Chapter 42 - Mata-mata part 1

3.1K 206 69
                                    

“Selain Divisi Diplomatik, apa divisi yang lain?” tanya Arya.

“Ada Divisi Tempur, Spesial, dan Research. Satu-satunya apostle yang tak memiliki divisi adalah seorang wanita yang bernama Kelly dan sering disebut dengan Oracle dalam agama mereka,” jawab Paijo.

“Hmmm,” Arya terlihat berpikir sebentar kemudian melirik ke arah Afza, “Semua sudah terekam?” tanya Arya ke arah wakilnya itu.

Afza menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Oke. Lanjutkan,” kata Arya.

“Divisi Tempur bertugas sebagai tim serang dan dipimpin oleh Apostle Blackhand, Divisi Spesial bertugas untuk tim intelijen dan dipimpin oleh Apostle Knife, sedangkan Divisi Research bertugas melakukan penelitian dan dipimpin oleh Apostle Clown,” lanjut Paijo.

“Blackhand, Knife, dan Clown,” gumam Arya mengulangi ketiga nama pemimpin Utopia yang baru saja disebutkan oleh Paijo.

“Tunggu dulu, Clown?” kata Arya sambil mengingat-ingat sesuatu, “Kamu tahu ciri-ciri Apostle bernama Clown ini?” tanya Arya dengan muka serius.

“Anggota Divisi Diplomatik yang datang ke markas kami tak mempunyai foto atau video tentang Apostle dari divisi yang lain. Mereka hanya mengetahui gambaran garis besar saja seperti yang aku sebutkan tadi. Selain pemimpin mereka sendiri, Apostle Lee, mereka tak pernah bersinggungan langsung dengan Apostle lainnya. Kecuali saat melakukan ritual saja, mereka bisa menyaksikan para Apostle di atas altar dari jauh,” jawab Paijo.

Paijo lalu terdiam sebentar, “tapi, menurut mereka, ada satu hal yang sangat mencolok dari Apostle Clown ini. Dia selalu menutupi wajahnya dengan topeng badut setengah wajah.”

Arya langsung menoleh ke arah Afza dan kedua orang itu saling bertatapan mata untuk sejenak.

“Jangan-jangan?” gumam Afza.

“Jangan mengambil kepastian dulu. Kita boleh berasumsi tapi siapa tahu mereka dua orang yang berbeda,” kata Arya.

Arya lalu menoleh kembali ke arah Paijo, “ritual apa yang kamu maksud tadi?”

Muka Paijo berubah saat mendengar pertanyaan Arya, “Ketua.. Bukankah aku tadi sudah memberikan gambaran?”

Arya mengrenyitkan dahinya dan mencoba mengingat-ingat kembali, “aku belum paham,” kata Arya kebingungan.

Paijo menarik napas dalam, “Rombongan kedua yang datang ke markas kami membawa serta 15 orang gadis cantik bersama mereka. Markas tentara, tempat terpencil, semua laki-laki, 15 orang gadis,” kata Paijo pelan.

Arya terlihat berpikir sebentar kemudian dia menarik napas dalam dengan raut muka yang aneh. Afza yang duduk di sebelah Arya langsung mengalihakan mukanya yang tiba-tiba berubah panas dan memerah.

“Ritual semacam itu?” tanya Arya.

“Iya. Slogan Utopia adalah ‘Mewujudkan Surga di atas permukaan Bumi’. Ketua bisa bayangkan seperti apa ritual mereka,” jawab Paijo sambil menganggukkan kepalanya.

“Pantas saja, banyak yang tergoda masuk ke dalam Utopia,” gumam Arya dengan wajah sedikit muram.

Arya bisa membayangkan, puluhan bahkan ratusan orang, melakukan pesta seks bebas, mungkin disertai konsumsi berbagai jenis minuman keras atau obat-obatan psikotropika terlarang, tanpa busana dan seperti sekumpulan hewan tanpa norma dan aturan, tubuhnya bergidik ngeri.

“Dan mereka berencana menggunakan perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini sebagai lokasi surga dunia kedua mereka?” tanya Arya setelah berusaha keras menghapus bayangan menjijikkan tadi.

“Iya. Surga pertama mereka ada di sebuah pulau tanpa negara di tengah samudera. Mereka ingin membuat surga kedua di pegunungan dan hutan hujan tropis,” jawab Paijo.

Arya dan Afza terlihat menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Mereka berdua juga mulai memahami seperti apa struktur Utopia dan kegiatan ritual oganisasi gila itu.

“Oke, ini mungkin tahap terakhir dari interview kita. Apa sebenarnya yang atasanmu tulis dan kamu berikan ke orang yang dia minta?” tanya Arya.

Muka Paijo berubah pucat dan tubuhnya bergetar ketika Arya menanyakan hal itu. Ada campuran rasa sedih, marah, kecewa dan sakit hati saat dia mendapatkan pertanyaan dari Arya barusan.

Paijo pun menundukkan kepalanya dan terdiam. Setelah beberapa saat dan berhasil menguasai dirinya, Paijo membuka mulutnya tanpa mengangkat wajah, “Atasanku… Kemungkinan dia sudah tewas…” gumamnya pelan.

Arya dan Afza terdiam. Mereka tak berusaha untuk menekan Paijo dan membiarkan laki-laki itu untuk menguasai emosinya sebelum meneruskan ceritanya lagi.

“Surat itu, berisi semua informasi yang kami dapatkan. Informasi yang kurang lebih sama dengan apa yang aku ceritakan barusan,” lanjut Paijo.

“Tapi…” Paijo menghela napas panjang dan terlihat sedih.

“Di dalam surat itu, ada beberapa nama yang berhasil diidentifikasi oleh atasanku sebagai anggota Utopia yang selama ini merupakan bagian dari militer. Mata-mata Utopia dalam tubuh instansi kita,” lanjut Paijo dengan suara makin lirih.

Arya dan Afza langsung terhenyak ketika mendengar kalimat terakhir Paijo. Kalau benar apa yang dikatakan oleh Paijo, maka surat itu memiliki nilai yang sangat berharga bagi Biro. Dengan berbekal surat itu, mereka bisa memburu dan menghabisi para pengkhianat negara yang sudah tergoda oleh ‘surga dunia’ yang diberikan oleh Utopia.

Arya yang kesulitan untuk menguasai dirinya, dengan suara bergetar berkata, “Dimana surat itu sekarang?” tanya Arya.

Paijo terdiam dan menarik napas panjang, “Kalian harusnya tahu. Aku seperti sekarang ini karena surat itu kan?”

Arya dan Afza langsung terdiam. Memang benar kata Paijo, dia menjadi desersi dan dikejar-kejar oleh militer setelah menyerahkan surat dari atasannya kepada orang yang dituju. Itu artinya…

Orang yang dipercaya oleh atasan Paijo lah yang justru membocorkan soal mereka dan melakukan tindakan lanjutan untuk menghabisi keduanya. Paijo lebih beruntung karena posisinya berada di Jawa setelah menyerahkan surat itu, dengan kemampuannya sebagai petarung inisiasi, dia bisa bertahan sampai sekarang, tapi atasan Paijo?

Berada di daerah terpencil, perbatasan Indonesia, di tengah hutan dan pegunungan yang jauh dari manapun dengan akses komunikasi dan transportasi yang terbatas, pantas saja kalau Paijo beranggapan bahwa atasannya sudah tewas.

Arya berpikir keras, ada satu kejanggalan disini. Jika gerombolan mata-mata Utopia yang menyusup ke militer berhasil menyingkirkan Paijo dengan alasan desersi, itu artinya mereka punya cukup pengaruh di dalam lembaga itu. Langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan adalah menghabisi Paijo yang sekarang tidak lagi mendapat perlindungan dari militer.

Tapi kenapa mereka justru menggunakan tangan Biro untuk melakukannya?

Arya lalu tersenyum beberapa saat kemudian. Itu membuktikan satu hal.Utopia tidaklah sekuat itu menyusup masuk ke dalam tubuh militer. Mereka bahkan tidak mempunyai kemampuan untuk menggerakan tim serigala pemburu milik militer untuk menghabisi Paijo.

Arya menarik napas dalam dan kini terlihat rileks sambil merebahkan punggungnya ke sandaran sofa di belakangnya. Perolehan hari ini cukup signifikan bagi Biro dan dia puas karenanya.

“Aku tahu sekarang apa yang terjadi dan apa yang akan kita lakukan. Terima kasih untuk kerjasama yang anda berikan,” kata Arya sambil tersenyum ke arah Paijo.

“Sebelum kita akhiri sesi ini. Pertanyaan terakhir dariku, siapa orang yang seharusnya menerima surat yang ditulis oleh atasanmu?” tanya Arya sambil menyeringai.

Paijo mengangkat kepalanya dan ketika melihat seringai keji tersungging di bibir sang Ketua Biro, bulu kuduk Paijo merinding. Dia tahu kalau sekarang saatnya perburuan lainnya dimulai oleh tim serang Biro.

Dengan cepat dan tanpa ragu, Paijo menjawab, “Broto. Jenderal Broto Suseno.”

=====

Author note:

Satu chapter lagi menyusul, sebagai ganti kemarin.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang