Chapter 78 - Qie

3.3K 205 24
                                    

Dengan sebuah hentakan kaki, Demon meloncat dan menarik tangan kanannya ke belakang membentuk sebuah cakar. Cakar yang berwarna hitam dengan ujung kuku yang runcing dan siap merobekkan mangsanya.

Sosok Demon yang diselimuti oleh intent hitam seluruh tubuhnya menerjang ke arah Jian yang berdiri tegak dengan kedua tangan berada di belakang punggungnya.

Boooommmmmmmmm.

Bunyi ledakan terdengar keras mengguncang dunia ilusi yang indah ini. Batu dan rerumputan beterbangan di sekitar kedua orang yang sedang berduel itu.

Beberapa gunung yang berada di kejauhan terlihat mulai runtuh dan jatuh ke bawah, ke samudera luas yang berada di bawah gunung-gunung indah yang melayang di udara ini.

Ruang di sekitar Jian dan Munding yang sedang berduel juga terlihat seperti mulai tidak stabil dan menunjukkan tanda-tanda akan kolaps setiap saat. Cui mengatupkan rahangnya dan darah terlihat merembes di sudut bibirnya.

Untuk mempertahankan teknik Tian Di ini, Cui menggunakan manifestasi intent-nya, tapi clash antara domain Munding dan domain Jian barusan, melebihi batas toleransi kemampuan Cui. Untuk sesaat tadi, Cui bahkan merasa kalau teknik Tian Di akan lebur seketika.

Cui memutuskan untuk mengorbankan bagian ilusi yang dirasa tidak penting dan memusatkan seluruh kemampuannya untuk memperkokoh area yang sekarang dipergunakan untuk kedua monster berwujud manusia itu. Karena itulah, gunung-gunung indah yang berada di sekeliling platform yang mengambang di udara dan mereka bertiga tempati saat ini mulai runtuh satu persatu.

Krakkkk Krakkkkk Krakkkkk …

Bunyi sesuatu yang retak dan nyaring terdengar dari arah Munding dan Jian. Lebih tepatnya, dari titik pertemuan antara kedua domain milik mereka.

Tubuh Munding yang terselimuti oleh intent hitam dan domain kegelapan miliknya terlihat mengambang di udara. Cakarnya terulur ke arah Jian namun tertahan oleh sesuatu yang membuat tubuhnya tak bisa bergerak lagi dan terhenti di tempatnya.

Jian berwajah serius dan menatap ke arah Munding dengan matanya yang berwarna keperakan. Tak ada senyuman terlihat di bibirnya. Ini adalah duel yang bisa menyebabkan nyawa setiap petarung melayang bagi siapapun yang lengah hanya dalam hitungan kejapan mata.

Kraaakkkkkk Kraakkkkkkk

“Kuoda!” teriak Jian.

Booommmmmmmmm.

Dengan cepat, domain milik Jian menggelembung dan menyebar ke segala arah. Seperti sebuah balon yang ditiup dengan paksa dan waktu yang sangat cepat, domain milik Jian akhirnya meledak ke segala arah dan membuat tubuh Munding yang tadinya masih berusaha untuk memasukkan serangannya ke arah Jian terhempas ke belakang seperti layang-layang yang putus dari benang.

Buaaakkkkkkkk.

Tubuh Munding terpelanting ke atas platform melayang yang bentuknya seperti arena itu. Lantai yang rusak saat terkena tubuh Munding yang terseret ke belakang akibat ledakan domain milik Jian segera pulih seperti sedia kala hanya dalam hitungan detik saja.

Munding tertegun, “Menyerang musuh dengan meledakkan domainnya sendiri?”

Ini kali pertama Munding mengetahui kalau domain bisa digunakan seperti itu. Dia harus mengakui kalau musuh di hadapannya ini jauh lebih berpengalaman dibandingkan dirinya sebagai petarung manifestasi.

Jian masih berwajah serius. Tak ada lagi domain di sekelilingnya seperti tadi tapi dia sama sekali tak terlihat kuatir.

Kedua tangan Jian yang sedari tadi berada di belakang tubuhnya kini mulai bergerak dan diletakkan di samping tubuh si Kakek Botak itu. Sama seperti gerakan Cui, Jian tiba-tiba saja dengan cepat mengangkat tangan kanannya ke atas dan menunjuk ke langit. Kedua jari Jian membentuk pisau jari seperti Cui juga.

“Tian Di?” gumam Munding sambil mengambil sikap waspada.

Munding juga berkonsentrasi untuk meningkatkan manifestasi intent kegelapan untuk memperkuat domainnya. Dia bersiap untuk menerima serangan Jian dan berniat untuk menolak pengaruh ilusi dari teknik Tian Di yang kemungkinan akan digunakan oleh Jian.

“Qie!” teriak Jian sambil mengayunkan pisau jarinya ke bawah.

Bahaya!!

Tiba-tiba saja Munding merasakan sensasi bahaya luar biasa yang membuat tubuhnya merinding. Saat tangan Jian bergerak turun, bukan tirai ilusi seperti teknik Tian Di yang datang, melainkan sebuah pedang transparan yang bergerak dengan luar biasa cepat dan berbentuk bulan sabit melayang ke arah Munding.

Munding pernah melihat teknik ini, mirip dengan milik si Samurai Jepang yang bernama Hikari. Tapi serangan Jian ini lain, kekuatan dan kecepatan serangan ini puluhan kali lebih hebat daripada serangan Hikari.

Craaaasssssssshhhhhhhhh.

Platform yang mereka tempati seolah-olah terbelah menjadi dua akibat terkena serangan Jian. Manifestasi intent Cui bahkan tak bisa dengan cepat memperbaikinya karena level kerusakan yang terjadi kepada arena yang sudah diperkuat olehnya ini.

Munding masih dalam posisi kuda-kuda siaga di tempatnya berdiri. Dia diam tak bergerak dan masih melihat ke arah Jian.

Domain Munding terbelah menjadi dua akibat serangan Jian tadi.

Jika dilihat dari kejauhan. Ada bekas goresan pedang memanjang yang berasal dari Jian lurus membelah arena lalu mengenai Munding dan membelah domainnya menjadi dua. Di belakang Munding, arena yang mereka tempati kembali terbelah dan memperlihatkan bekas yang dalam.

Meskipun arena itu terlihat perlahan-lahan kembali seperti semula, tapi goresan menganga yang lebar dan luar biasa panjangnya itu, menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya serangan Jian yang baru saja diterima Munding.

Munding melihat ke arah domainnya yang terbelah menjadi dua dan tersenyum getir. Ini kali pertama pertahanannya bisa ditembus sedemikian rupa.

Dengan kembali memusatkan perhatiannya, domain Munding memang kembali utuh seperti semula, tapi keringat dingin mengucur deras di punggungnya. Dia baru saja kembali merasakan sensasi yang sudah lama tak pernah dia rasakan. Sensasi yang membuatnya terasa hidup, karena baru saja terlepas dari jurang kematian.

Huft huft huft.

Setelah berhasil memperbaiki lagi domainnya, Munding menarik napas tersengal-sengal. Dia tahu kalau untuk sesaat tadi, hampir saja dia bertemu dengan Izroil. Mungkin satu-satunya alasan dia masih berdiri saat ini, karena memang ajalnya belum tiba waktunya dan tentu saja karena belas kasihan yang ditunjukkan oleh musuh di depannya.

Si Kakek Botak Biadab yang masih saja berdiri dengan muka seriusnya.

“Ini, serangan ketigaku. Aku menyebutnya ‘Cui’. Ini sebuah tusukan,” kata Jian pelan.

Tak seperti dua serangan sebelumnya, Jian memberikan peringatan terlebih dahulu. Tentu saja Munding tahu alasannya. Tusukan lebih efektif saat digunakan untuk menembus sebuah pertahanan dibandingkan sabetan.

Serangan kedua tadi berupa sabetan pedang dari atas ke bawah dan membelah domain Munding menjadi dua. Kalau memang benar serangan ketiga ini berupa tusukan, Munding tahu kalau itu akan fatal bagi dirinya.

Jian melihat kearah Munding dan tak mendapatkan reaksi dari lawannya. Perlahan-lahan, Jian mulai memasang kuda-kuda samping dengan kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang. Tangan kanan Jian yang membentuk pisau jari juga pelan-pelan di tarik ke belakang. Tangan kiri Jian ditekuk dan ditegakkan sejajar dengan wajahnya, seolah-olah seperti sebuah teleskop pemburu yang sedang digunakan untuk mengincar mangsa.

Dan,

Kita lanjut lagi ke chapter selanjutnya.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang