Chapter 120 - Anak Ayam

3.2K 192 9
                                    

Dua buah bayangan terlihat bergerak menuju ke arah sisi barat pulau tempat Laboratorium berada. Berbeda dengan Apostle lain, Clown mungkin satu-satunya Apostle yang memilih tinggal di tempatnya bekerja, bukan di Istana bersama Apostle lainnya.

Selain dua buah bayangan itu, beberapa sosok bayangan lain juga bergerak cepat. Berbeda dengan Munding dan Shakur, rombongan kedua ini sama sekali tak takut kalau pergerakan mereka dilihat oleh orang lain, karena mereka adalah anggota Divisi Soldier yang bertanggung jawab untuk keamanan Utopia.

Tapi berbeda dengan mereka berdua, rombongan Divisi Soldier itu bergerak menuju ke arah pantai, kemana lagi kalau bukan untuk meringkus Jian dan Ali?

Hanya dalam hitungan menit, Munding dan Shakur tiba di depan sebuah bangunan yang terlihat sepi. Bangunan yang dulu pernah dikunjungi oleh Knife saat mencari Clown. Sama seperti Knife, Shakur juga dengan cekatan dan familier bergerak melewati taman di depan gedung yang terlihat sepi dan sedikit menyeramkan itu.

Berbeda dengan Knife yang memiliki otorisasi untuk memasuki gedung ini, Shakur dan Munding tentu saja tak memilikinya. Munding sendiri sama sekali tak tahu bagaimana caranya Shakur berencana untuk masuk ke gedung ini. Dengan kekerasan?

Shakur berjalan menuju ke depan pintu utama yang tertutup rapat. Dia berdiri disana lalu mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah salah satu sudut yang ada di sebelah kanan pintu. Shakur membuka penutup wajahnya dan melihat ke arah kamera yang ada di sana.

Tak berapa lama kemudian, pintu itu pun terbuka.

=====

“Ada dua orang pekerja yang berdiri di depan pintu utama,” kata salah seorang laki-laki yang berada di sebuah ruangan kecil dalam gedung Laboratorium.

Berbeda dengan orang lain yang menggunakan pakaian serba putih di dalam gedung ini, mereka menggunakan outfit serba hitam, terlihat jelas kalau mereka bukan peneliti tapi bagian keamanan dari gedung ini.

“Bagaimana?” tanya laki-laki itu lagi kepada rekan yang duduk di sebelahnya.

“Kita beritahu Apostle. Sesuai instruksinya, jika ada orang tanpa otorisasi mencoba masuk ke gedung ini, dia harus diberi tahu,” jawab rekannya.

“Oke,” kata si laki-laki pertama lalu dengan cepat berdiri dan keluar dari ruangan itu.

Tak lama kemudian, Clown sudah berdiri di belakang kedua petugas keamanan itu. Dia terdiam dan melihat ke arah kamera tanpa suara, tapi sebuah senyuman tipis tersungging di bibirnya.

“Buka pintunya, biarkan mereka bertemu aku,” kata Clown.

“Siap!!” jawab kedua orang itu serempak.

“Shakur oh Shakur,” gumam Clown dengan suara pelan dan nada riang sembari meninggalkan ruangan kecil itu.

=====

Munding merasa janggal. Bagaimana bisa pintu itu terbuka setelah seseorang melihat Shakur membuka penutup wajahnya?

Itu artinya ada seseorang di dalam sana yang mengenal Shakur. Dan orang yang mengenalnya itu membiarkan dia masuk ke Laboratorium ini. Padahal tempat ini masuk ke dalam kategori keamanan level dua.

Tak akan mungkin ada orang yang berani mengambil keputusan untuk membiarkan seorang pengkhianat yang sudah membelot seperti Shakur untuk masuk ke dalam sebuah fasilitas vital seperti Lab ini.

Terkecuali jika orang tersebut adalah pengambil keputusan tertinggi di dalam gedung itu sendiri, Clown.

Itu artinya Clown membiarkan Shakur masuk ke gedungnya tanpa curiga.

Atau mungkin mereka berdua sudah merencanakan semuanya?

Apakah semua ini jebakan?

Apakah Shakur benar-benar sudah membelot?

Siapa target yang mereka incar?

Berbagai pertanyaan muncul di kepala Munding dengan cepat begitu setitik kecurigaan muncul di kepalanya saat melihat insiden tadi. Meskipun begitu, sama sekali tak terlihat perubahan yang berarti dari gerak-gerik Munding dari luar, tapi Munding sudah memasang kewaspadaannya secara maksimum.

Dia tak ingin menjadi korban konspirasi seperti dulu saat dia diburu oleh Hikari dan Titis.

=====

“Kemana kedua orang itu?” sungut Jian kesal sambil menatap kesana kemari, mencoba menemukan bayangan Munding dan Shakur.

Ali terlihat bersiaga dan berdiri di belakang Jian. Berusaha untuk berjaga-jaga jika ada musuh yang menyerang dari belakang.

Tingkah mereka berdua menjadi tontonan para penganut Utopia dan pekerja yang ada di sekitar pantai. Sama sekali tak terlihat kepanikan atau apa pun dari wajah mereka, seolah-olah kedua penyusup ini justru merupakan suatu hiburan bagi mereka semua.

Jian sendiri sama sekali tak serius saat menghadapi pasukan keamanan yang barusan datang untuk meringkus mereka berdua, mereka hanya para petarung tahap inisiasi, seperti anak kecil yang sedang bermain perang-perangan bagi seorang Jian.

Setelah tak berhasil menemukan kelebat bayangan Shakur dan Munding, Jian akhirnya menyerah, “Huft, sudah lah, aku menyerah mengikuti permainan menyusup ini. Aku akan datang dengan terbuka dan frontal,” katanya sambil menegakkan badan dan terlihat mulai serius.

Rombongan kedua yang terdiri dari beberapa orang yang terlihat jauh lebih kuat, melesat turun dari atas bukit menuju ke pantai. Ini rombongan dari Divisi Soldier yang datang untuk meringkus kedua penyusup itu.

Saat para penganut dan pekerja Utopia melihat kedatangan sekelompok orang dengan aura yang menakutkan datang dari atas bukit menuju ke arah pantai, mereka melihat ke arah Jian dengan tatapan bersimpati.

“Tamat sudah riwayat kalian. Hiburan ini sampai disini saja,” seperti itulah isi kepala para penonton itu.

Tapi,

Saat rombongan yang datang bagaikan pasukan yang sudah menang perang itu sampai ke pantai dan berdiri tak jauh dari Jian, tak ada satu orang pun yang berani bergerak atau membuka mulutnya.

Jian berdiri tenang dengan kedua tangan disilangkan di belakang punggungnya, “Kalian mau kemana?” tegur Jian.

“Kami…,” salah satu anggota Divisi Soldier itu berusaha untuk menjawab pertanyaan Jian dan mengangkat wajahnya, tapi dia segera menundukkan kepalanya lagi saat bertatapan mata dengan sang Kakek tua.

Kakek tua yang sampai saat ini dianggap sebagai petarung terkuat di Asia.

Kakek tua yang bahkan tidak bisa dikalahkan oleh pemimpin mereka sendiri.

Mereka anggota Divisi Soldier, tentu saja mereka ikut serta saat Titis menyerbu ke Kongzi dan Tommy datang untuk menantang Kakek ini. Bukan hal yang rahasia lagi kalau si Kakek ini berhasil mengalahkan Tommy dan memukul mundur pasukan Utopia, termasuk mereka sendiri.

“Bubar! Panggil pimpinan kalian selagi masih ada kesabaranku,” kata Jian pelan.

Gerombolan anggota Divisi Soldier yang barusan datang dengan bangga seperti gerombolan Singa, kini terbang berhamburan seperti burung gereja yang ketakutan karena teriakan keras dari sang petani.

Semua penganut dan pekerja Utopia terpana ketika melihat adegan barusan. Pasukan dari Divisi Soldier yang selama ini selalu mereka anggap sebagai yang terkuat di pulau ini bahkan di dunia luar sana, seperti anak ayam kehilangan induk yang lari ketakutan setelah bertemu dengan si Kakek tua itu.

“Ali, kita ke atas!” kata Jian sambil berjalan meninggalkan pantai mengikuti rute yang tadi dipakai oleh pasukan dari Divisi Soldier.

Ali mengikuti Jian tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Mereka berdua meninggalkan tempat itu diiringi dengan tatapan takjub dari seluruh orang yang berada di pantai ini.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang