“Haaahhhhhh!!”
Sebuah teriakan keras terdengar saat salah seorang anggota tim serang dari Biro sedang melakukan sparing melawan rekannya. Puluhan rekan-rekan yang lain duduk dan membentuk lingkaran yang berdiameter agak lebar untuk memberikan ruang gerak bagi pasangan petarung yang berada di tengah lingkaran itu.
Munding, Afza, dan Arya hanya melihat mereka dari kejauhan saja. Afza punya asisten pelatih yang berjumlah lima orang dan menemani mereka semua berlatih.
“Munding, kupikir jika mereka berlatih sesuai caramu, mereka akan menjadi kuat sepertimu,” gumam Arya sambil melirik ke arah dua orang remaja yang terkapar di salah satu sudut lapangan dan mendapatkan perawatan intensif dari tenaga medis, hanya satu orang cowok yang terlihat tak terluka dan membantu merawat kedua rekannya.
“Hahahahahaha,” Munding hanya tertawa saja mendengar kata-kata Arya.
Dari ketiga anak didiknya, Angga dan April terkapar tak berdaya saat berduel melawan musuhnya. Hanya Dian yang mampu mendominasi lawan-lawannya dan dianggap sebagai salah satu yang terkuat dari tim serang dari Biro yang masih dalam masa training ini.
“Mereka harus menemukan jalan mereka sendiri. Aku hanya menuntun mereka, sama seperti orang tua yang menuntun anaknya yang masih bayi dan belajar berjalan. Tapi mereka sendirilah yang harus mengumpulkan keberanian dan tekad untuk melangkahkan kakinya sendiri,” jawab Munding.
“Heleh! Ndak usah sok dalem gitu!!” teriak Afza sambil melempar sebuah kulit pisang ke kepala Munding.
Ketiga orang sahabat ini lalu tertawa terbahak-bahak sesaat kemudian. Mereka asyik bercengkerama dan bercanda sambil melihat sparing antara anak-anak itu di kejauhan. Sesekali mereka akan mengomentari pertarungan yang terjadi di tengah lapangan itu.
“Huft,” Munding membuang napas panjang.
“Kenapa?” tanya Arya.
“Serigala harusnya lahir dan tumbuh dewasa di alam liar. Apa yang kalian harapkan dengan mengekang mereka dalam kandang ini?” gumam Munding pelan.
Arya dan Afza terdiam. Mereka bukan lagi prajurit hijau yang bertemu dengan Munding beberapa tahun lalu saat insiden dengan Hikari. Mereka berdua paham betul dengan apa maksud kata-kata Munding.
“Itulah kenapa aku datang kesini,” kata Munding, “Aku mau ketiga anak didikku mulai menerima penugasan dari Biro. Biarlah mereka bekerja dalam tim.”
“Kamu serius?” tanya Arya.
“Aku serius. Aku tak mau mereka terlalu lama menikmati kedamaian hidup di tempatku. Kalau Biro menginginkan seorang petarung yang tangguh, duel hidup dan mati adalah suatu keharusan,” jawab Munding.
“Maksudmu… Kamu mau mereka melakukan misi berbahaya tanpa pengawasan darimu?” tanya Arya.
“Itu adalah kondisi yang paling ideal,” jawab Munding.
Mereka bertiga kembali terdiam setelah mendiskusikan tentang usulan yang diajukan Munding tadi. Mungkin usulan yang diberikan Munding sangatlah masuk akal dan sesuai, tapi resikonya juga sangat besar. Mereka bisa kehilangan bibit-bibit unggul yang akan menjadi penerus Biro di masa yang akan datang. Belum lagi jika membayangkan kemarahan dari pihak keluarga mereka yang ditinggalkan.
“Oke. Aku akan memikirkan soal itu. Tapi aku ingin memberitahukan informasi lain,” kata Arya.
“Hm?” tanya Munding sambil mengrenyitkan dahinya.
“Kita pernah berdiskusi tentang Utopia kan? Organisasi itu makin lama makin menjadi. Selain melakukan perekrutan untuk penganut mereka secara sukarela, mereka juga melakukannya dengan cara pemaksaan dan kekerasan,” kata Arya.
“Mereka bahkan melakukan itu kepada beberapa pemimpin negara yang masih lemah pertahanannya.”
“Kita punya kabar baik dan kabar buruk tentang sepak terjang Utopia tadi akhir-akhir ini,” kata Arya.
“Aku siap mendengarkan,” jawab Munding setengah hati, karena sejujurnya dia tak begitu tertarik dengan sekumpulan serigala petarung yang berniat membuat agama mereka sendiri itu.
“Kamu ingin dengar yang mana lebih dulu?” tanya Arya sambil tersenyum menyeringai.
“Buruk lebih dulu, baru yang baik. Lebih enak seperti itu,” jawab Munding.
“Oke. Oke,” jawab Arya sambil menganggukkan kepala, “kabar buruknya, Utopia sudah mulai menancapkan cakarnya ke negeri kita. Kasman adalah buktinya. Saat kami menginterogasi keenam orang yang berhasil kita tangkap waktu itu di pesta pernikahan anaknya, mereka semua setidaknya pernah mendengar Kasman menyebut tentang Utopia. Bahkan salah satunya juga pernah mendengar kalau Kasman mengaku sebagai penganut Utopia dan pernah datang ke holyground mereka.”
“Holyground?” tanya Munding kebingungan.
“Iya. Menurut si tersangka yang pernah mendengar langsung cerita Kasman, Utopia mempunyai sebuah pulau di tengah Samudera Atlantik yang sangat indah. Kehidupan disana bagaikan surga. Para lelaki akan dilayani oleh bidadari dan para wanita juga akan dilayani oleh bidadara, sebanyak yang kita mau. Saat Kasman disana, dia tak ingin pulang lagi ke Indonesia,” kata Arya.
“Utopia punya tempat semacam itu?” gumam Munding pelan, “Mereka punya dukungan finansial yang luar biasa kalau bisa mewujudkan surga di dunia,” lanjutnya dengan suara yang makin pelan.
“Kami semua tahu itu. Tapi orang-orang seperti Kasman merasa kalau mereka benar-benar telah menemukan dan merasakan surga yang dijanjikan oleh Utopia. Karena itulah, aku sadar kalau Kasman sudah dicuci otak sampai ke taraf tanpa ragu bunuh diri demi janji surga yang dia terima,” jawab Arya.
“Sama seperti pelaku-pelaku bom bunuh diri?” tanya Munding.
Arya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Kabar baiknya?” tanya Munding kemudian.
“Kabar baiknya, perkembangan Utopia sedemikian pesatnya. Bahkan beberapa agama yang sudah lebih dulu ada di dunia merasa terancam dan harus mengambil tindakan. Dan kali ini tindakan tersebut diprakarsai oleh Konfusianisme. Mereka berbasis di China dan memiliki organisasi utama dengan sebutan Kongzi,” jawab Arya.
“Kongzi berniat mengumpulkan para serigala petarung dan melakukan konsolidasi untuk membendung momentum Utopia. Karena itu, mereka berniat mengundang serigala petarung yang memiliki pengaruh untuk datang ke China,” lanjut Arya setelah menarik napas dalam tadi.
“Itu saja? Aku rasa, masalah Utopia ini terlalu jauh dari jangkauan nalar kita. Lebih baik kita lupakan saja dan biarkan Kongzi atau organisasi lainnya untuk menghadapi masalah ini,” kata Munding dengan nada datar, “Aku hanya seorang petani kampung yang ingin hidup damai bersama keluargaku,” lanjutnya.
Arya hanya tersenyum pahit mendengar kata-kata Munding, “Munding, mungkin kamu hanya merasa bahwa dirimu hanyalah seorang petani biasa saja. Tapi orang lain tidak melihatmu seperti itu. Satu-satunya alasan kenapa aku memberitahu soal gathering ini adalah… Karena di surat undangan mereka ke Biro yang mewakili otoritas petarung di negeri ini, mereka jelas-jelas menyebut nama Demon disini,” kata Arya sambil membuka tasnya dan menunjukan sebuah undangan yang sangat sederhana dan sama sekali terlihat normal.
Ketika Munding menyentuh kertas undangan itu, sekujur tubuhnya tiba-tiba saja seperti merasakan aliran rasa hangat dari ujung telapak tangan yang memegang kertas itu. Lalu tiba-tiba, pemandangan di sekitar Munding berubah.
Munding tak lagi berada di pinggir lapangan tempat latihan anak didik Biro bersama Arya dan Afza, tapi Munding merasa kalau dia ada dalam sebuah tempat yang sungguh unik. Tempat ini berada di pucuk gunung berbatu dengan tebing curam di sekeliling Munding. Awan yang berwarna putih terlihat mengambang pelan dengan tenang di kejauhan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Aksi(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...