"Ikuti perintahku," kata Afza melalui alat komunikasi mereka.
Semua orang menarik napas dalam dan melihat ke arah sebuah tempat yang sedang dibangun oleh ratusan pekerja itu dan bersiap siaga. Tim militer yang bergabung dalam penyergapan ini juga sudah membentuk perimeter untuk mencegah para pekerja Utopia ini melarikan diri.
"Ingat, petarung akan menghadapi petarung dengan level yang sama. Militer akan melumpuhkan orang-orang biasa anggota Utopia," gumam Afza pelan.
Tak ada jawaban apa pun dari semua orang. Mereka hanya diam dan mempersiapkan mental untuk pertarungan yang jauh lebih mengerikan dibandingkan beberapa jam tadi saat melakukan serangan ke markas militer yang dikuasai oleh Utopia.
"Kunci target kalian..." kata Afza pelan melalui alat komunikasi.
"Bersiap..." semua anggota Biro dan militer menahan napas mereka karena suasana tegang.
"Serang!!" teriak Afza.
Wussshhhhhhhh.
Puluhan bayangan berkelebatan dari kegelapan malam di sekitar komplek surga dunia yang sedang dibangun Utopia itu. Mereka bagaikan hantu yang melayang dan mencari mangsa mereka.
Sedetik kemudian, barulah teriakan menggelegar dari berbagai penjuru terdengar mengagetkan para pekerja biasa di tempat itu.
"Tiarap!! Jangan melawan!! Ini militer!!!"
Puluhan tentara dengan senapan laras panjang dan seragam taktis lengkap meloncat dari semak belukar dan sela-sela pepohonan yang ada di sekitar komplek itu. Para pekerja yang tadinya masih asyik dengan berbagai kesibukan mereka langsung panik dan kocar-kacir ke segala arah.
Seperti dugaan Munding, mereka berhamburan dan membuat suasana menjadi kacau.
Dorrrrr. Dooorrrrr. Doooorrrrr.
"Diam di tempat!!"
Tiga kali suara tembakan terdengar dan sebuah suara menggelegar yang mengagetkan semua orang membuat suasana kacau yang baru saja terjadi di tempat ini menjadi hening seketika. Hanya suara dentuman bertubi-tubi yang entah dari mana asalnya terdengar di kejauhan. Para pekerja dan tentara itu tahu, kalau ada medan pertempuran lain yang terjadi selain disini. Tapi itu bukan urusan mereka.
Seorang perwira dengan muka garang dan wajah yang tegas terlihat berjalan pelan dengan pistol di tangannya. Semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan tegang.
"Kalian semua cuma pekerja di sini. Kalian bekerja dan kalian mendapatkan uang. Jangan korbankan nyawa kalian demi semua ini. Ikuti perintah kami dengan tertib, kalian akan selamat. Membangkang dan berlarilah..." sang Perwira berhenti dan menarik napas dalam-dalam.
Semua pekerja menunggu kata-kata selanjutnya dari sang Perwira dalam hening dan ketegangan.
"Kami akan menembak mati kalian tanpa ampun," lanjut sang Perwira dengan dingin.
Bulu kuduk para pekerja yang berjumlah ratusan itu merinding ketika mendengar kata-kata terakhir sang pimpinan militer barusan. Mereka merasakan ketakutan mulai masuk ke dalam tubuh mereka dan lutut mereka bergetar, karena mereka tahu, ancaman yang diberikan oleh prajurit itu bukan gertakan semata.
"Jadi... menyerahlah!! Kalian datang ke negara kami dan membuat kacau disini. Sudah untung aku tak memerintahkan anggotaku untuk mengekseksui kalian," gumam sang Perwira sambil berjalan ke tengah-tengah para pekerja itu.
Satu persatu, mereka semua terduduk di tanah dengan lutut berada di depan dan kedua tangan berada di belakang kepala mereka. Semua pekerja itu tahu kalau tak ada lagi kesempatan untuk melarikan diri dari para prajurit negeri ini.
Sang Perwira menarik napas lega ketika melihat tak ada lagi perlawanan dari para pekerja itu. Dia lalu memberikan tanda kepada anak buahnya untuk meringkus mereka satu persatu. Setelah merasa keadaan berhasil dinetralkan, sang Perwira mengalihkan perhatiannya ke arah sumbe suara berdentum yang berada tak jauh dari mereka.
"Sekarang, kami hanya bisa menyerahkan tugas selanjutnya kepada kalian..." gumamnya dengan suara pelan.
=====
Munding berdiri diam di tempatnya.
Dia tak begitu memperhatikan pertempuran antara militer dengan para pekerja, karena dia tahu kalau para prajurit terlatih itu pasti akan bisa menetralkan musuhnya. Masalahnya hanya berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh mereka untuk melakukan itu.
Munding lebih memfokuskan perhatiannya kepada ketujuh petarung inisiasi yang dimiliki oleh Utopia. Bukan karena Munding tak percaya kalau tim serang dari Biro tak akan bisa mengalahkan mereka. Munding tahu kalau mereka tak butuh bantuan darinya untuk melakukan itu.
Kalau mereka membutuhkan bantuan Munding untuk melakukannya, mereka hanya akan menjadi bahan tertawaan saja. Ada 20 orang yang dikirim ke sini dan 20 sisanya berada di markas militer bersama Afza. Dari kedua puluh orang yang ikut menyerang kesini dan justru dipimpin oleh seorang junior sekaligus anak didik Munding, Dian, 15 orang diantaranya adalah petarung inisiasi, sisanya adalah petarung awakening dari tim junior termasuk Arya dan April.
Dengan kombinasi seperti itu, jika mereka tidak berhasil menaklukkan tim Utopia, Munding sendiri yang akan 'menyiksa' mereka saat kembali ke markas besar Biro nanti.
Karena itu, sedari awal, niat Munding adalah mencari sosok misterius yang dikejarnya tadi. Munding yakin kalau dia berada di antara ketujuh orang petarung inisiasi itu. Munding terus memperhatikan dengan seksama pertarungan mereka bertujuh melawan tim serang dari Biro.
Dari ketujuh orang itu, lima diantaranya dengan mudah terdesak oleh tim elite dari Biro dalam pertarungan satu lawan satu. Sedangkan petarung lain dari Biro hanya memperhatikan dan membentuk parameter saja, menjaga agar buruan mereka tidak terlepas dari jaring yang sudah terpasang rapi.
Para petarung awakening dari Utopia?
Mereka menjadi sandbag bagi April, Arya dan kawan-kawannya. Sekalipun jumlah mereka lebih dari dua kali lipat dibandingkan April cs, tapi kualitas jelas jauh berbeda. Petarung dari Utopia ini terlalu banyak menikmati gaya hidup hedonism yang ditutupi dengan kedok surga dunia. Di hadapan petarung dengan basic prajurit berdisiplin tinggi? Tak lebih dari sasaran hidup yang hanya bisa mengaduh dan merintih ketika terkena serangan musuhnya.
Munding lalu lebih memfokuskan persepsinya ke arah kedua orang petarung inisiasi yang berhasil mendominasi tim elite dari Biro.
Mereka berdua adalah seorang laki-laki dan perempuan. Si laki-laki terlihat memiliki ciri fisik khas Eropa sedangkan si wanita mempunyai ciri fisik Asia, lebih tepatnya dari negeri matahari terbit.
Munding mengrenyitkan dahinya.
Buruannya pasti diantara salah satu dari dua orang ini. Saat dia mengejarnya tadi, Munding memang tak memperhatikan sosok fisik dari buruannya. Jadi dia tidak mengetahui dengan pasti jenis kelamin si sosok misterius. Dalam kegelapan malam dan pengejaran berkecepatan tinggi, Munding hanya berusaha mengunci posisi intent itu dengan persepsinya, tidak menggunakan mata fisiknya.
Tiba-tiba, kondisi menjadi kritis bagi anggota tim elite Biro yang menjadi lawan mereka berdua. Munding bisa melihat dengan jelas intent untuk membunuh terpancar kuat dari kedua petarung Utopia itu.
Seluruh otot tubuh Munding mengencang dan bersiaga untuk menyelamatkan keduanya di saat genting, tapi tiba-tiba Dian berteriak dan meloncat ke arah kedua petarung Utopia itu.
"Bedebah!!" teriak Dian sambil melayangkan serangannya.
Karena campur tangan Dian, kedua petarung dari Biro berhasil diselamatkan oleh rekan-rekannya. Kedua petarung Utopia itu menarik napas dalam dengan wajah kecewa. Mereka tahu kalau apapun ceritanya, mereka akan berakhir disini. Bagaimana tidak? Masih ada puluhan lagi petarung inisiasi dari tim musuhnya. Sekalipun mereka berhasil memenangkan pertarungan mereka seperti barusan, pemain pengganti akan selalu datang dengan stamina yang baru untuk berduel dengan mereka.
Sebuah pertarungan tanpa makna. A pointless fight.
=====
Author note:
Sesuk prei.. Satu chapter lagi segera meluncur.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Acción(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...