Chapter 52 - Kejar

3.4K 216 70
                                    

“Seratus dua puluh tiga…”

S-5 sendiri sudah lupa berapa kali siksaan itu menimpanya, satu-satunya yang membuat dia ingat adalah suara itu yang seolah menghitung berapa kali dirinya mengalami hal ini.

S-5 hanya diam. Dia tak lagi melawan, dia tak lagi meronta, dia tak lagi berusaha untuk memberontak. Karena semua itu hanya sia-sia.
Di dalam dunia kegelapan ini, di dalam domain ini, sang Demon adalah penguasa.

S-5 lalu memejamkan mata dan mengatupkan rahangnya, berusaha menerima serangan yang akan datang dan menyiksanya lagi, tapi serangan itu tak kunjung datang. Dia justru merasakan tiupan angin dingin di seluruh badannya.

Angin dingin?

S-5 dengan ragu-ragu membuka matanya. Dia melihat ke arah sekelilingnya yang diselimuti kegelapan malam, sebuah koridor panjang yang dia kenali dan hamparan hutan di sekeliling komplek markas ini. Dia sudah kembali ke dunia nyata.

S-5 menghembuskan napas lega dan langsung terkapar, tidur terlentang di atas lantai yang dingin, tapi dia tak peduli. Dia baru saja mengalami mimpi buruk yang paling menakutkan dalam hidupnya. Mimpi buruk yang benar-benar membuat dia tak akan sanggup untuk merasakannya lagi.

Seluruh tubuh S-5 masih merasakan sisa-sisa rasa sakit luar biasa yang begitu nyata ketika berada dalam dunia kegelapan tadi. Jadi dia tahu persis kalau mimpi buruk yang dia alami tadi bukanlah ‘mimpi’ yang akan hilang setelah semuanya berhenti.

“Bagaimana?”

Sebuah suara yang sangat familiar terdengar di telinga S-5. Suara yang otomatis membuat seluruh bulu kuduk S-5 merinding dan lututnya gemetaran. Suara yang sudah sangat diakrabinya dan bahkan seperti sudah terukir jauh di dalam tulang-tulangnya dan tak akan pernah bisa dihapus lagi.

Suara sang Demon dari dunia kegelapan.

Dengan cepat, S-5 bangun dari posisi telentangnya dan langsung bersujud ke arah suara itu berasal, “Ampunnn. Ampuni aku,” rengek S-5 sepenuh hati, dia tak ingin mengulangi lagi apa yang barusan dia alami.

“Turuti perintah kami, kalau tidak, kita akan kembali bersenang-senang lagi,” ancam Munding ke arah S-5 yang masih meringkuk di lantai koridor yang dingin itu.

Afza dan Dian melihat semuanya dengan tatapan keheranan.

Mereka baru saja berniat untuk menangkap si Seksi yang tadi dikepret oleh Munding dan terlempar ke semak-semak di sebelah mereka, tapi tiba-tiba saja, Munding dan musuh mereka muncul tak jauh dari tempat mereka berdiri dan pemandangan yang aneh tadi pun terjadi. Semuanya hanya berlangsung dalam hitungan detik saja.

“Mana yang satunya?” tanya Munding ke arah Afza.

“Kami baru mau menangkapnya,” jawab Afza.

Munding melihat kearah semak-semak di sebelah koridor dan tersenyum, “Cepetan, keliatannya dia berniat melarikan diri,” kata Munding.

“Eh?” Afza melihat kearah sasarannya dan tersenyum kecut, “petarung awakening mau melarikan diri dari dua petarung inisiasi. Kurasa dia tak terlalu fokus dengan latihannya,” ejek Afza.

Memang benar, sebagai seorang elite Divisi Diplomatik, D-1 lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar menyenangkan orang lain dibandingkan meningkatkan kemampuan bertarungnya.
Tak lama kemudian, bayangan Afza dan Dian pun menghilang karena mengejar sasaran mereka.

Kini hanya tinggal Munding dan S-5 yang masih meringkuk ketakutan di depannya. Munding tak lagi peduli dengan S-5, tujuannya sudah terpenuhi, membuat musuhnya ini mengalami mental breakdown dan memudahkan para elite Biro untuk mengingerogasinya nanti. Kini perhatian Munding teralih kepada sosok yang paling membuat dia tertarik sejak tadi.

Seorang petarung inisiasi yang bahkan bisa mempengaruhi domain Munding.

“Tunggu disini!” kata Munding pelan sambil memerintahkan S-5 agar tak kemana-mana.

Munding lalu berpura-pura berjalan ke arah kantor para petinggi markas ini ketika tiba-tiba dia melesat ke sebelah kanannya dengan pisau jari tangan kirinya siap terhunus dan menusuk ke arah musuhnya yang masih saja bersembunyi.

“Eh?” Munding kaget.

Sasarannya seolah tahu kalau Munding akan menyerangnya dan menghindar dengan cepat. Sosok itu melesat kearah pagar komplek militer tanpa berpikir panjang. Munding mengrenyitkan dahi dan memutuskan untuk mengejarnya.

Munding bergerak cepat tapi jauh dibawah kecepatan maksimumnya. Dia sengaja menggunakan kurang dari separuh kecepatan maksimumnya dan membuat seolah-olah di tak sanggup mengejar sosok itu. Tapi Munding terus mengikutinya.

Bayangan mereka menghilang ditelan kegelapan malam di area pegunungan ini.

=====

Ketika Afza dan Dian datang dengan menyeret si Seksi ke tempat itu tadi, hanya tinggal S-5 yang masih meringkuk dengan tubuh bergetar di atas lantai koridor yang menunggu mereka.

Arya dan Dian saling berpandangan mata dan sedikit ketakutan muncul disana.

Bukankah musuh yang sekarang berada di depan mereka ini adalah petarung manifestasi, dia dapat dengan mudah menghabisi mereka berdua, tapi Munding tak akan segegabah itu meninggalkan musuh seperti itu tanpa melakukan tindakan pencegahan.

“Dimana rekanku tadi?” tanya Afza setelah terdiam dan berpikir selama beberapa saat.

“Ampuuunnnn…” teriak S-5 dengan suara nyaring sambil makin meringkuk di atas lantai.

Ketiga orang yang berdiri di dekat S-5 hanya bisa saling menatap kebingungan. Apa yang Munding lakukan hingga bisa membuat seorang petarung manifestasi menjadi seperti ini?

Tak lama kemudian, Afza menyuruh Dian menyeret S-5 yang meraung-raung ketakutan dengan tubuh yang gemetaran ke arah kantor yang berada di bagian paling belakang komplek militer ini. Sedangkan Afza sendiri, dia memegangi D-1 dan juga menyeretnya mengikuti Dian.

=====

Munding terus mengikuti sosok itu yang melarikan diri ke arah hutan di luar komplek militer ini. Dia juga terus menjaga jarak dan memberikan kesempatan kepada buruannya agar seolah-olah dia berpikir bahwa dia punya kesempatan untuk melarikan diri.

Setelah beberapa saat kedua sosok itu bergerak dalam kegelapan malam di sela-sela rimbunnya pepohonan, Munding akhirnya melihatnya.

Sebuah tempat dengan nyala lampu luar biasa terang dengan ratusan orang bekerja di tengah malam. Mesin-mesin dan manusia-manusia itu sedang asyik melakukan tugasnya masing-masing tanpa menyadari kehadiran Munding.

Munding juga bisa melihat seperti apa garis besar landscape yang ingin diciptakan oleh Utopia di tempat ini. Sebuah gunung yang dibelah lalu menyisakan tebingnya separuh. Di tebing-tebing vertical itu lah beberapa bangunan dibangun dan seolah-olah tergantung pada dinding tebing yang curam.

Dari atas gunung, sebuah air terjun buatan terlihat diciptakan dan akan membelah komplek bangunan tergantung itu tepat di tengah-tengah. Di bagian bawah tebing yang menjadi titik jatuhnya air terjun itu, sebuah sungai buatan terlihat sedang digali dan di sekitarnya, taman-taman sedang dibuat dan dibangun.

Munding harus mengakui kalau konsep yang dimiliki oleh Utopia memang luar biasa untuk menciptakan sebuah komplek seperti ini. Berapa dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah landscape impian seperti ini menjadi nyata?
Dari situ, Munding dapat memperkirakan kemampuan finansial organisasi Utopia.

=====

Author note:

Dua aja ya gaess. Happy malming.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang