Chapter 134 - Usaha part 1

2.4K 150 17
                                    

Geppetto merapikan letak kacamatanya yang melorot ke bawah dengan ujung jari telunjuk tangan kanannya. Dia baru saja melihat drama yang bahkan membuat seorang ilmuwan gila yang keji sepertinya tersentuh.

Geppetto lalu berjalan meninggalkan pintu depan ruangan tempat dia menyekap dan menyiksa Lee. Jubah berwarna putih miliknya terlihat berkibar-kibar karena kecepatan kakinya melangkah. Dia mungkin tak akan memicingkan mata atau berkedip saat menyuntikkan serum racun milikinya ke tubuh seorang pejabat atau kepala negara. Tapi sesaat tadi, saat melihat Johnny menghabisi nyawa sahabat kecilnya dengan kedua tangannya sendiri, bahkan Geppetto pun merasakan kesedihan yang luar biasa.

Tapi, Geppetto bukan lah lagi seorang Clown.

Dia sekarang tuhan baru bagi Utopia. Dia harus belajar menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan. Karena mulai saat ini, di matanya, semua mahluk hidup selain dirinya adalah boneka. Boneka yang bisa dia mainkan sesuka hati. Boneka yang bisa dia manipulasi sekehendak diri. Boneka yang tak boleh melawan dan harus tunduk pada perintahnya.

Geppetto perlahan-lahan mengikis rasa sedih dalam dirinya seiring langkahnya yang makin laju. Semakin lama, raut muka sedih di wajahnya berubah menjadi senyum ceria dan makin melebar menjadi sebuah tawa.

“Aku Geppetto. Aku sudah terlepas dari rasa kemanusiaan!!” gumam Geppetto sambil mengatupkan rahangnya.

=====

Pada suatu ketika, Munding pernah membuka sebuah amplop yang diterimanya dari Arya saat dia diundang untuk berdiskusi tentang program latihan anggota didik baru dari Biro. Saat Munding menyentuh amplop dengan tangannya, sebuah kekuatan yang sangat ajaib membawanya ke sebuah negeri antah berantah yang indah dan menyerupai gambaran khayangan dari legenda.

Setelah Munding berada di dunia khayalan itu beberapa kali dan sudah mengakrabi sang pemilik dunia khayalan, Munding memahami prinsip kerjanya.

Manifestasi intent adalah sesuatu yang memiliki potensi luar biasa. Munding sama sekali tak pernah membayangkan bahwa nun jauh di sana, seseorang telah menciptakan sebuah teknik untuk menciptakan sebuah dunia khayalan dengan teknik manifestasi intent milik mereka. Teknik yang bernama ‘Tian Di’ dan dimiliki oleh Cui Lan Seng.

Tian Di menggunakan prinsip kerja yang hampir mirip dengan world wide web alias jaringan internet. Setiap petarung yang pernah mendapatkan undangan untuk masuk ke dalamnya, secara otomatis akan mendapatkan sebuah penanda yang berasal dari karakteristik intent yang dimiliki oleh seorang petarung, dimana karakteristik intent ini adalah unik dan tak ada duanya. Bahkan untuk dua orang petarung manifestasi yang memiliki konsep sama.

Secara logika, keunikan karakteristik intent yang dimiliki oleh masing-masing petarung ini dapat diibaratkan dengan ip address yang dimiliki oleh sebuah komputer.

Cui Lan Seng sebagai pemilik teknik Tian Di, berlaku seolah-olah sebagai server dan menjadi backbone dari jaringan internet yang menghubungkan semua petarung-petarung yang pernah masuk ke dalam Tian Di. Itu artinya, Cui Lan Seng dapat melakukan tracing dan mengecek setiap petarung yang pernah dia kenal. Sebuah proses sederhana seperti perintah ‘ping’ dalam dunia internet untuk mengecek status ip address tertentu.

Jian, sebagai pemimpin tertinggi Kongzi, tentu tak akan tinggal diam ketika salah satu sekutu terkuatnya menghilang tanpa jejak. Solusi yang dia gunakan untuk memperoleh informasi tentang keberadaan Demon aka Munding, tentu saja dengan menggunakan teknik Tian Di milik Cui Lan Seng.

Dan inilah yang sekarang sedang mereka lakukan.

Di sebuah puncak pegunungan yang diselimuti kabut tipis dan berangin, empat sosok terlihat berdiri dalam siraman cahaya bulan. Seorang kakek botak berdiri dengan melipat kedua tangannya di belakang punggung, di sebelahnya seorang kakek-kakek lainnya berdiri dengan jarak satu langkah di belakang si kakek botak.

Berseberangan dengan kedua kakek itu, ada seorang kakek lainnya yang berpenampilan jauh berbeda. Dia hanya mengenakan kaos seadanya dan celana yang tidak bisa dikatakan panjang ataupun pendek. Di sebelah sang kakek, seorang laki-laki muda, satu-satunya laki-laki muda, karena ketiga orang lainnya kakek-kakek semua, berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Hidupmu penuh pertarungan, bocah,” puji Jian ke arah Arya setelah melihat sekilas bekas luka dan cacat di wajah Arya.

“Aku hanya melakukan tugas dan mencoba survive sebisa mungkin,” jawab Arya merendah.

“Negeri kalian, memang negeri petarung,” puji Cui Lan Seng dari belakang Jian.

“Oke, oke. Kita disini untuk mencari solusi dan informasi soal Munding kan? Itu prioritas kami, setelah semua kepastian di dapat, kita bisa menghabiskan waktu bertukar pikiran soal yang lain,” potong Dirman.

Jian tersenyum kecil, “Kudengar, kau ini adalah seorang petarung wisdom, tapi kenapa sangat tidak sabaran?”

Dirman menggaruk kepalanya sendiri ketika mendengar kata-kata Jian, tapi dia sama sekali tak punya kata-kata untuk membantahnya.

Jian pun memberi aba-aba kepada Cui. Cui menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke arah kiri mereka bertiga. Cui berhenti ketika dia berada di tepian jurang yang memisahkan pucuk gunung yang indah ini dengan lapisan awan yang mengelilinginya.

Mulut Cui lalu berkomat-kamit membaca mantera. Dia lalu meminum air segelas dan disemburkannya ke muka sang pasien. Eh? Ini mah mbah dukunnya Alam.

Cui diam lalu kedua tangannya bergerak dan seolah-olah seperti sedang memegang bola imajiner di antara kedua telapak tangannya. Cui lalu mulai bergerak perlahan-lahan menyerupai gerakan Tai Chi yang sangat populer di film-film kungfu itu. Cui seolah-olah bergerak dan menyatu dengan alam di sekitarnya, gerakannya mengalir seperti sebuah aliran energi yang tanpa batas dan kekal.

“Segitunya ya?” tegur Dirman ke arah Jian.

Jian hanya tersenyum kecut, “Cui!!!”

Cui menghentikan gerakannya dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Sekali-kali keliatan keren kan nggak pa-pa,” sungut si Kakek tua itu.

Dengan posisi berdiri, Cui lalu melambaikan tangannya seperti sedang menepis lalat dan tiba-tiba, awan putih menggumpal yang mengelilingi pucuk gunung tempat mereka berada terbelah. Dari belahan awan itu, seekor naga dari legenda china yang berukuran raksasa dan kepalanya berukuran sebesar pucuk gunung yang mereka tempati, perlahan-lahan keluar.

“Tian Long, cari jejak Demon! Kau tahu kan baunya?” perintah Cui tanpa basa basi kepada si naga yang dipanggil Tian Long itu.

Si Naga mengenguskan napasnya saja ketika mendengar perintah Cui lalu dia melesat terbang di antara gunung-gunung khayangan yang melayang di dalam dunia Immortal ini.

Dirman dan Arya masih tertegun di tempatnya. Sekalipun mereka tahu kalau semua yang mereka lihat adalah hasil manifestasi intent dengan menggunakan teknik milik Cui Lan Seng, tapi tetap saja mereka terpana ketika melihat mahluk mitos berukuran raksasa barusan.

“Sekalipun itu cuma khayalan dengan menggunakan manifestasi intent, tapi tetap saja…” gumam Dirman.

“Manifestasi intent?” tanya Cui sambil melihat ke arah Dirman sambil tersenyum kecil.

Melihat reaksi Cui, Arya dan Dirman saling berpandangan dengan tatapan kebingungan.

“Teknik Tian Di ada sebelum aku lahir, bahkan ratusan tahun sebelum aku lahir. Lalu pertanyaannya, kenapa ketika mereka meninggal dunia, teknik ini tetap ada. Apakah Tian Di milikku, berbeda atau sama dengan Tian Di milik pendahuluku?” jelas Cui.

“Tian Long…”

“Dia ada, bahkan ketika aku pertama kali bisa menggunakan teknik Tian Di ini. Jadi, katakan padaku, apakah dia hasil dari manifestasi intent-ku atau bukan?” tanya Cui yang disambut diam oleh Dirman dan Arya.

=====

Author note:

Met ultah untuk roi Roikha217, dari nama akunnya aja keliatan 21-7, wkwkwkwk.

Semoga apa yang dicita-citakan segera dikabulkan oleh Allah SWT. Amin.

Eh, kalau dipikir2, dah lebih dari setahun ya ketemu di wp? Sekarang wp-nya masih aktif apa nggak sih?

Satu chapter lagi deh, nanggung part 2 nya.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang