Chapter 99 - Save!

3K 215 24
                                    

Kejutan lain kembali menghantam Shakur saat dia melihat sang Pemuda ternyata memiliki legendary concept sama seperti Tommy.

Untuk sesaat mereka berdua bertarung imbang, sampai akhirnya Tommy melakukan sesuatu dan berhasil menyerang si Pemuda dan membuatnya jatuh terkapar di atas lantai.

Saat Shakur melihatnya, dia kebingungan, muncul pertanyaan dalam dirinya, “Haruskah aku menolongnya?”

Tommy menggunakan konsepnya untuk mengangkat sebuah batu yang berukuran besar dan dilihat dari gelagatnya, dia akan menggunakan batu itu untuk menghabisi nyawa si Pemuda.

Musuh dari musuhku adalah temanku.

Sebuah kalimat melintas di kepala Shakur dan dia pun langsung bergerak dengan kecepatan penuh ke arah tempat pertarungan antara Munding dan Tommy. Dengan konsep kecepatan yang dimilikinya, Shakur hanya membutuhkan waktu tak lebih dari sedetik untuk meloncat turun dari kamar tempatnya menginap dan menyeberang ke lokasi sasarannya.

=====

Booooommmmmmmmmm.

Tommy melihat ke arah Munding yang terkapar di lantai dan bongkahan cor yang tadi dia lemparkan untuk menghabisinya. Tapi, Tommy hanya melihat beberapa batu kecil berserakan dan pecahan dari batu besar di sana.

Tak ada darah merah yang membasahi lantai, tak ada tubuh Munding yang tak lagi menghembuskan nafas, tak ada sasarannya disana.

Tommy melepaskan teknik World of Gravity-nya dan sebagai gantinya menggunakan persepsi intent biasa yang memiliki radius jangkauan lebih luas dan dia pun melihatnya.

Seseorang yang mengenakan jaket dengan tudung kepala dan kain yang menutupi sebagian wajahnya sedang memanggul tubuh Munding yang terlihat tak sadarkan diri. Tommy hapal dengan aura orang dengan jaket bertudung itu.

“Blackhand …” gumam Tommy pelan, “Jadi kau masih hidup?” lanjutnya.

Jian dan Munding, Tommy sudah berduel dua kali hari ini. Yang pertama memang berada di dunia ilusi, sekalipun itu sama sekali tak mempengaruhi kondisi fisiknya, tapi kondisi mentalnya terkuras drastis. Pertarungan kedua dengan Munding sedikit berkebalikan, mereka melakukan pertarungan secara fisik yang menguras tenaga Tommy, tapi secara mental, tidak ada konsumsi yang berarti.

Tommy hanya sedikit kaget tapi sama sekali tak merasakan ancaman bahaya dari Munding, setidaknya untuk duel pertama mereka kali ini.

Tapi itu artinya, Tommy tak punya cukup tenaga lagi untuk mengimbangi kecepatan Blackhand. Lee dan Knife dalam kondisi yang tak mungkin untuk bertarung, sedangkan Titis sedang dalam perjalanan menuju kesini, tak ada orang lain yang bisa mengejar Blackhand yang membawa lari Munding.

“Anggap saja, kamu lagi beruntung …” gumam Tommy sambil tetap mengarahkan pandangan matanya ke arah Blackhand yang melarikan diri, “Munding.”

======

Shakur tak membawa Munding menuju hotelnya.

Memang dia memilih hotel yang dia tempati setelah mempertimbangkan radius persepsi Tommy, tapi itu tak berarti bahwa dia telah berada dalam jarak aman saat terjadi sesuatu seperti ini. Saat ini, Shakur belum tahu apakah Tommy dan Utopia akan mengejarnya atau tidak. Satu-satunya solusi yang terpikirkan olehnya adalah Kongzi.

Kurang dari setengah jam kemudian, Shakur memapah tubuh Munding keluar dari sebuah taksi yang berhenti di depan Kong Fu Family Mansion.

Shakur bisa melihat suasana kacau balau di tempat ini dan hanya bisa menarik napas panjang. Di mana pun Utopia menancapkan cakarnya, pasti tempat itu akan porak poranda. Seperti apa yang dia lihat sekarang ini.

Puluhan petugas medis terlihat hilir mudik untuk mengangkut dan memberikan perawatan pertama kepada para korban bentrokan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Ratusan pria berwajah garang dan berpakaian serba hitam serta mengenakan kaca mata hitam bak anggota Triad atau Gangster terlihat berjaga dengan raut muka penuh kewaspadaan di sekitar bangunan itu.

Shakur memapah Munding yang tak sadarkan diri ke arah pintu gerbang Mansion yang dijaga sangat ketat itu.

“Berhenti!!” teriak beberapa orang sekaligus saat melihat Shakur mendekat bersama Munding.

“Kongzi sedang mengalami masalah dan kami tak bisa menerima tamu saat ini, tolong pergi!” lanjut seseorang dengan nada datar tapi kata-kata yang sopan.

Tangan kanan si laki-laki itu membuka dan menunjukkan ke arah jalan raya, sebuah gesture untuk mengusir Shakur secara halus.

“Orang ini adalah tamu kalian. Dia terluka. Tak bisakah kalian membantu mengobatinya?” tanya Shakur dengan bahasa Inggris yang kental dengan aksen Amerika.

Beberapa penjaga yang berwajah garang itu saling berpandangan mata karena mereka tak memahami kata-kata Shakur.

“Panggil penerjemah ke sini, cepat!” teriak si laki-laki yang menjadi pemimpin dari grup penjaga itu.

Shakur hanya diam dan memperhatikan semua gerak gerik para penjaga di depan pintu gerbang Kongzi dengan seksama dan sabar. Dia tahu bahwa untuk organisasi sekelas Kongzi, insiden barusan adalah sesuatu yang benar-benar telak dan menohok mereka.

Selain kehilangan sebagian besar anggota elit mereka dan akan melemahkan kekuatan kawanan secara keseluruhan, Kongzi juga pasti akan meratapi betapa nama mereka akan tercemar setelah ini.

Sebagai salah satu yang terkuat di Asia, sebagian besar tetua dan elit mereka justru membelot dan bergabung dengan organisasi lainnya serta ikut merencanakan penyerangan terhadap organisasi mereka sendiri.

Shakur masih larut dalam pikirannya sendiri ketika tiba-tiba salah seorang penjaga yang tadi berlari ke dalam untuk memanggil penerjemah kembali lagi dengan seorang gadis manis mengenakan Cheongsam berwarna merah.

Si gadis yang sedikit terengah-engah karena kehabisan napas melihat dengan tatapan penuh tanya ke arah Shakur karena dia sama sekali tak mengenali laki-laki yang menutupi wajahnya dengan kain dan mengenakan tudung kepala itu.

“Maaf, saya tidak mengenal Anda. Tolong ulangi lagi permintaan yang Anda ucapkan tadi,” kata si Gadis manis berbaju Cheongsam.

“Kamu mungkin tak mengenalku. Tapi aku membawa salah satu tamumu yang terluka,” jawab Shakur sambil menunjuk ke arah Munding yang masih dia papah.

Si Gadis penerjemah lalu melihat ke arah Munding dan berteriak kaget, “Aaahhhhh.”

Dia masih ingat sekali pesan Ketua Kongzi, Cui Lan Seng, beberapa jam tadi.

“Perlakukan dia seperti layaknya kau perlakukan aku.”

Si Gadis penerjemah lalu membungkukkan badannya penuh hormat ke arah Shakur, “Terima kasih untuk kebaikan Anda, kami akan merawat beliau.”

Si Gadis lalu menyuruh beberapa penjaga untuk mengangkat Munding dan membawanya ke tempat perawatan darurat yang dibuat oleh Kongzi beberapa saat lalu. Tak ada yang melarang Shakur mengikuti rombongan mereka saat mengantarkan Munding ke tempat perawatan.

“Maaf, saya ingin melaporkan ini kepada atasan sebentar. Mohon tunggu disini,” kata si Gadis penerjemah setelah dia melihat Munding mendapatkan perawatan pertama dari tim medis di tempat ini.

Shakur hanya menganggukkan kepalanya dan Si Gadis pun menghilang.

Tak lama kemudian, si Gadis kembali ke ruangan ini dan membuat semua tim medis yang tadinya bekerja dengan sibuk dan suara yang bising di tempatnya terdiam. Di belakang si Gadis, dua orang kakek tua yang sekarang menjadi pilar penyangga Kongzi berdiri dengan raut muka sedikit kuatir, Jian dan Cui.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang