Chapter 129 - Kenapa? Part 1

2.2K 155 1
                                    

“Oiya, Rony. Lama tak berjumpa, kita kan kawan lama. Kuharap kau tak marah kepadaku,” gurau Afza sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangannya ke arah Rony yang masih terpaku di tempatnya.

“Kau!!!” teriak Rony marah. Dia mengangkat tangannya sambil meloncat mundur ke belakang. Melihat isyarat yang dia berikan, puluhan personnel polisi berseragam taktis yang berada di belakang Rony memasang posisi siaga dengan laras senapan yang mengarah ke Arya dan Afza.

“Pikirkan baik-baik sebelum memberikan perintah,” kata Afza pelan sambil melihat ke arah Rony dengan tatapan dingin dan kedua tangan terlipat di dada.

Saat itulah, tekanan intent luar biasa tiba-tiba saja terasa di seluruh ruangan ini. Bukan hanya di seluruh ruangan ini, tekanan intent itu juga terasa di seluruh gedung markas besar Biro. Bahkan personil polisi biasa yang sedang menunggu di mobil mereka, sebagian sudah mulai terkencing-kencing di tempatnya.

“Aku Afza Ramadhani. Dengan posisi dan wewenangku sebagai Wakil Ketua Biro, aku perintahkan kepada seluruh agen Biro yang ada di tempat ini, bunuh siapa pun yang mengancam keselamatan Ketua Biro dan membahayakan eksistensi Biro!!”

“Siap, laksanakan!!!”

Puluhan sosok yang entah datang dari mana dan memancarkan tekanan intent yang luar biasa tiba-tiba saja bermunculan dari berbagai sudut ruangan lobi yang berukuran luas ini. Semua mata mereka melihat ke arah puluhan personil polisi yang berdiri dan bergerombol menjadi satu dengan Rony berada di tengah-tengah mereka.

“Rony, kami sudah siap. Apakah kalian siap?”

Rony yang sedari tadi masih mengacungkan tangan kanannya untuk memberikan aba-aba menyerang ke anak buahnya, masih tetap mengangkat tangan kanannya ke atas. Dia tak perlu menjawab pertanyaan Afza. Cukup dengan melambaikan tangannya dari atas ke depan, itu sudah menjadi instruksi bagi timnya untuk menyerang Biro.

Tapi...

Di depan Rony, segerombolan serigala sedang menatap dirinya dengan sorot mata kelaparan dan siap menerkam. Mereka serigala petarung yang setiap hari berjibaku dalam misi hidup mati. Ketika rumah mereka diobrak abrik seperti sekarang ini, Rony tahu kalau dia sedang menggali kuburnya sendiri.

“Afza, aku cuma menjalankan perintah saja,” kata Rony sambil menurunkan tangannya perlahan-lahan.

Dia tetap berdiri di tengah puluhan anak buahnya yang terlihat tegang dengan senjata teracung ditangan. Rony melihat ke arah Afza dan Arya bergantian, dia tahu kalau seluruh serigala petarung Biro ada di bawah kendali kedua orang itu. Dua orang yang dulu pernah bertarung bersama dengan dirinya saat berada di Tim Merah Putih.

“Kalian terlalu meremehkan kekuatan Biro, hingga berani melakukan penyerangan ini,” kata Arya dingin.

“Menyerang? Kalian salah sangka, kami menerima perintah untuk melakukan perlindungan keluarga saksi saja oleh atasan kami. Kalau Afza tak merusak surat perintah kami, semua ini tak akan terjadi,” jawab Rony cepat sambil melirik ke arah Afza dengan tatapan menyalahkan.

“Perlindungin saksi? Munding adalah bagian dari Biro. Keluarganya adalah asset terpenting kami. Kami tak butuh kalian untuk melakukan apa pun untuk mereka,” jawab Afza pelan tapi pasti.

“Kamu??” raut muka Rony berubah. Bukankah tadi surat perintah itu sudah hancur bahkan sebelum dipegang oleh Arya, bagaimana bisa?

“Tak perlu bingung, kalian pikir, Biro tak punya tim analisis yang bekerja untuk memprediksi segala kemungkinan yang akan terjadi pada kami?” tanya Afza, “tanpa membaca surat perintah itu pun, sejak pertama kali kalian menginjakkan kaki ke markas kami. Kami sudah tahu tujuan kalian.”

Arya yang sedari tadi berdiri di belakang Afza hanya tersenyum kecil, “Rony, kau tahu. Semua itu adalah pelajaran yang kami dapatkan dari atasanmu, pelajaran seharga daun telinga dan luka di wajahku.”

“Pulang dan katakan kepada Titis, tanpa Munding sekali pun, terlalu cepat baginya jika ingin bermimpi untuk merobohkan Biro,” kata Arya tak lama kemudian setelah dia membalikkan badan dan berjalan menuju ke pintu elevator yang ada di ruangan lobby ini.

======

“Ternyata benar seperti dugaan tim kita, Titis yang pertama bergerak,” gumam Afza pelan.

“Gadis ini sangat cerdas, cocok sekali jadi penerusku,” sebuah kalimat yang sama sekali tak berhubungan dengan kata-kata Afza terdengar.

“Maaf Jenderal, saya sudah punya Pelatih,” jawab seorang gadis dengan suara pelan tapi tanpa ragu.

“Heh, dia cuma pelatihmu, aku ingin menjadi gurumu. Guru dan pelatih, itu dua buah konsep yang berbeda!!” teriak Dirman dengan suara keras.

“Tapi saya tidak berani menerima Guru lain tanpa izin dari Pelatih, Jenderal,” jawab April cepat.

“Si bocah sialan itu!!!” maki Dirman meradang, “Bahkan saat dia hilang seperti sekarang ini, dia masih membuat masalah denganku!!”

“Sabar Jenderal,” bujuk Broto pelan ke arah Jenderal tua yang tak kunjung meregang nyawa itu.

“Biasanya kau yang paling sabar, aku yang emosian, kini kau pula yang lebih galak,” gurau Nasution sambil tertawa kecil.

“Kalian tidak tahu betapa susahnya mencari seseorang yang memiliki bakat yang sesuai dengan keinginanku? Kalian tak tahu susahnya mencari seseorang yang memiliki ‘wisdom’ dan bisa menggunakannya?” protes Dirman dengan muka merah.

Dia memang benar-benar marah dan kecewa saat ini. Di depan matanya, seorang serigala petarung dengan kecerdasan luar biasa dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi konsep wisdom sama seperti dirinya, sedang berdiri dan menunggu untuk dipoles olehnya, tapi semua itu terhalang oleh satu nama, Munding.

Bahkan di saat si pemilik nama sekarang hilang entah dimana tanpa diketahui kabarnya.

“Itu bisa dibahas nanti kan Jenderal? Kita punya masalah yang lebih serius sekarang,” bujuk Arya.

Dirman hanya bisa menarik napas panjang lalu menghempaskannya perlahan-lahan. Dia melirik sekilas ke arah April lalu menatap Arya dengan serius. Soal murid-guru masih bisa menunggu, dia tahu kalau sekarang saatnya untuk serius.

“Munding menghilang. Sebelum kita membahas efeknya, aku ingin menggambarkan secara singkat tentang kronologi kejadian itu,” kata Arya ke semua orang yang sekarang berada di dalam ruangan ini.

“Beberapa bulan lalu, Munding berangkat ke China untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan para petarung di kawasan Asia dengan tujuan menyatukan kekuatan untuk membendung pergerakan Utopia.”

“Pertemuan itu diadakan oleh Kongzi, salah satu yang terbesar dan tertua di Asia.”

“Tapi, justru di luar dugaan, Utopia sudah lebih dulu menyusup dan mempengaruhi hampir separuh dari anggota Kongzi. Dan di saat Kongzi mengadakan pertemuan itu, terjadi kudeta yang didalangi oleh Utopia di waktu yang sama.”

“Munding terjebak di dalam kejadian itu.”

“Dia bahkan sempat bertemu dan bertarung melawan sang Tuhan dari Utopia, Tommy Loughran.”

“Tommy adalah seorang petarung legenda, sama seperti Munding. Dengan pengalaman yang lebih, dia berhasil mendominasi Munding. Munding terjebak dalam posisi kritis. Saat itulah, bantuan datang menyelamatkannya. Bantuan dari seorang mantan Apostle Utopia yang bernama Shakur."

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang