S2 - Part 22

6.1K 1K 107
                                    

"Sebelum saya memberitahu. Darimana Yang Mulia Permaisuri mengetahui nama asli saya?" Baihee tak keberatan bila harus memberitahu identitasnya pada sosok Jia Li maupun Xue Min. tapi dirinya hanya ingin memastikan bahwa pertanyaannya dijawab lebih dahulu. Terkadang bila seseorang telah menuntaskan rasa penasarannya, maka mereka dapat dengan mudah berkelit demi menghindari sebuah pertanyaan lawan bicaranya.

Tapi bila situasinya seperti saat ini, mau tidak mau, Jia Li harus menjawabnya lebih dahulu.

"Berbicaralah dengan biasa, nyonya Han. Disini, posisiku berbincang bukan sebagai Permaisuri, melainkan sebagai seorang keluarga jauh yang masih terikat darah dengan tubuhmu." Jia Li tersenyum lembut dan mengarahkan Baihee untuk menghampiri sebuah ruangan yang tertutup rapat dengan ukiran naga emas di pintu kokohnya.

Ketika dibuka, terdapat sebuah batu giok yang cukup besar berwarna putih kehijauan. Disana terdapat sebuah kalimat singkat yang cukup membuat alis Baihee mengkerut bingung.

'Jagalah Mayleen dan keturunanku.'

Jia Li, "giok ini adalah media dimana kami dahulu mampu berkomunikasi dengan sang Naga leluhur kami. Naga agung yang mendirikan Wigon dan memberikan berkatnya pada keluarga Kekaisaran. Dahulu, ketika Wigon terancam mendapat sebuah kemalangan. Maka, sang Naga agung akan mengirimkan peringatan melalui batu giok ini. tapi beberapa bulan lalu, bukanlah sebuah kalimat peringatan melainkan pemberitahuan seperti ini."

Baihee mendengarkan dengan seksama segala rentetan kalimat yang dijelaskan oleh Jia Li, bahkan Xue Min juga diam tak berani menginterupsi. Dirinya hanya mengkhayati, sekaligus mereka ulang pembelajaran sejarah yang dirinya ketahui.

"Mulanya kami bingung, siapakah sosok Mayleen ini. Hingga tiba-tiba peri mimpi yang menjaga Pagoda disini, memberitahukannya." Lanjut Jia Li.

Baihee melirik sekitarnya. Tak terlihat siapapun selain mereka bertiga. "Sedari awal masuk, saya tidak melihat siapapun. Dimanakah peri mimpi itu?"

"Peri mimpi itu cukup berbeda dengan peri lainnya. Peri mimpi itu tidak terlihat tapi dia ada. Bila ada kepentingan, per mimpi baru 'menunjukan' dirinya, itupun hanya suaranya yang terdengar." Kali ini bukan Jia Li yang menjelaskan, melainkan Xue Min. Jujur, dirinya mulai bosan hanya diam sedari tadi.

Baihee mengangguk mengerti.

Jia Li, "jadi, darimanakah dirimu berasal?"

Baihee menghela nafas dan matanya kini fokus pada ukiran tulisan yang tercetak di batu giok itu. "Saya berasal dari dunia yang cukup berbeda. Sulit untuk dijelaskan namun semuanya sangat berbeda. Dunia ini mirip seperti dunia lampau namun sejarah kita pun berbeda. Tak pernah ada dalam sejarahku nama-nama Kekaisaran dan Kerajaan seperti yang disini. Tapi dari segi geografis dan perkembangan jaman, anggaplah saya adalah seseorang yang datang dari masa depan."

Mata Xue Min membulat, begitupun dengan Jia Li yang kini menatap Baihee berbinar. Membuat Baihee tanpa sadar melangkah mundur karena curiga.

"Benarkah? Kau sungguh dari masa depan?" Jia Li langsung meraih tangan Baihee.

Dengan kikuk, Baihee mengangguk ragu.

"Wah, ternyata kau adalah gadis yang dikatakan oleh ramalan?" Xue Min menutup mulutnya dramatis. Membuat Baihee menatap pemuda tampan itu, aneh. Baihee jadi merasa, sebaiknya sosok Xue Min diam saja dan bersikap cool, daripada seperti saat ini. Image nya langsung berubah drastis.

Baihee, "ramalan?"

Jia Li dengan semangat menarik Baihee keluar menuju paviliun tamu, yang semula dirinya dijamu. "Karena pembicaraan kita akan panjang, sebaiknya kita sambil minum dan memakan kudapan."

Journey of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang