Chapter 127 - Kawan Lama

3K 167 19
                                    

Nurul terdiam.

Sejak dulu, orang mengatakan bahwa penyesalan akan selalu datang terlambat. Itu juga yang terjadi dengan Nurul. Saat ini dia hanya terdiam sambil melihat ke arah halaman luas yang ada di depannya. Halaman dimana, sosok Amel dengan perutnya yang sedikit membuncit sedang bermain dengan Alit yang terlihat riang gembira.

Mereka tak lagi di Sukorejo, tempat kediaman Munding berada. Mereka sendiri bahkan tak tahu lokasi mereka saat ini. Mereka dibawa kesini beberapa hari lalu oleh tim dari Biro yang dipimpin langsung oleh ketiga murid Munding.

Saat Nurul bertanya, April hanya menjawab pendek dengan nada sedih dan kuatir, “Untuk sementara, keluarga Budhe tinggal disini dulu. Ini sekedar berjaga-jaga, prosedur standar perlindungan Biro untuk asset yang kritikal.”

Nurul hanya bisa menebak saja kata-kata April, sedangkan Amel yang berada di sebelahnya langsung mengetahui garis besar apa yang sedang terjadi. Keselamatan mereka semua terancam, baik itu Nurul, Amel, Alit, dan juga calon bayi yang ada di perut Amel.

Ancaman yang bahkan tidak bisa dibendung dengan status Amel sebagai anak seorang petinggi Angkatan. Ditambah lagi dengan posisi Bapak Mertua Amel, Tante Aisah dan Pakdhe Leman yang masih belum jelas. Opsi ini adalah yang terbaik bagi mereka semua.

“Mbak, ngelamun lagi?” tanya Amel tiba-tiba dan mengagetkan Nurul.

Nurul hanya tersenyum sedih, “Nurul kuatir Mbak,” jawabnya pelan.

“Mbak juga,” kata Amel sambil duduk di atas rerumputan sebelah kursi roda Nurul.

“Mas nggak kenapa-kenapa kan Mbak?” tanya Nurul ke arah Amel.

“Mbak yakin Mas baik-baik saja. Mas pasti akan pulang dengan selamat, seperti yang sudah-sudah. Pasti!!” jawab Amel dengan suara tegas dan tatapan yakin.

Nurul tertawa kecil. Amel terlihat bingung saat melihatnya. Nurul berusaha meredakan tawanya, “Lucu ya Mbak? Seharusnya kan Nurul yang justru bilang kek Mbak tadi. Nurul kan sejak kecil bareng Mas. Harusnya Nurul lebih percaya,” kata Nurul pelan.

Amel hanya diam tak menjawab.

“Tapi tetap saja Nurul sedih,” lanjut Nurul, “Kami sempat bertengkar beberapa hari sebelum Mas berangkat. Nurul belum minta maaf ke Mas,” saat Nurul mengatakan kalimat terakhirnya, tawa kecil yang beberapa menit lalu menghiasi wajahnya, kini berganti isak tangis tiba-tiba.

Amel menarik napas panjang, lalu berdiri dan merengkuh Nurul dalam pelukannya, “Saat Mas pulang nanti, kan masih bisa minta maaf ke dia?” bisik Amel di telinga Nurul.

======

“Missing in action?”

“Hahahahahahaha…”

“Malang sekali nasibmu… Bocah…”

Seorang pria dengan pakaian seragam sebuah lembaga negara di tanah air tertawa sambil bergumam kepada dirinya sendiri di dalam sebuah ruangan yang hanya berisi dia sendiri. Di tangannya sebuah pesan chat baru saja dia terima dari seseorang yang dia kenal.

Di depannya terdapat sebuah meja kerja yang terbuat dari kayu jati yang diukir indah. Sebuah papan nama kecil bertuliskan ‘Titis L Herlambang’ diletakkan di salah satu sudut meja jati itu.

Titis lalu meraih telepon meja yang ada di depannya dan menekan sebuah nomor, “Panggilkan Rony,” kata Titis pendek dan tegas lalu menutup panggilan itu.

======

Pada suatu ketika, 10 orang pernah dikumpulkan dari berbagai kesatuan demi satu tujuan, memburu sebuah organisasi teroris yang bernama Chaos. Dari ke sepuluh orang itu, ada salah satu orang yang unik. Dia bernama Dewi.

