“Selamat, kalian bertiga lulus. Setelah ini, aku akan melatih kalian secara personal,” gumam Munding sambil tersenyum kecil dan menyalami ketiga orang yang sekarang berdiri di depannya.
Dua pemuda dan satu pemudi yang berdiri di depan Munding masih sedikit tak percaya dengan apa yang mereka alami. Beberapa saat tadi, mereka masih terjebak dalam dunia kegelapan yang sama sekali asing tapi kini, sang Legenda berdiri di depan mereka dan mengajak bersalaman.
“Bangunkan tiga teman kalian ini lalu bawa mereka kembali ke lapangan. Kalian mungkin sudah menduga siapa aku kan? Tapi aku meminta kalian untuk tidak menyebarkannya,” gumam Munding, “aku punya banyak musuh, dan aku tak ingin kalian ikut terseret ke dalamnya. Mengerti?” tanya Munding.
“Siap!! Kami mengerti!!” jawab ketiga remaja di depan Munding.
Munding menggaruk kepalanya karena melihat sikap mereka yang terlalu kaku dan ala militer, “Kalian boleh kek tadi kalau sama Ketua atau Waketu, tapi kalau denganku, jawab dengan sewajarnya! Ngerti?” tanya Munding.
Mereka bertiga saling berpandangan mata lalu menganggukkan kepalanya ke arah. Setelah itu, mereka membangunkan ketiga orang yang pingsan itu. Munding memperingatkan mereka untuk tidak memberitahukan soal apapun yang terjadi dalam ruangan ini kepada siapapun. Setelah Munding yakin mereka benar-benar bisa menjaga hal itu, dia membiarkan keenam orang itu keluar ruangan.
Arya masuk tak lama kemudian.
Dengan muka penuh harap, Arya bertanya ke arah Munding, “Berapa orang?”
“Tiga,” jawab Munding pendek.
“Yang mana?” tanya Arya sambil membalikkan badan dan melihat kearah luar ruangan melalui jendela kaca satu arah yang ada di dinding menuju ke arah lapangan.
Munding menunjuk ke arah tiga orang remaja yang lolos seleksinya dan melirik ke arah Arya, “ada details background masing-masing?” tanya Munding.
“Ada. Aku akan meminta orangku menyiapkannya. Kamu nginep di training camp ini kan?” tanya Arya.
“Nggak bisa, kamu kan tahu kondisi Nurul,” Munding bertanya balik.
“Jadi?” tanya Arya.
“Tiga orang itu, aku mau detail mereka. Setelah itu, mmm, biarkan mereka datang ke Sukorejo dan berlatih disana. Bisa?” tanya Munding.
“Katamu mereka bukan muridmu!” protes Arya tapi dia tidak bisa menutupi raut muka senang di wajahnya.
“Mereka memang bukan muridku, anggap aja santri kalong,” jawab Munding sekenanya.
“Hahahahahaha. Terserah. Yang penting, aku ingin mereka menjadi kuat!!” jawab Arya setengah berteriak, karena Munding sudah berjalan keluar dari ruangan ini menuju ke parkiran mobil yang akan membawanya pulang.
=====
Angga Pramudya.
Usia 19 tahun.
Putra dari Mayor Jendral Setyawan Pramudya.
Tahap Awakening.Anak Mayjend Setyawan dari istri kedua yang dinikah siri. Ibu kandung meninggal saat melahirkan. Keluarga Ibu kandung sedikit kurang dari segi ekonomi. Angga bertemu dan hidup bersama ayah kandungnya saat kelas 6 SD. Dibully dan dikucilkan oleh keluarga besar Pramudya.
Munding meletakkan kertas berisi biodata lengkap pemuda yang pertama dan membaca lembar kedua yang berisi biodata pemuda kedua yang terlihat nyaman dalam domain kegelapan miliknya.
Dian Nugraha.
Usia 20 tahun.
Yatim piatu.
Tahap inisiasi.Dibesarkan dalam panti asuhan yang dikelola oleh militer. Korban konflik di salah satu lokasi yang dirahasiakan oleh militer. Tak mengenal identitas orang tua kandung dan tak pernah mempunyai orang tua angkat. Troublemaker di panti asuhan dan suka berkelahi. Menjadi serigala petarung secara otodidak. Memiliki record tindak pidana kelas berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...