Chapter 57 - Interogasi

3.4K 228 26
                                    

Arya masih mengelus-ngelus kepalanya yang kena getok tongkat Dirman tadi.

Dia benar-benar terkejut barusan, “kenapa aku merasa seolah-olah Biro menjadi organisasi penculik yang tujuan utamanya meminta uang tebusan??” gumam Arya masih tak percaya.

Tapi apa yang dibilang oleh Mbah Dirman memang benar. Lebih baik melepaskan para petarung inisiasi manca negara itu dengan sejumlah tebusan. Toh mereka memang sudah melakukan tindak kriminal di wilayah NKRI. Perlahan-lahan, isi kepala Arya yang sebelumnya sangat patriotik dan polos, kini berubah ke arah yang salah.

Dirman meninggalkan Arya yang masih memikirkan sarannya tadi, tapi pak tua ini tahu kalau Arya pasti menuruti sarannya. Itu kalau Arya bisa melihat semuanya dari kacamata yang jauh lebih besar dan tidak terkungkung oleh cara pandangnya yang terlalu sempit. Tapi itu urusan tak penting, sekarang Dirman sendiri menuju ke ruangan yang disediakan untuk melakukan interogasi kedua orang yang dia pilih tadi.

Munding berdiri di luar sebuah ruangan ketika Dirman datang mendekat ke arahnya. Afza bergerak dengan efektif dan efisien. Tak sampai setengah jam, dia sudah berhasil memindahkan D-1 dan Yuki ke dua ruangan berbeda yang ukurannya lebih kecil daripada ruangan tadi.

Masing-masing wanita itu terlihat duduk di kursinya dan sama sekali tak merasa panik ataupun ketakutan. Mereka seolah tahu kalau semua akan berujung seperti ini.

Dirman menepuk pundak Munding pelan, “Le, kamu tahu ndak kenapa aku memilih mereka berdua untuk jadi sasaran interogasi kita?”

Munding tersenyum, “aku tahu kalau selain petarung manifestasi yang mentalnya mengalami breakdown itu, mereka berdua adalah pentolan elit dari Utopia, melebihi yang lain,” jawab Munding.

Mata Dirman terlihat berbinar, “Bagus!! Ternyata analisamu lumayan hebat juga. Aku suka seorang petarung yang bisa menggunakan otaknya juga, bukan hanya hebat dalam mengayunkan otot mereka,” kata Dirman sambil mengacungkan jempolnya ke arah Munding.

“Gimana nggak? Bukannya mereka berdua memang bersama petarung manifestasi tadi saat bertemu pertama kali denganku? Tentu mereka bertiga adalah elit dari grup Utopia yang bertugas di markas itu,” gumam Munding dalam hati, tapi dia sama sekali tak berniat untuk mengatakan hal itu kepada si Mbah Dirman.

“Saat melihat mereka semua berada dalam satu ruangan tadi. Aku langsung bisa menduganya. Si wanita itu…” kata Dirman sambil menunjuk D-1, “dia petarung awakening, tapi semua petarung inisiasi di dalam ruangan itu sama sekali tak berani menatap matanya. Itu menunjukkan kalau statusnya tinggi di Utopia,” lanjut Dirman.

“Sedangkan si wanita itu…” lanjut Dirman sambil menunjuk ke arah Yuki yang ada di ruangan berbeda, “sekalipun dia tertangkap, dia sama sekali tidak panik. Dia punya mental composure yang sangat terlatih. Selain itu, dia juga menjaga jarak dengan petarung lainnya tanpa mendapatkan tekanan dalam bentuk apa pun dari kumpulan para petarung itu,” jelas Dirman.

“Dari situlah aku tahu kalau mereka berdua punya status yang lebih tinggi daripada yang lainnya,” kata Dirman mengakhiri analisanya.

“Jahe makin tua memang makin pedas rasanya,” puji Munding ke arah Dirman.

“Maksudmu apa?” gertak Dirman.

“Itu pujian Mbah… Pujian…” kata Munding sambil tertawa kecil.

“Bukan. Aku menangkap kalau kamu lebih menekankan kepada ‘tua’ dibandingkan yang lainnya,” sungut Dirman.

Munding hanya bisa menahan tawanya saja melihat tingkah orang tua yang makin susah dikontrol nalar itu. Tak lama kemudian, ketika Munding melihat Afza sudah keluar dari ruangan Yuki, Munding pun mendekatinya.

“Sudah bisa diinterogasi?” tanya Munding ke arah Afza.

Afza hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Munding tersenyum kecil dan berjalan ke arah pintu ruangan tempat Yuki ditahan, “sebaiknya kamu bantu Mbah Dirman di ruangan lain. Aku lebih dari cukup untuk menginterview wanita ini,” gumam Munding sambil berlalu sebelum akhirnya menghilang dalam ruangan.

Afza tak menjawab dan berjalan menuju ke ruangan satunya. Ruangan tempat D-1 berada dan sedang duduk berhadap-hadapan dengan si Pak Tua yang terlihat tenang dan bahkan memberikan sebuah senyuman.

=====

Yuki terlihat rileks dan santai ketika mendengar langkah kaki di depan pintu ruangan interogasi yang ditempatinya. Dia sama sekali tak takut ataupun kuatir dengan teknik apapun yang akan digunakan oleh para petugas itu.

Yuki adalah seorang ninja wanita, seorang kunoichi. Mental dan semangatnya sudah terlatih dan teruji ratusan bahkan ribuan kali. Penyiksaan adalah sebuah hal yang sama sekali tak menakutkan bagi seorang Yuki.

Yuki masih terlihat santai ketika pintu ruangan itu dibuka perlahan-lahan, tapi ketika Yuki melihat sosok yang menyembul ke dalam ruangan, bulu kuduknya tiba-tiba merinding.

Laki-laki itu.

Si laki-laki yang berhasil menangkapnya. Laki-laki yang juga telah membuat S-5 berperilaku layaknya seperti orang gila. Kini dia berdiri di dalam ruangan ini bersamanya.

Si laki-laki itu lalu berjalan dengan santai dan menarik kursi di depan Yuki ke belakang perlahan lalu dia duduk di depan Yuki dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja. Laki-laki itu lalu tersenyum dan mengucapkan sebuah kalimat perkenalan, “Hai. Namaku Munding.”

Yuki terdiam dan sama sekali tak memberikan sahutan. Dia tahu kalau Munding pasti seorang petarung manifestasi karena kemampuannya yang bisa membuat S-5 seperti itu. Tapi, apa yang bisa dia lakukan jika Yuki memutuskan untuk diam tak bicara sama sekali.

“Silakan siksa aku!!” teriak Yuki dalam hati sambil melihat ke arah Munding dengan tatapan tajam.

Munding yang melihat sorot mata Yuki tahu apa niatan gadis itu tanpa perlu bertukar kata atau kalimat. Munding hanya menarik napas dalam.

“Itukah pilihanmu?” tanya Munding pelan.

Yuki tak menjawab dan hanya duduk terdiam sambil tetap menatap tajam ke arah Munding.

Munding pun menghela napas panjang lalu merebahkan punggungnya ke sandaran kursi yang ada di belakangnya, “tahukah kamu apa yang terjadi kepada rekanmu petarung manifestasi itu?”

Yuki diam tak memberikan tanggapan.

Munding tak peduli dan melanjutkan monolognya, “mmm. Aku membuatnya merasakan infinite loop. Aku menusuknya ratusan kali tapi tak pernah membiarkannya mati.”

“Awalnya dia sanggup bertahan sampai puluhan kali, tapi akhirnya mentalnya mengalami breakdown juga. Aku lupa itu terjadi saat loop yang keberapa. Tapi kurasa lebih dari seratus kali. Bisakah kamu membayangkan jika aku harus menusukmu selama ratusan kali hingga kamu berharap lebih baik mati daripada merasakannya lagi?”

Yuki masih tetap terdiam dan tak menjawab.

Munding mengangkat bahunya, “oke. Oke. Kamu seorang ninja. Pasti terlatih untuk menerima siksaan saat interogasi oleh musuh. Aku juga yakin kalau mentalmu pasti lebih kuat dibandingkan petarung manifestasi itu.”

“Kebetulan juga aku butuh seseorang sepertimu untuk menguji coba sesuatu,” lanjut Munding sambil tersenyum menyeringai, “Mmm. Kamu beruntung untuk menjadi yang pertama.”

Munding lalu mengangkat tangannya yang sejak tadi berada di samping badannya. Sebuah manifestasi intent yang menyerupai asap dan berwarna hitam pekat terlihat disana, lalu dengan cepat dan tanpa memberikan kesempatan kepada Yuki, Munding melambaikan tangan kanannya kearah gadis itu.

Dan semuanya pun menjadi gelap.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang