Munding tak lagi memperdulikan Ling dan Sun. Mereka berdua memang bukan lawan Munding. Saat ini, seluruh konsentrasi Munding terpusat kepada si Kakek Botak yang terlihat marah di depannya.
Ancaman bahaya yang dirasakan oleh Munding juga terasa makin kuat.
Munding tahu kalau dia tak akan pernah bisa menang melawan si Kakek Botak tanpa menggunakan semua kemampuannya. Devouring fist, infinity loop, dan eternity loop yang pernah dia gunakan hanyalah sebuah keisengan saja.
Jian melangkah perlahan-lahan ke arah Munding. Tatapan matanya tak pernah terlepas dari laki-laki yang layak dianggap sebagai cucunya itu.
Munding dan Jian sama-sama tahu kalau ada musuh yang layak berdiri di depan mereka sekarang.
Untuk dua orang serigala petarung, kata-kata dan bahasa tidak lah penting. Yang terpenting adalah kepalan tangan mereka. Ketika dua orang serigala petarung saling bertemu dan mereka menganggap bahwa musuh di depannya adalah lawan yang sepadan, semangat bertarung mereka tak akan padam.
Mereka ingin sekali mengetahui, siapa diantara mereka yang lebih kuat. Itu adalah bagian dari naluri mereka sebagai seorang petarung.
Munding kembali memasang kuda-kudanya. Jian berhenti saat dia berdiri beberapa meter di depan Munding. Tak seperti pertarungan tadi antara Ling dan Munding, pertarungan ini tak harus dilakukan dengan jarak dekat dan benturan fisik. Munding dan Jian tahu itu.
“Cui!!” teriak Jian.
Cui Lan Seng tahu apa yang ingin disampaikan oleh Jian. Dia mengangkat tangan kanannya keatas dengan jari telunjuk dan jari tengah yang membentuk pisau jari menunjuk ke arah langit.
“Tian!!” teriak Cui ketika tangan itu lurus sempurna ke arah langit.
“Di!!!” lanjut Cui sambil mengayunkan tangan kanannya yang membentuk pisau jari ke arah tanah yang ada di depannya.
Seperti sebuah tirai yang tiba-tiba diturunkan ketika pertunjukkan dalam sebuah pagelaran telah usai, seiring dengan gerakan tangan Cui Lan Seng yang turun ke bawah dari atas kepalanya, Munding melihat kalau sekelilingnya berubah seketika. Dia tak lagi berada di teras Aula gedung yang akan dijadikan tempat acara gathering Kongzi.
Munding melihat ke sekelilingnya dan sadar kalau dia pernah berada disini. Ini adalah tempat pertama kali dia bertemu kakek tua yang menyebut dirinya Cui Lan Seng saat menerima kertas undangan dari Kongzi pertama kali.
“Teknik ini bernama Tian Di,” suara si Kakek Botak Biadab terdengar di telinga Munding.
Tak seperti suaranya yang menggelegar penuh amarah sesaat tadi. Suara Jian terdengar pelan dan lembut. Seperti suara seorang kakek kepada cucunya sendiri.
“Cui yang paling berbakat dalam menggunakan teknik ini. Semua yang kita lihat disini adalah hasil dari manifestasi intent Cui,” lanjut Jian.
Munding kemudian melirik ke arah sosok Cui yang sedang memejamkan mata sambil bersila tak jauh dari mereka berdua. Hanya ada mereka bertiga di tempat aneh tapi indah ini.
“Eh?” Munding kaget.
“Kenapa aku bisa mengerti apa yang dia ucapkan. Lagipula aku sama sekali tak melihat si Botak itu membuka mulutnya?” kata Munding dalam hati.
“Kau panggil aku si Botak ha?” gumam Jian tiba-tiba dan makin membuat Munding terperangah tak percaya.
“Kau bisa membaca pikiranku?” tanya Munding.
“Bukankah kau pernah datang kesini sebelumnya. Saat itu, Cui pasti menyampaikan sesuatu. Apa kau pikir Cui bisa menggunakan bahasamu?” tanya Jian.
Munding juga kembali teringat. Memang benar, saat itu, Munding mengerti semua yang dikatakan oleh Cui. Sama seperti sekarang, Munding dan Jian bisa berkomunikasi tanpa batasan bahasa dan bahkan tanpa membuka mulut mereka.
“Kalau begitu, tempat ini berbahaya bagiku,” Munding langsung mengambil kesimpulan dalam hatinya dengan penuh waspada.
Jian tertawa kecil ketika melihat tingkah Munding.
“Bocah, aku benar-benar kagum denganmu. Kau bisa sampai ke tahap ini bahkan tanpa bimbingan seorang guru yang memahami tentang manifestasi,” puji Jian.
“Ini hanyalah dunia ilusi yang dibentuk oleh manifestasi intent Cui dengan menggunakan tekniknya. Sedangkan kau dan aku adalah petarung manifestasi dengan legendary concept,” lanjut Jian.
Munding terpana. Kini dia tahu kenapa dia merasakan ancaman bahaya yang serius dari kakek botak di depannya ini. Ternyata si Kakek sama dengan dirinya sendiri. Ini kali pertama Munding bertemu dengan pemilik legendary concept lainnya. Tentu saja Munding terkesima.
“Kita adalah para raja. Raja dari semua serigala petarung. Dengan legendary concept yang kita miliki, kita dianugerahi domain. Apakah menurutmu domain sesuatu yang sederhana?” kata Jian.
“Di dalam domain kita, kita adalah penguasa, kita adalah raja. Ilusi semacam ini, yang hanya merupakan manfestasi intent untuk mempengaruhi kesadaran diri kita, tak ada artinya dibandingkan domain kita,” lanjut si Kakek Botak.
Sesaat kemudian, sebuah mangkok setengah bola yang tertelungkup ke bawah mulai terlihat terbentuk di sekeliling Jian. Munding familiar dengan bola itu, karena dia sendiri juga memilikinya. Itu adalah domain.
Ini adalah kali pertama Munding melihat serigala petarung lain mengeksekusi domain miliknya. Selama ini, Munding tak pernah melihatnya. Dia juga tak bisa melihat seperti apa sosok dirinya saat mengeksekusi domain kegelapan miliknya sendiri.
Tapi sekarang, Munding bisa melihat dengan jelas saat Jian mengeksekusi domain miliknya. Mata Jian berubah menjadi berwarna perak dan domain yang terlihat di sekeliling Jian juga terlihat aneh. Seperti sebuah bayangan dalam permukaan air yang terkena gelombang atau riak, kacau dan sama sekali tak beraturan.
“Namaku Jian dan aku menantangmu berduel,” sebuah suara keras menggelegar terdengar memenuhi seluruh dunia ilusi yang diciptakan oleh Cui ini.
Munding menarik napas dalam dan sama seperti Jian, tak ada gunanya untuk menutupi seluruh kemampuannya. Toh mereka saat ini sedang berada di tempat ini. Munding sendiri juga tak ingin menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Kapan lagi dia bisa bertemu dan berduel dengan sesama pemilik legendary concept seperti dirinya?
Mati?
Munding tak pernah memikirkan itu. Dia yakin kalau maut ada di tangan Gusti Allah. Sekalipun kita berada dalam benteng yang kuat dan kokoh, jika saatnya tiba, tak akan ada yang bisa menghindarinya.
Munding tanpa ragu menggunakan domain miliknya. Mata Munding berubah warna menjadi berwarna hitam pekat dan menimbulkan kesan menakutkan. Sama seperti Jian, sebuah area lingkaran berbentuk mangkok terbalik juga mulai terlihat di sekeliling Munding.
Jika domain milik Jian terlihat berwarna transparan namun terlihat kacau dan kabur, domain milik Munding didominasi oleh warna gelap pekat yang menakutkan.
“Konsep yang menarik,” puji Jian sambil tersenyum menyeringai ke arah Munding.
“Bocah!! Bagi seorang petarung yang memahami konsep domain secara otodidak sepertimu dan berhasil mencapai tahap seperti ini, aku mengagumi sepenuh hati. Aku tak akan mengambil keuntungan sebagai seorang senior. Kemari!! Serang aku!!” kata Jian sambil memberikan gesture tangan menantang Munding.
“Arrrrggghhhhhhhhh!!!” Munding, atau lebih tepatnya Demon, meraung keras dan melesat ke arah Jian.
Dengan sebuah hentakan kaki, Demon meloncat dan menarik tangan kanannya ke belakang membentuk sebuah cakar. Cakar yang berwarna hitam dengan ujung kuku yang runcing dan siap merobekkan mangsanya.
=====
Author note:
Oke. Ini chapter untuk hari ini. Lanjut besok lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Action(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...