Apa yang paling menakutkan bagi sebagian besar orang?
Kemiskinan?
Kematian?
Kesedihan?
Jawabannya mungkin akan bervariasi, tapi ada satu hal yang mungkin akan membuat seseorang mungkin memilih lebih baik mati daripada mengalaminya.
Loneliness. Kesendirian.
Bayangkan, jika kita selama ini hidup di tengah-tengah masyarakat dan orang-orang yang menyayangi kita, tiba-tiba semua orang di muka bumi meninggal dunia dan hanya kita sendiri yang tersisa.
Apa yang akan kalian lakukan?
Atau jika kita terdampar di sebuah pulau tanpa penghuni. Tidak ada teman yang bisa diajak berbicara. Hanya ada kita sendiri di antara alam liar dan pepohonan.
Apa yang akan kalian lakukan?
Berapa lama kalian bisa bertahan sebelum akhirnya mental kalian akan mengalami gangguan?
Berapa lama sebelum akhirnya sebersit pikiran untuk mengakhiri nyawa kalian sendiri muncul di kepala daripada merasakan hidup seorang diri tanpa siapa pun?
Kesendirian adalah sesuatu yang menakutkan.
Meskipun ini mungkin tak berlaku untuk para jomblo karatan yang sanggup bertahun-tahun menikmati kesendirian. *oke, paragraph ini ngaco, lupakan.
Kesendirian adalah sesuatu yang menakutkan.
Bagaimana jika kita menambahinya lagi?
Sendirian, di tempat yang gelap tanpa cahaya, tak bisa melihat bahkan merasakan sendiri tangan dan tubuh kita, tak dapat mengetahui dimana kita berada, tak ada suara, tak ada penglihatan, semuanya hanya diselimuti kegelapan tanpa batas.
Sedetik, semenit, satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, hingga waktu tak terhitung bilangan lagi.
Itulah yang dialami oleh keenam orang remaja yang sekarang berada di dalam domain kegelapan milik Munding. Dan ini memang tujuan utama yang ingin Munding capai. Dia ingin mengetahui seberapa kuatnya mental dan kesadaran diri mereka.
Sanggupkah mereka bertahan dalam dunia yang menakutkan ini?
Munding tak menggunakan ‘devour’ dalam domainnya. Hanya kegelapan tanpa ruang dan waktu yang dia gunakan untuk menjebak remaja-remaja yang berada di depannya.
Intent terlihat terpancar kuat dari sebagian tubuh remaja itu. Mereka mencoba melawan kegelapan yang menyelimuti diri mereka dan melepaskan diri dari dunia gelap yang mengelilingi mereka.
Tanpa hasil.
Apapun yang mereka lakukan.
Mereka mencoba menggunakan kekuatan fisik, melepaskan intent mereka, memasuki mode tarung, semua teknik yang mereka kuasai dalam tahap awakening dan inisiasi sudah mereka gunakan, tapi mereka tak berhasil lepas dari dunia gelap menakutkan yang menjebak mereka. Mereka sama sekali tak tahu dengan apa yang sekarang sedang mereka alami.
Tapi,
Salah seorang remaja laki-laki yang terjebak di dalam dunia kegelapan ini berdiam diri sejak tadi. Dia bernama Angga Pramudya, putra seorang petinggi militer dengan pangkat yang lumayan.
Berbeda dengan rekan-rekannya yang lain, Angga tak mendapatkan pelatihan untuk menjadi serigala petarung dari keluarganya atau tempat dimana ayahnya bertugas.
Angga adalah anak dari istri simpanan sang petinggi. Ibunya meninggal dunia saat melahirkan dirinya dan dia dirawat oleh keluarga besar sang Ibu, hingga akhirnya, Angga mencapai usia kritisnya yang pertama kali dan mulai bertanya-tanya tentang ayah kandungnya.
Angga mengalami berbagai pengalaman pahit sejak kecil karena keterbatasan ekonomi dari keluarga besar sang Ibunda. Sekalipun dia berhasil bertemu dengan ayah kandungnya yang jauh berkecukupan secara ekonomi, tapi itu tak membuatnya hidup bahagia.
Jalannya sebagai serigala petarung dia pelajari secara otodidak. Berbeda dengan saudara-saudara seayah yang dia punya, terlatih secara sistematis sejak kecil dengan didikan ketat ala ayahnya. Tapi itu semua tak pernah membuat Angga menyerah dan sekarang lah puncaknya.
Tanpa didikan dan doktrin, jiwa petarung Angga tumbuh dan berkembang dengan mengandalkan nalurinya. Dia tak punya siapapun yang dapat dia percayai dan andalkan selain dirinya sendiri, sejak kecil.
Saat ini, disaat dia terjebak dalam dunia kegelapan yang penuh misteri ini, sama seperti yang sudah dia lakukan puluhan atau ratusan kali dalam hidupnya, Angga mempercayakan semuanya kepada nalurinya.
Karena itu, Angga tahu bahwa dunia kegelapan ini, sekalipun sangat menakutkan tapi sama sekali tak membahayakan dirinya. Itulah kenapa Angga tak seperti rekan-rekannya yang dengan sekuat tenaga berusaha terbebas dari tempat ini.
Angga hanya diam sambil berdiri dan menikmati kegelapan tanpa batas ini. Dia percaya kepada nalurinya dan dia tahu kalau dirinya tidak sedang dalam bahaya.
Tanpa sepengetahuan Angga, Munding tersenyum saat menatap sosok si pemuda yang memejamkan mata dengan raut muka santai dan rileks di depannya itu.
Si pemuda memang hanyalah serigala petarung tahap awakening, tapi dari sikapnya yang santai dan rileks, Munding tahu kalau dia adalah seorang petarung dengan naluri. Petarung yang mempercayai nalurinya melebihi logikanya.
Kualitas yang dicari oleh Munding.
Selain pemuda yang berdiri dengan santai dan rileks ini, perhatian Munding tertuju kepada dua orang remaja lagi. Salah satunya adalah seorang remaja putri dengan tampilan yang unik dan tak seperti remaja putri lain yang ikut dalam rombongan keempat puluh orang itu. Rambutnya panjang dan dikepang rapi ke belakang.
Saat Munding melihat ke wajahnya, si gadis tak hanya terlihat rileks tapi juga sedikit berbeda. Munding tahu apa yang terjadi dengan si gadis berambut panjang itu. Di dalam domain kegelapan Munding, si gadis tidak ketakutan, tapi justru terlihat sangat senang, dengan lincah dia bergerak kesana kemari penuh rasa ingin tahu.
Remaja terakhir yang menarik perhatian Munding adalah seorang pemuda yang berbeda dengan kedua remaja lainnya, pemuda yang pertama bersikap tenang dan santai, gadis yang kedua bersikap penasaran dan ingin tahu, sedangkan pemuda yang ketiga, dia terlihat tidak takut sama sekali. Dia juga terlihat nyaman berada dalam dunia gelap ini.
Rasa dan ekspresi yang berbeda dari pemuda pertama yang bernama Angga.
Kalau Angga merasa rileks dan santai karena dia yakin dunia kegelapan ini tak akan melukainya atau membahayakannya, pemuda yang ketiga ini, dia terlihat merasa nyaman berada disini. Seakan-akan, kegelapan adalah temannya, seakan-akan dia merasa berada di dunianya yang seharusnya.
Meskipun Munding tahu, itu bukan berarti sang pemuda terakhir itu adalah pemilik konsep kegelapan sama seperti dirinya. Tapi Munding yakin kalau dia memiliki naluri yang memiliki sifat bawaan sangat dekat dengan konsep kegelapan hingga bisa membuatnya nyaman berada di dalam domain milik Munding.
Selain ketiga orang yang menarik perhatian Munding, tiga remaja lain sudah lama jatuh tak sadarkan diri kelantai. Munding sama sekali tak melakukan offensive dengan domain miliknya. Dia hanya memerangkap mereka berenam untuk mengetahui sejauh mana dominasi naluri dan logika dalam tubuh mereka berenam.
Cara yang paling mudah, tentu saja menguji mereka dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui sebelumnya sekaligus sesuatu yang terkesan menakutkan sekaligus mengancam nyawa. Dan itu dilakukan Munding dengan memasukkan mereka ke dalam dunia gelapnya.
Serigala petarung yang mengandalkan logika, saat merasa terancam, otak mereka akan mengambil alih dan memutuskan untuk melakukan tindakan untuk menyelamatkan diri. Serigala petarung yang mengandalkan naluri, akan membiarkan insting-nya memutuskan, apakah situasi yang sekarang mereka hadapi itu membahayakan atau tidak bagi mereka?
Dan test sederhana yang dilakukan oleh Munding cukup ampuh untuk melakukan itu.
Kini hanya tiga orang yang masih berdiri di depan Munding saat dia membuka mata dan menarik kembali domain miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
munding:utopia
Aksi(Action) Utopia merupakan sebuah negeri khayalan yang diciptakan oleh Sir Thomas Moore dalam bukunya yang berjudul Utopia. Negeri ini berupa sebuah pulau di tengah-tengah Samudera Atlantik yang memiliki tatanan kehidupan yang ideal, dari semua segi...