti melemparkan sebuah telur ke sebuah batu besar. Tentu saja si telur akan pecah berantakan. Seorang petarung inisiasi ingin mencoba menggunakan persepsinya untuk mendeteksi seorang petarung manifestasi, mungkin jika tidak ada Munding di sisi Arya, Shakur akan menganggap Arya seorang musuh yang datang untuk menantangnya.
Setelah Munding memastikan kalau Shakur berada di salah satu rumah pelantar yang berada di atas laut itu, dia pun berjalan sedikit cepat dan tak lagi menoleh ke kiri dan kanannya.
Arya mengikuti Munding dari belakang, dengan posisi tubuh sedikit bersembunyi di belakang Munding. Dia ingin menjadikan Munding sebagai tameng bagi dirinya kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Sedikit licik, tapi dunia memang seperti itu kan?
Selalu ada orang yang lebih tinggi dari kita untuk menyangga, saat langit runtuh di atas kepala.
=====
Seorang laki-laki berkulit hitam terlihat sedang asyik memegang joran pancing di teras rumahnya. Berbeda dengan rumah kebanyakan, karena rumah ini ada di atas air laut, dia bisa dengan mudah memancing dari depan rumah.
Munding memperhatikan Shakur dengan antusias sedangkan Arya terlihat duduk di sebuah kursi yang ada di belakang kedua orang itu.
Seorang warga negara asing berkulit hitam yang terdampar di sebuah pulau kecil entah dimana, ditemani oleh seorang pemuda kampung dengan tampilan seadanya, dan diperhatikan oleh seorang laki-laki berdandan rapi dengan tampilan keji. Kombinasi yang unik dan aneh tercipta tanpa sengaja.
"Dapat ikan apa?" tanya Munding.
"Ini, ikan kerapu kecil, untuk lauk," jawab Shakur dengan bahasa Indonesia yang patah-patah tapi bisa dimengerti oleh Munding.
"Aku ke sini mau mengucapkan terima kasih untuk pertolonganmu waktu itu," kata Munding.
"Don't mention it. Tak masalah. Aku suka membantumu," jawab Shakur.
Mereka berdua lalu terdiam.
"Fish on!!" teriak Shakur tiba-tiba sambil mengangkat joran pancingnya ke atas.
Namun tak sesuai harapan Shakur, joran itu meliuk tajam dan menukik ke bawah, rupanya si ikan tak bersedia menjadi lauk tanpa perlawanan. Sebuah naluri yang memang dibekalkan kepada setiap mahluk hidup ciptaanNya. Naluri untuk bertahan hidup sampai titik darah penghabisan.
Munding memperhatikan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...