Dewi suka bertarung dan sangat kompetitif. Dia akan menantang petarung mana pun yang dilihatnya untuk pertama kali, sehingga hal itu memunculkan sistem rating gila yang digunakan oleh kesepuluh anggota tim gabungan itu.

Tapi, tak pernah ada yang menyangka bahwa sistem rating itu juga lah yang menentukan nasib mereka di kemudian hari.

Saat misi terpenting mereka, hanya anggota terkuat yang dikirim. Empat orang yang masuk dalam kategori D+, ditambah Munding tentunya. Dari kelima orang itu, hanya Arya dan Munding yang berhasil survive dan ketiga orang lainnya menjadi korban.

Rony adalah salah satu anggota tim gabungan itu. Dulu dia hanya setara dengan Dewi dan masuk kategori D0. Semua harapannya untuk mendapatkan nama di tim gabungan elite itu pun pupus sudah. Tapi, setelah semuanya berakhir, Rony merasa beruntung tidak masuk ke dalam jajaran petarung terkuat dari tim, karena jika itu terjadi, mungkin saat ini Rony sudah menemani Mia, Ardian dan Ridwan bertamasya ke alam sana.

Seekor ikan pernah menjadi raja di sebuah kolam kecil. Dia yang terbesar dan terkuat disana. Ketika dia dipaksa untuk berenang ke lautan, barulah sang Ikan mengerti betapa luasnya samudera. Sang Ikan merasa patah semangat dan mulai merindukan kolam kecilnya. Dan akhirnya ketika dia berhasil kembali ke kolam kecilnya lagi, dia puas dan bahagia.

Itulah Rony. Dia kembali ke kehidupannya yang dulu dan menjadi salah satu tangan kanan Titis untuk urusan yang tak boleh disebarkan ke khalayak umum.

Dan kali ini, mata Rony berbinar-binar ketika menatap sebuah poto di layar handphone yang dipegangnya.

“Gila si Munding sialan itu. Dia punya dua istri yang cantik seperti ini!” decak Rony penuh kekaguman sekaligus rasa iri.

Dari sorot matanya, entah kekejian apa yang terlintas di kepalanya saat membayangkan kecantikan kedua istri Munding, Nurul dan Amel. Apalagi dengan kesempatan langka yang saat ini diterimanya. Titis meminta dirinya untuk ‘mengamankan’ keluarga Munding karena ada dugaan bahwa Munding dalam kondisi ‘missing in action’.

Menurut informasi dari Titis, keluarga Munding sendiri saat ini sedang berada dalam perlindungan dari Biro. Sekalipun di atas kertas, Biro adalah sebuah lembaga yang netral, secara actual, hampir semua personil Biro adalah prajurit dari militer. Apa pun ceritanya, Biro lebih condong ke arah militer dibandingkan kepolisian.

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk urusan sipil dan keamanan dalam negeri, Titis menggunakan alasan itu untuk ‘mengamankan’ keluarga Munding dan melepas mereka dari perlindungan Biro. Rony-lah yang ditunjuk sebagai pemimpin tim oleh Titis.

Rony tentu saja tidak menolaknya. Dia punya dendam pribadi kepada Munding, tentu saja dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Apalagi setelah dia melihat poto kedua wanita tadi. Bukankah ini sama saja dengan ‘sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui?’.

“Komandan, tim sudah siap,” sebuah suara mengagetkan khayalan mesum Rony.

Rony memasukkan hpnya kedalam kantong dan mendelik ke arah anak buahnya. Tanpa berkata-kata, dia berdiri dan berjalan menuju ke arah luar gedung kantornya. Tak lama kemudian rombongan beberapa mobil melaju dengan kencang membelah jalan raya, menuju ke salah satu tempat yang selama ini dianggap momok bagi sebagian besar serigala petarung Nusantara, markas besar Badan Pencegah Pendeteksi dan Pencegah Aksi Teror aka Biro.

=====

Author note:

Met ultah untuk yeri tembmind, gek ndang lulus, terus kerjo, terus rabi, terus nduwe anak, terus gantian karo sing liyane.

Kita semua kan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) saja jatah hidupnya.

Jo lali semangat dan jaga jarak, Corona ra wedi adem'e Batu, Malang.

munding:utopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang