Chapter 47 - Ketemu

3.2K 218 30
                                    

D-1, S-5 dan S-10, ketiga orang pentolan Utopia ini melesat menuju ke arah depan markas tentara ini. Sebuah markas sederhana yang sebenarnya hanya terdiri dari beberapa gedung satu lantai yang dihubungkan oleh koridor dengan kanopi sederhananya.

Mungkin bagi Utopia, markas ini bukanlah sesuatu yang penting karena secara infrastruktur sama sekali tak berarti bagi proyek ‘Surga Kedua’ mereka, tapi markas tentara ini adalah satu-satunya ancaman militer yang bisa menganggu proses pelaksanaan proyek mereka.

Surga Kedua yang ingin dibangun oleh Utopia sendiri jaraknya sekitar 10 km dari lokasi markas ini. Saat ini, pembangunan fasilitas disana sedang berlangsung. Ratusan pekerja dan puluhan penjaga ditugaskan disana siang dan malam untuk mengejar deadline penyelesaian Proyek itu.

D-1, S-5 dan S-10 hanya kebetulan saja berada di markas ini untuk meninjau apakah ada sesuatu yang luar biasa terjadi di markas ini. Dan ternyata, markas ini benar-benar diserbu oleh segerombolan musuh di tengah malam buta.

Afza dan Dian berlari dengan kecepatan penuh dan menuju ke ruang para petinggi markas ini yang berada di bangunan yang paling belakang. Munding mengikuti keduanya dengan santai di belakang sambil menggunakan domainnya untuk merasakan apabila ada musuh yang mendekati mereka. Munding hanya menggunakan radius 50 meter untuk pantauan domainnya, karena dia yakin mampu bereaksi secepatnya dalam jarak sejauh itu.

Tiba-tiba saja, Munding merasakannya dua orang serigala petarung melesat ke arah mereka. Seorang laki-laki petarung manifestasi dan seorang wanita petarung awakening. Tapi, Munding merasa heran, ada sosok ketiga yang samar-samar dia rasakan bersama kedua orang itu. Munding mengrenyitkan dahinya. Ini kali pertama dia merasa ragu dan tak bisa dengan jelas mendeteksi sosok seseorang yang masuk ke dalam domainnya.

“Musuh datang, siaga!!” kata Munding pelan dari belakang Afza dan Dian.

Mereka bertiga lalu berhenti berlari dan menunggu di bawah koridor yang menghubungkan bangunan kantor para petinggi yang ada di belakang dengan bangunan tempat Munding dan kawan-kawannya tadi datang.

Tak sampai satu detik, Munding dan kedua rekannya melihat sosok mereka. Seorang laki-laki berbadan gempal dengan tubuh yang agak pendek dan memiliki darah latin berdiri di sebelah depan dengan seorang wanita yang mengenakan pakaian seksi dan terlihat cantik serta sensual berdiri di sebelahnya.

Munding hanya melirik sekilas ke arah sebelah kanan si laki-laki gempal itu meskipun tak ada sosok apapun disana. Kali ini, dengan jarak sedekat ini, Munding bisa merasakannya dengan jelas, sosok seorang wanita yang memiliki level serigala petarung tahap inisiasi.

“Kalian dari Biro?” tanya D-1 dengan suara pelan.

“Aku wakil ketua Biro,” jawab Afza dengan tegas, “menyerah dan kami akan menangkap kalian secara baik-baik. Kalau kalian melawan, kami akan gunakan kekerasan.”

“Hahahahahaha,” S-5 tertawa keras ketika mendengar kata-kata Afza.

“3 orang petarung tahap inisiasi berani mengancamku dengan kekerasan?” kata S-5 sambil tersenyum mengejek ke arah rombongan Afza.

Tiga orang petarung inisiasi? Afza dan Dian serentak saling berpandangan mata dan menoleh ke arah Munding yang hanya tersenyum kecil saja. Munding tak begitu kuatir dengan laki-laki yang sekarang berdiri di depan mereka itu. Dia justru tertarik pada sosok wanita yang tersembunyi di sebelah kanan mereka. Wanita itu hanya petarung inisiasi, tapi kenapa domain Munding seolah-olah tak bisa melacaknya dengan pasti.

“Tenang dulu kawan-kawan, kami Utopia datang dengan damai. Utopia adalah agama terakhir dan akan menjadi penerang di muka bumi. Kami punya cita-cita mulia untuk mewujudkan surga di atas dunia,” tiba-tiba D-1 memotong percakapan S-5 dengan Afza dan justru menggunakan skillnya untuk menjadi seorang salesman.

Afza, Dian dan Munding saling bertatapan mata saat mendengarkan kata-kata D-1, si cantik seksi yang terlihat mempunyai aura luar biasa dan bisa mempengaruhi orang lain itu.

Melihat rombongan Afza terdiam, D-1 makin menjadi, “Utopa tidak seperti agama lain. Agama lain selalu mengandalkan keyakinan, iman dan sebagainya untuk menjaring pengikut. Mereka menjanjikan surga dan mengancam dengan neraka, tapi semua itu hanyalah omongan tanpa bukti. Kami, Utopia tidak melakukan itu. Kami tidak pernah mengancam dengan neraka. Kami justru memberikan surga, dan itu bukan hanya janji, kami memberikannya langsung saat ini juga,” lanjut D-1 berapi-api dan semakin percaya diri untuk mendekat ke arah rombongan Afza yang masih terdiam.

“Menjadi pemeluk Utopia adalah sebuah perniagaan yang untung dan tidak akan pernah merugi. Kami memberikan sesuatu yang nyata, yang bisa dinikmati saat ini, bukan sekedar janji yang entah akan kita dapati saat kita mati nanti,” lanjut si seksi.

“Mari, aku mengajak kalian semua untuk menjadi bagian dari kelompok pemenang sejati. Bergabung dengan kami dan kibarkan panji surga di muka bumi. Kita akan…”

Bletaaakkkkkkk.

“Aaaaaaaarrrrrrrggghhhhhhhh,” teriakan D-1 terdengar keras dan memekakkan telinga disertai dengan sosok tubuhnya yang melayang dan menghilang di semak-semak yang ada di sebelah kiri koridor ini.

“Kenapa kalian bisa sabar mendengar ocehan tadi?” gumam Munding pelan sambil melirik ke arah Afza dan Dian.

Dian hanya menundukkan kepalanya dengan muka yang memerah. Apalagi kalau bukan sosok seksi D-1 yang membuatnya terpaku, sedangkan Afza dia membuang napas kesal dan melirik tak suka kearah Munding, “seharusnya tadi aku yang akan menghajarnya, hanya aku kalah cepat darimu,” sungut Afza.

S-5 sama sekali tak menyangka kalau D-1 akan ditendang hingga melesat ke dalam semak belukar oleh salah satu musuhnya, ketika dia menyadari itu, tentu saja dia meradang.

“Kalian!!” teriak S-5 dan kemudian tiba-tiba saja tangannya terlihat menghilang untuk sesaat lalu muncul kembali tetapi jumlahnya bertambah.

S-5 kini berdiri dengan muka penuh amarah dan 3 pasang tangan. Ketiga pasang tangan ini terlihat sangat nyata dan seakan-akan tumbuh dari punggungnya. Afza dan Dian sangat terkejut ketika melihatnya. Ini kali pertama mereka melihat manusia bertangan enam seperti laki-laki yang ada di depannya. Tentu saja mereka berdua sangat ketakutan.

Munding mengrenyitkan dahinya. Di mata Munding, sosok musuh mereka memang benar-benar mempunyai 3 pasang tangan. Tipuan apa ini? gumam Munding tak percaya.

“Dian, serang!!” kata Munding pelan, dia ingin memberikan kesempatan untuk menambah pengalaman dalam duel sesungguhnya kepada anak didiknya ini.

Dian mengatupkan rahangnya dan melupakan semua ketakutannya. Pakdhe sudah memberikan instruksi dan wajib hukumnya mengeksekusi instruksi itu.

“Haaaaaaahhhhhh,” Dian merangsek maju dan melayangkan tendangan sabit kaki kiri ke arah perut manusia bertangan enam di depan mereka.

Beegghhhhhh.

Dengan mudah S-5 menangkap kaki kiri Dian. Dian mencoba untuk menariknya tapi dia tak mampu. Sesaat kemudian, S-5 mengenggam salah satu tangan kirinya dan mengenggam, sedangkan tangan kanannya yang tadi menangkis kaki Dian masih menahannya hingga kini.

Wusshhhhhh.

Duaaagggggg.

Suara benturan keras terdengar. Dian langsung terpelanting ke belakang. Tangan itu nyata, gumam Dian dalam hati. Karena dia menyerang secara acak dan S-5 tetap mampu bertahan dan menyerang dengan menggunakan tangannnya.

=====

Author note:

1 chapter lagi setelah ini.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang