S2 - Part 72

2.5K 351 37
                                    

"Mohon Yang Mulia mempertimbangkannya." Seorang pria paruh baya dengan pakaian mewah, berlutut di tengah aula bersama para petinggi lainnya.

Mereka bersujud di hadapan sosok yang lebih tinggi lagi daripada mereka.

Aula bergemuruh dengan banyaknya bisikan dan protes keresahan. Sedangkan sosok paling berkuasa disana, yang tak lain adalah Kaisar Haocun dan sang Permaisuri, hanya diam menatap datar mereka yang bersimpuh di depannya.

"Sudah dikatakan bahwa mereka memiliki kekuatan sendiri hingga berani begitu percaya diri dengan menjadikan wilayahnya ekstrateritorial. Sudah dikatakan bahwa jangan mengusik mereka selama mereka tidak merugikan Kekaisaran kita. Tapi kalian yang bersikeras menyerang. Mengapa sekarang justru meminta pertanggung jawaban?"

Kaisar Haocun tampak kesal melihat perbuatan Raja Niu.

Sebelumnya dirinya terpaksa menyetujui wacana perang Kerajaan Niu karena memang setiap kerajaan dibawahnya berhak melakukan hal tersebut. Bagaimanapun, yang kuat adalah yang berkuasa. Sehingga Kaisar Haocun pun mencap permohonan perang Kerajaan Niu pada pulau dimana sang putra dan menantunya tinggal.

Disisi lain, Kaisar yakin bahwa putra dan menantunya pasti tak akan kalah. Karena bila mereka memang benar takut kalah, mereka tidak akan bersikeras pendirian dengan ancama kekuasaan lain.

Kaisar jelas sadar bahwa sang putra dan menantunya pasti memiliki keamanan tingkat tinggi, hingga berani menegakkan kepalanya dihadapan para penguasa Kerajaan.

Dan terbukti dugaannya.

Di pagi buta, Kaisar yang masih tertidur pulas harus terbangun karena ketukan pintu yang dengan lancang menganggunya.

Namun, Kaisar jelas mengerti, taka da seorang pun yang berani mengganggu waktu istirahatnya bila bukan karena hal mendesak.

Benar saja, Kaisar mendapati bahwa para Raja di bawah naungan Kekaisarannya, tengah berkumpul di aula utama.

Sejujurnya Kaisar geram namun tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang Kaisar.

Dari pertemuan yang tiba-tiba ini, akhirnya Kaisar Haocun menyadari bahwa Kerajaan Niu pastilah kalah. Dan para Raja lainnya hanya kebetulan mendukung Raja Niu.

"Tapi Yang Mulia. Mereka membantai lima puluh kapal perang, yang berisi seratus prajurit di setiap kapal. Mereka sama saja dengan membantai." Protes Raja Niu yang berharap mendapat dukungan dari Kaisar Haocun.

Sayangnya, Kaisar Haocun sama sekali tak merubah ekspresinya. Dirinya masih menunjukan wajah datar. "Lalu kau berharap mereka diam saja ketika ada yang hendak menyerang rumah mereka?"

Raja Niu terdiam mendapati pertanyaan Kaisar Haocun.

Haocun, "Seekor semut saja bahkan bisa menggigit bila diinjak. Apalagi manusia yang memiliki kecerdasan dan territorial yang tinggi? Dan kau bilang apa? Pembantaian? Bukankah itu memang rencana kalian? Membantai mereka semua dan mengambi alih kepemilikan pulau? Lantas kau berharap mereka semua bodoh dan tidak melindungi rumahnya?"

Aula yang semula berisik, kini langsung hening karena ini pertama kalinya Kaisar Haocun tampak murka.

"Apa kau akan diam ketika Kerajaanmu ingin dijajah?

Apa kau akan diam dan bersembunyi tanpa berjuang mempertahankan rumahmu sendiri?

Itu naluriah, bukan? Jadi, kalian membuang waktuku hanya untuk kekalahan telak kalian yang tak mampu melawan? Tapi itu semua adalah resiko, bukan? Jadi aku tidak memberikan perintah apapun lagi...

"... Sebagai Kaisar, saya lebih memilih kehilangan satu manusia labil daripada kehilangan rekan yang begitu baik dan royal serta loyal pada Kekaisaran Henix."

Journey of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang