“Dia berkata: Tuan, tolong ikuti saya. Atas undangan Tetua Cui, semua petarung manifestasi akan mengadakan diskusi terpisah di ruangan yang sudah disediakan,” kata si Gadis Penerjemah yang duduk di sebelah Munding.
Munding hanya menganggukkan kepalanya dan mengikuti gadis cantik gemulai yang baru saja mendekat ke arahnya dan mengundangnya tadi.
Munding juga bisa melihat belasan orang lain yang tadinya sedang menikmati hiburan tarian bersamanya, ‘diculik’ satu persatu dan menuju ke tempat yang sama dengan dirinya sendiri.
Munding sedikit merasa tegang. Sejak duelnya dengan Jian tadi, Munding tahu kalau diatas langit masih ada langit lagi, sky above the sky. Dia tahu kalau setiap saat, nyawanya akan selalu terancam.
Tapi setidaknya dia sedikit tenang, karena setelah duelnya melawan Jian tadi, Munding tahu kalau Kongzi sama sekali tak memiliki niat buruk terhadap dirinya.
Tak lama kemudian, Munding berserta gadis penerjemah yang menemaninya masuk ke dalam sebuah ruangan yang lebih terkesan informal. Suasana di dalam ruangan ini jauh lebih rileks dengan penerangan yang tidak terlalu terang seperti di aula besar tadi. Beberapa gadis pelayan yang berdandan cantik terlihat sibuk melayani para tamu yang sekarang memenuhi ruangan ini.
Dari sekian banyak tamu undangan yang datang ke tempat ini, hanya terdapat belasan orang saja serigala petarung tahap manifestasi. Meskipun mereka hanya berjumlah sedikit, tapi masing-masing petarung itu rata-rata mewakili faksi mereka.
Seperti sepasang biksu yang terlihat garang dan dikenal sebagai warrior monks dari Tibet, Batu Karang dan Ombak Laut, mereka memiliki seluruh komunitas petarung Buddhist di Tibet yang mendukung mereka.
Perwakilan dari klan, keluarga, dan aliansi juga mempunyai backing yang kuat berdiri di belakang mereka. Jadi tidak ada satupun orang yang tidak memiliki pengaruh disini, kecuali satu orang saja.
Munding yang berdiri seorang diri tanpa ada yang mengajaknya untuk bercakap-cakap.
Beberapa veteran serigala petarung juga terlihat menatap ke arah Munding dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan penasaran. Untuk menjadi seorang petarung manifestasi di usia Munding, itu artinya laki-laki ini memiliki potensi yang luar biasa. Entah sampai titik mana di akan berkembang puluhan tahun nanti.
Tentu saja dengan catatan kalau Munding tidak mati di tengah jalan.
Potensi adalah satu hal, backing dan musuh adalah hal lainnya. Mungkin para veteran itu mengagumi potensi Munding, tapi mereka juga tidak ingin gegabah untuk proaktif dan mendekati Munding. Mereka belum tahu faksi mana yang kemungkinan bisa menjadi musuh bocah itu.
Kalau lah Munding memiliki musuh bebuyutan yang datang dari faksi yang luar biasa besar, potensi Munding mungkin tak akan cukup untuk membuatnya bertahan hidup hingga benar-benar matang.
Munding sendiri terlihat tidak begitu memperdulikan tatapan mata dari para petarung tua yang sekarang seolah-olah sedang melihat kearahnya seperti sebuah investment yang sedang dipertimbangkan.
“Kamu sendirian?” tegur seorang wanita tiba-tiba mengagetkan semua orang yang ada di ruangan ini.
Chiyo mendekat ke arah Munding dan terlihat akrab dengan pemuda itu. Di belakang Chiyo, dua orang petarung manifestasi dari Takeda terlihat berjalan dengan santai sambil sesekali menyapa rekan petarung yang mereka kenal.
“Hei, kamu bisa pergi. Ada aku disini. Aku bisa menjadi translator untuk dia,” gumam Chiyo dengan nada datar ke arah gadis penerjemah yang berada di sebelah Munding.
Si gadis penerjemah lalu membungkukkan badan dan menghilang ke arah pintu yang dikhususkan untuk pelayan yang ada di belakang. Munding hanya meliriknya sekilas dan melihat heran ke arah Chiyo, “Bukankah kamu petarung inisiasi?” tanya Munding.
“Iya. Aku petarung inisiasi. Tapi aku adalah kunoichi terbaik yang dimiliki Takeda. Jadi akulah yang sebenarnya mendapatkan informasi mendalam tentang pergerakan Utopia,” jawab Chiyo dengan bangga.
“Karena itu mereka mengijinkanmu masuk?” tanya Munding.
“Bukan mengijinkan, lebih tepatnya, mereka memintaku untuk ikut masuk. Munding, mungkin kamu tidak tahu, tapi keluargaku, keluarga Mochiyuki, adalah keluarga ninja terbaik di Jepang, bertemu dengan salah satu descendant keluarga Mochiyuki lebih langka ketimbang bertemu dengna petarung manifestasi,” kata Chiyo sambil menepuk dadanya yang entah kenapa belum tumbuh sempurna itu.
“Oke,” jawab Munding pelan.
Chiyo cemberut ketika melihat reaksi Munding. Dia ingin melanjutkan lagi soal kehebatan keluarganya tapi saat kata-kata Chiyo hampir sampai di kerongkongan, sebuah suara mengagetkan mereka semua.
“Selamat siang rekan-rekan,” kata seorang kakek tua yang tidak memiliki rambut di kepalanya.
Munding mengenal sosok Kakek Botak itu, dia adalah Jian. Saat semua petarung manifestasi melihat ke arah sosok yang kini berdiri bersama mereka dan sedang berbicara, serentak, sebagian besar dari mereka langsung membungkukkan badan, terkecuali Munding.
Saat semua orang melihat Munding tidak membungkukkan badannya ke arah Jian, sang legenda yang menjadi tulang punggung bagi Kongzi, sebagian besar dari mereka mencibir Munding karena ketidaktahuannya.
Mereka juga berharap kalau Jian akan tersinggung lalu akan memberi pelajaran kepada si genius yang sudah mencapai tahap manifestasi di usianya yang belia itu.
Sambil tetap membungukkan badan, mereka memperhatikan apa yang terjadi di depan mereka dengan persepsi intent yang mereka miliki. Berbeda dengan petarung lain, petarung dari Klan Takeda hanya melihat sikap Munding dan menganggapnya sebagai suatu kewajaran. Mereka sudah bisa memperkirakan hasil dari duel antara Munding dan Jian di depan aula tadi pagi.
Jian berjalan pelan ke arah Munding dengan langkah yang pelan tapi pasti. Semua petarung yang ada di dalam ruangan ini menunggu saat-saat dimana Jian akan memberi pelajaran pada si pemuda yang tak tahu diri.
“Munding, kenapa diam saja di pojokan seperti itu?” tanya Jian sambil tersenyum lebar.
Saat itu, bagaikan mendengar sebuah lelucon yang terlalu garing dan tidak lucu, para petarung yang tadinya berharap kalau Jian akan memberi pelajaran kepada Munding karena kekurang ajaran si Pemuda merasakan tamparan keras di wajah mereka.
“Jian mengenal pemuda itu?” tanya beberapa orang petarung itu dalam hatinya.
Munding hanya tersenyum kecut. Bukan apa-apa, dia sama sekali tak paham bahasa yang digunakan oleh orang-orang di sekelilingnya. Satu-satunya suara yang bisa dia pahami dan mengerti adalah kata-kata yang keluar dari mulut gadis penerjemah yang menemaninya dari tadi, dan sekarang diganti oleh Chiyo.
"Kalian semua mungkin belum kenal dengan anak muda ini. Tapi satu yang patut kalian ketahui," kata Jian setelah menyapa Munding tadi, "dalam beberapa tahun ke depan, dia mungkin akan menjadi petarung yang lebih kuat dibandingkan aku," lanjut Jian setelah berhenti sebentar.
Semua orang yang berada dalam ruangan itu terkejut ketika mendengarkan kata-kata Jian barusan.
Siapa yang tak kenal dengan Jian?
Dia adalah petarung terkuat yang mendominasi Asia selama beberapa dekade terakhir karena satu alasan, Jian memiliki legendary concept.
Jian tak pernah kalah saat menghadapi beberapa petarung manifestasi sekaligus dan itu adalah sebuah fakta yang sudah tidak menjadi rahasia lagi.
Jika Jian mengatakan anak muda itu akan bisa mengalahkan dia dalam beberapa tahun ke depan, itu artinya satu.
Si Kampungan penyendiri itu juga pemilik legendary concept sama seperti Jian.
=====
Author note:
Chapter kedua dan terakhir hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Aksi(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...