Suara kicauan burung di pagi hari, dengan sinar Mentari yang memasuki celah jendela kayu, mulai menyoroti sepasang tubuh manusia yang masih tertidur lelap.
Merasakan cahaya yang menyilaukan. Hongli terbangun lebih dahulu dan menoleh pada sang istri yang masih tertidur pulas.
Hongli meringis ketika melihat tubuh putih sang istri terhiasi beberapa bercak merah keunguan akibat ulahnya yang hilang kontrol kemarin malam hingga subuh menjelang.
Meski merasa bersalah namun tak menampik bahwa dirinya merasa bahagia.
Hidup berpisah dari pasangan yang dicintai itu sangatlah berat. Hongli sangat tidak menginginkan tahta. Bahkan Hongli jelas mengatakan pada ayahnya bahwa posisi ini hanya sementara hingga Pangeran Guang Shan kembali atau adiknya yang naik tahta.
Hongli jadi teringat kehidupan barunya kini di istana. Itu sangat jauh berbeda ketika dulu dirinya kecil.
Mulanya sang Permaisuri menyalahkan Hongli atas insiden putranya. Namun, seiring berjalannya waktu dan melihat betapa Hongli bersikeras tidak menginginkan tahta. Permaisuri harus tertampar fakta bahwa memang bukan pihak Hongli yang menyelakai putranya.
Lalu siapa?
Hongli memang marah dan hampir membenci Permaisuri karena sikapnya. Namun, disisi lain, ibu kandungnya, Selir Agung, selalu menasehati bahwa sikap Permaisuri hanyalah sebuah naluri seorang ibu yang tidak ingin anaknya cemburu atau merasa tersisihkan. Permaisuri berusaha melindungi posisi putranya meski caranya salah.
Sekarang. Ketika putra satu-satunya dinyatakan meninggal. Permaisuri bahkan dibuat terus menangis tanpa henti. Bahkan ketika mengetahui bahwa bukan Hongli maupun ibunya yang membuat sang putra tiada. Permaisuri mulai menyadari bahwa hanya putranya yang Permaisuri inginkan. Bukan lagi sebuah tahta untuk putranya. Namun hanya kehidupan bagi putra putrinya.
Melihat seperti ini. Hongli menjadi iba.
Sang ibu yang dulu sering mendapat ancaman dari Permaisuri, bahkan kini senantiasa mengajaknya berbicara agar tidak selalu berduka. Mencoba menenangkan, mengatakan bahwa putra Permaisuri pasti ada karena mayat yang ditemukan bukanlah milik Pangeran Guang Shan. Sebuah harapan kosong namun keyakinan tersebut membuat Permaisuri kembali bangkit.
Mengapa Sang ibunda tak menyimpan dendam pada Permaisuri? Karena sejauh ini, Permaisuri hanya mengancam dan tak benar-benar bertindak. Meski itu karena Hongli yang memenuhi keinginannya akibat ancaman. Tapi bagi ibunda Hongli, itu sama saja.
Lagipula, seperti yang diketahui, bahwa keturunan Wigon selalu memiliki hati yang lapang. Tidak haus akan kuasa tahta, membuat sang ibu hidup dalam kenyamanan tanpa beban hati berlebihan.
Hongli menyadari, apa yang dikatakan ibundanya adalah benar. Permaisuri hanya merasa terancam akan posisi putranya karena dirinya yang tergolong lebih unggul.
Hingga Hongli bahkan bersumpah di depan Kaisar dan Permaisuri. Bahwa Hongli tidak akan pernah mengambil tahta Kaisar Henix. Saat ini pun, Hongli hanya menggantikan sementara. Kalimat itu selalu ditekankan oleh Hongli.
Melihat kesungguhan Hongli di depan matanya sendiri. Bagaimana mungkin Permaisuri masih berhitam hati. Jujur dirinya menyesal meski itu tak terucap. Dirinya menyesal karena berpikir terlalu berlebihan.
Salahkan sang Kaisar yang membagi cintanya berat sebelah. Sangat terlihat bahwa Kaisar hanya mencintai Selir Agungnya. Itulah yang membuat Permaisuri terguncang dan berakhir menjadi gelap mata.
Permaisuri menyesal namun hanya dapat mengutarakan maafnya melalui tindakan. Dengan tidak pernah berkata kasar lagi. Baik pada Hongli maupun ibunya.
Bahkan memberikan guru pembelajaran terbaik bagi adik Hongli, yang akan naik tahta bila Pangeran Guang Shan, tak jua kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey of Her
FantasyMayleen, seorang dokter kecantikan tradisional yang ber transmigrasi ke seorang perempuan jaman kuno yang diperkosa oleh jelmaan naga. Langsung di baca aja beberapa part, bila menarik silahkan lanjut, bila tidak menarik, hapuslah dari perpustakaanm...