Chapter 48 - Lari!!!

3.3K 225 193
                                    

Author note:

Chapter ini dedicated untuk semua readers yang telah setia memberikan dukungan dan supportnya selama setahun ini sejak Munding pertama kali publish.

Yup, Munding ulang tahun gaess. Seharusnya ultahnya kemarin 18 Desember, tapi saya sendiri lupa. Wkwkwk.

Dan juga terima kasih kepada anggota grup chat Munding yang setiap hari nanyain Munding up atau tidak tanpa pernah bosan ke Bu Kapten. Hayo ngaku siapa oknumnya! Wkwkwk.

Karena kalianlah saya selalu mendapatkan tambahan semangat yang 'memaksa' untuk tetap menulis dan menulis lagi.

Terima kasih sebanyak-banyaknya.

Lemah teles, Gusti Allah ingkang mbales.

=====

Suara benturan keras terdengar. Dian langsung terpelanting ke belakang. Tangan itu nyata, gumam Dian dalam hati. Karena dia menyerang secara acak dan S-5 tetap mampu bertahan dan menyerang dengan menggunakan tangannya.

Munding memperhatikan semua gerakan laki-laki asing di depannya itu. Terutama saat dia menangkap kaki Dian lalu menggunakan tangan lainnya untuk menyerang balik. Tapi bukan itu saja yang Munding perhatikan, keempat tangan lainnya juga dia perhatikan, apa yang terjadi saat kedua tangan musuhnya sedang menyerang Dian.

Dan Munding pun melihatnya, sekalipun cuma sekilas dan hanya seperti sebuah kedipan mata, tetapi keempat tangan si laki-laki asing itu sempat terlihat kabur dan menghilang lalu muncul kembali. Kini Munding sadar trik apa yang dipakai oleh musuhnya.

Kecepatan dan ilusi mata.

Seperti seorang pesulap yang menggunakan kecepatan gerak tangannya untuk menciptakan sebuah tipuan sulapnya, laki-laki itu juga melakukan hal yang sama. Dia bergerak dengan cepat dan dibantu dengan manifestasi intent-nya seolah-olah memunculkan sebuah tipuan mata bahwa dia memiliki enam buah tangan seperti Ashura.

Dian yang tersungkur di lantai setelah terkena pukulan S-5 mencoba berdiri dan mengelap sedikit darah yang merembes keluar dari bibirnya. Afza merangsek maju dan ingin melayangkan serangannya kepada musuh di depannya itu tapi tiba-tiba tubuhnya terhenti. Ada sebuah tangan yang tiba-tiba memegang pundaknya dan membuat Afza tak mampu bergerak. Seakan-akan sebuah tang raksasa mencengkeram pundak Afza dan membuatnya terpaku di tempat.

Afza menoleh ke belakang dan melihat Munding tersenyum kecil ke arahnya.

“Biar aku saja, dia manifestasi,” gumam Munding pelan.

Afza sedikit kesal mendengar kata-kata Munding, “tapi tadi kamu nyuruh Dian menyerang,” protesnya.

“Itu untuk nambah pengalaman dia,” jawab Munding.

“Aku juga butuh pengalaman,” potong si wanita yang keras kepala itu.

Munding berpura-pura tak mendengarkan protes Afza dan melangkah ke depan, cara terbaik untuk menyelesaikan debat dengan si gadis keras kepala adalah dengan berpura-pura tak mendengar perkataannya.

“Dasar!!” teriak Afza kesal.

Munding tak peduli karena kini dia sudah berdiri di depan musuhnya, S-5.

“Satu lagi cecunguk inisiasi ingin melawanku,” cibir S-5.

Munding yang mendengar kata-katanya hanya tertawa kecil, “inisiasi? Kawan, ada yang salah dengan persepsimu kah?” tanya Munding dengan Bahasa Inggris yang patah-patah.

“????” tanda tanya bermunculan di wajah S-5.

Lalu dia mencoba kembali memusatkan seluruh persespinya untuk mencoba mendeteksi intent yang dipancarkan oleh Munding, tapi tetap saja seperti tadi, hanya intent lemah level inisiasi yang dia rasakan keluar dari tubuh laki-laki di depannya.

Tapi, kekuatiran mulai muncul di dalam dada S-5, musuh di depannya terlalu santai dan kalem saat berhadapan dengannya. Dia sama sekali tak merasakan kegugupan atau ketakutan sedikitpun, seolah-olah dia bukan sedang berhadapan dengan seorang petarung tangguh yang berada dalam rantai makanan paling atas dalam dunia serigala petarung. Dia justru sedang terlihat sedang bercakap-cakap dengan tetangga sebelah rumahnya, rileks dan tanpa beban.

Ada dua kemungkinan yang muncul di kepala S-5 saat ini. Yang pertama, petarung di depannya adalah seorang petarung yang bodoh dan saking bodohnya dia tidak mengerti perbedaan luar biasa antara petarung manifestasi dan inisiasi, sehingga masih bisa dengan percaya diri dan santai saat ini.

Kemungkinan yang kedua, si petarung ini mempunyai level yang jauh lebih tinggi dibandingkan dirinya sendiri, sehingga sekalipun S-5 berusaha sekuat mungkin, persepsinya akan salah memberikan informasi kepada S-5.

Dan karena S-5 tidak tahu kemungkinan mana yang paling mungkin terjadi, dia menjadi sedikit ragu saat ini. Haruskah aku mundur? Atau tetap menyerang maju?

Munding diam dan membiarkan musuhnya berpikir dalam-dalam tanpa mengganggunya sama sekali. Kalau Munding mau, dia bisa mengaktifkan domain kegelapan miliknya kapan saja dia mau dan musuh di depannya ini sudah berada dalam jangkauan domain Munding.

“Siapa kamu?” tanya S-5 setelah berpikir selama beberapa saat, keenam tangannya mengambil sikap siaga dan siap menyerang Munding kapan saja.

“Hmmm. Manifestasi intent dengan konsep ‘kecepatan’, aku beberapa kali bertarung dengan orang sepertimu,” Munding tak menjawab pertanyaan S-5 justru bergumam pelan.

Tapi, suara pelan yang keluar dari mulut Munding bagaikan sambaran petir di telinga S-5. Kalau musuhnya mengetahui jika dirinya adalah petarung manifestasi dengan konsep kecepatan, itu artinya, dia bukanlah petarung inisiasi, ditambah lagi, dia pernah bertarung dengan pengguna konsep kecepatan lainnya. Itu membuktikan bahwa musuh di depannya ini adalah seorang petarung manifestasi.

Tiba-tiba, S-5 juga tersadar, kalau memang benar musuhnya petarung manifestasi dan dia sendiri tidak bisa mendeteksinya dengan persepsi yang dia miliki, itu membuktikan kalau musuh di depannya ini mempunyai intent yang beberapa kali lebih kuat dibandingkan dirinya sendiri.

Ketika dua skenario itu memasuki kepala S-5, cuma ada satu kata yang muncul di kepalanya, sama seperti dulu saat rombongan Utopia pertama kali menyerang di rumah sakit dan dipimpin oleh Geoffrey yang menggunakan konsep ‘combustion’ miliknya.

‘Lari!!’

Dengan cepat S-5 mengayunkan keenam tangannya dan melemparkan sesuatu ke arah Munding. Tubuhnya miring ke belakang dan bergerak mundur, dibantu dengan hentakan kaki ke lantai, tubuh S-5 melesat kebelakang dengan cepat.

Dia melayangkan serangan dengan tangannya dan melarikan diri dengan kakinya. S-5 tahu kalau serangan itu mungkin tak akan bisa melukai Munding, tapi dia hanya memerlukan itu sebagai pengalih perhatian saja dan bisa memberikan sedikit tambahan waktu baginya.

Untuk seorang petarung manifestasi, setiap detik sangatlah berharga.

“Kamu tak akan kemana-mana!” gumam Munding sambil melesat dan mengangkat tangannya kedepan.

Sebuah lapisan tipis berwarna hitam terlihat membentuk perisai di depan telapak tangan Munding yang terbuka. Perisai berwarna hitam itu memang tidak sesolid manifestasi intent seperti milik Leman yang bisa berwujud seperti sebuah baju zirah yang keras. Perisai berwarna hitam milik Munding hanya seperti sebuah lapisan tipis berwarna hitam berbentuk lingkaran yang seolah-olah seperti payung tanpa rangkanya.

Sssshhhhhh. Sssshhhhhh. Sssshhhhhh.

Bunyi berdesis secara beruntun terdengar ketika benda yang dilempar oleh S-5 mengenai perisai Munding. Munding sendiri tak tahu benda apa itu, tapi dia tak peduli, perisai kegelapan miliknya mempunyai karakter ‘devour’ bukan ‘reflect’ atau ‘repel’. Apapun yang mengenai perisai Munding akan ditelan tanpa ampun dan hilang, menjadi bagian dari ketiadaan.

S-5 melesat mundur dan menghadap ke arah Munding dengan kedua mata terbelalak lebar. Benda hitam yang menyerupai perisai itu menelan tiga buah benda yang dia lemparkan. Usahanya untuk membeli tambahan waktu hanya sia-sia saja.

Munding melesat makin cepat dan kini telapak tangan kanannya yang tadi terbuka kini ditarik ke belakang. Jari telunjuk dan jari tengahnya lurus dan saling merapat, ketiga jari lainnya menekuk dan hanya menyisakan dua buah jari itu saja. Ini disebut pisau jari dan Munding menggunakannya untuk menyerang.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang