Part 57

8.8K 1.3K 43
                                    

Setelah melewati berbagai rintangan di jalan, seperti serangan hewan buas karena melewati jalur hutan. Atau diserang perampok, yang tentu saja ditumbangkan mudah seketika. Kini akhirnya Baihee dan ketiga ksatrianya tiba di jalur masuk desa Lioth.

Tidak ada gerbang khusus karena ini sungguh wilayah non-elite. Hanya ada sebuah kayu lapuk yang di ukir dengan tulisan 'PEMUKIMAN LIOTH'.

Baihee menoleh kepada ketiga ksatrianya. Chen yang tertua langsung bergerak paling depan. Sedangkan Jun dan Kai tetap berjaga di belakang Baihee.

Ketika mereka berkuda melewati jalur masuk. Terlihatlah beberapa rumah kecil dengan sepetak tanah yang ditumbuhi satu jenis sayuran tiap lapak. Cukup unik di mata Baihee. Meski rumah-rumah terbuat dari anyaman bamboo dan bukan batu bata atau bahkan kayu solid. Namun lingkungan di desa Lioth terasa asri.

Untuk beberapa saat Baihee memanjakan mata pada pemandangan desa. Dan ketika menyadari sesuatu yang aneh. Baihee langsung bersuara. "Kemana semua penduduk?"

Chen, Jun, dan Kai dengan serempak mengatakan tidak tahu karena mereka hanya ditugaskan menjaga dan mengawasi Baihee. Keinginan Baihee yang terlalu tiba-tiba, membuat mereka tidak sempat mencari tahu perihal situasi dan kondisi terkini desa Lioth.

Baihee mengerutkan alisnya. "Desa ini desa kecil. Suamiku mengatakan dirinya berada di desa bersama beberapa prajurit istana untuk menginvestigasi kasus Pangeran Mahkota. Lantas, mengapa justru desa ini terlihat seperti desa tak berpenghuni? Hmm apakah kalian tahu di rumah mana Pangeran Mahkota tinggal selama disini?"

Kai yang berada di belakang Baihee menjawab, "hamba menjawab nyonya. Menurut yang saya dengar, Pangeran Mahkota ditempatkan di rumah paling ujung, persis di bawah tebing kaki gunung."

Baihee, "kalau begitu ayo kita kesana sekarang. Dari sini sudah sangat terlihat tebingnya."

Mereka pun langsung memacu kuda lebih cepat.

Ketika tiba, terdapat tiga rumah kecil yang berada tepat di tebing kaki gunung. Dan lagi-lagi, terlihat sepi dan tak berpenghuni.

Bila Hongli berada disini, seharusnya mereka melihat kuda atau tanda-tanda kehidupan lainnya.

Baihee mulai gelisah. Dirinya ingin bertanya namun sedari awal, mereka tak menemukan satupun penduduk yang berkeliaran. Bahkan ketika mengaktifkan kemampuan mendengar batin pun, Baihee tidak mendengar apapun kecuali milik ketiga ksatrianya yang ber hipotesa sendiri mengenai keadaan sekitar. "Kalian coba ketuk tiga rumah itu. Bila tidak ada yang menjawab, kalian dobrak saja."

Dengan patuh, ketiganya langsung menjalankan perintah Baihee sedangkan Baihee mengamati ketiganya.

Merasa tak ada yang menjawab, mereka saling melempar pandang sebelum serempak pula mencoba membuka pintu.

Tidak kasar. Mereka memastikan terlebih dahulu bahwa pintu terkunci atau tidak. Bagaimanapun mereka mencegah merusak property milik desa, terlebih katanya sedang dalam pantauan investigator.

Entah harus bersyukur atau tidak, semua pintu terbuka tanpa ada hambatan.

Kosong.

Tak ada siapapun.

Baihee langsung turun dari kudanya ketika Chen, Jun, dan Kai menghampiri Baihee untuk melapor.

Chen, "semua tempat tinggal kosong."

Baihee, "menurut kalian, yang mana yang menjadi rumah singgah Pangeran Mahkota?"

Jun, "saya rasa, rumah yang saya masukilah yang menjadi rumah singgah Pangeran Mahkota, karena saya melihat peti yang memiliki ukiran lambang kekaisaran. Saya belum membukanya karena merasa tidak sopan dan tidak berhak."

Mendengar itu, Baihee langsung melangkahkan kakinya menuju rumah yang Jun periksa. Dan benar saja bahwa ada peti yang dimaksud oleh Jun.

Tanpa keraguan sendiri Baihee langsung membuka peti itu membuat Chen, Jun, dan Kai melotot tak percaya dengan keberanian Baihee.

Tapi kosong. Tak ada apapun disana.

Baihee semakin menggigit bibirnya karena bingung. Ayolah, dirinya dulu adalah seorang dokter kecantikan, bukan detektif maupun bidang yang memerlukan keahlian bertarung, berpikir untuk menyusun teka-teki atau bahasa berfilm-an seperti genre action maupun sci-fi.

Mencoba memutar otaknya. Baihee teringat sebuah drama di dunianya dulu. "Coba kalian periksa semua rumah penduduk. Perhatikan area dapur maupun dipan tidur. Apakah sudah tidak berpenghuni lama ataukah masih baru. Intinya, apapun kejanggalannya kalian beritahukan padaku. Mengerti?"

Chen, "cukup saya dan Jun yang memeriksanya. Biarkan Kai tetap bersama nyonya. Kita tidak tahu bahaya apa yang sedang mengintai."

Kali ini Baihee tidak bersikeras, dirinya setuju dengan ucapan Kai. Bagaimanapun Baihee tak memiliki kemampuan bertarung sama sekali dan ini adalah wilayah asing. Demi keamanan dan kenyamanan bersama, Baihee menurut.

Bersyukur pula desa Lioth adalah desa yang kecil sehingga penduduknya hanya sedikit. Cukup mudah untuk memeriksa seluruh rumah dalam waktu yang singkat.

Selagi menunggu, Baihee mendudukkan dirinya di salah satu batu yang berada di dekatnya. Meluruskan kakinya yang mulai bengkak karena efek kehamilan.

Kai yang tak sengaja melihat kaki bengkak Baihee, mendekati Baihee dan berjongkok di depannya. "Nyonya, naikkanlah kaki nyonya pada kaki hamba."

Baihee yang sedang banyak pikiran langsung kikuk seketika. "Iya?"

Kai, "jika kaki membengkak dan nyonya justru meluruskannya ke bawah, itu justru akan menghambat peredaran darahnya. Tolong letakkanlah kaki nyonya pada saya agar kaki nyonya terangkat lebih tinggi dan membantu mengurangi bengkaknya secara perlahan."

Merasa perkataan Kai itu benar, Baihee langsung menaikkan kakiknya pada paha Kai yang senantiasa berjongkok. "Maaf bila merepotkanmu dan terimakasih."

Kai menggeleng, "tidak apa, nyonya. Apa perlu saya bantu pijat?"

Untuk satu ini, Baihee menolak. Bagaimanapun Kai adalah seorang ksatria dan bukan pelayan. Menginjakkan kakinya pada seorang ksatria saja, itu sudah menurunkan martabat ksatria itu sendiri. Tapi berhubung Kai yang menawarkan, Baihee tak dapat menolak kebaikkannya. Tapi tawaran untuk pijatan, tidak dapat Baihee terima.

"Menurutmu, dimana suamiku?" Karena canggung dengan keterdiaman tanpa suara. Baihee memutuskan untuk membuka topik pembicaraan. Sekalian dirinya juga perlu mendapat pencerahan dalam cara berpikir.

Kai, "untuk itu saya pun tidak dapat menjawabnya, nyonya. Saya tidak tahu dimana dan kemana Jenderal Han."

Helaan nafas keluar begitu saja dari mulut Baihee.

Mengapa jadi seperti ini? Mengapa suaminya hilang tanpa kabar? Apakah telah terjadi sesuatu? Ya, pasti telah terjadi sesuatu, tapi apakah itu? Baihee sungguh tak dapat berpikir.

Baihee pun aneh, bukankah Pangeran Mahkota di kabarkan meninggal terbunuh disini? lantas mengapa pihak istana tidak menjaga desa ini? Menjaga dalam artian Baihee adalah seperti garis kuning kepolisian, di dunia modern nya dulu. Dan menempatkan beberapa pengawalan agar tak ada seorang pun yang dapat merusak kemungkinannya barang bukti.

Sebenarnya apa yang terjadi di desa Lioth ini?

Selang tiga puluh menit, Chen dan Jun akhirnya kembali. Melihat ekspresi keduanya, Baihee sudah merasa tak enak hati.

Tiba di depan Baihee, Chen dan Jun menunduk hormat singkat. "Seluruh rumah yang kami periksa, tak ada seorangpun di dalamnya. Dipan mereka pun tampak berdebu seperti telah lama tak ditiduri penghuninya. Begitupun dengan dapur mereka."

Chen menerangkan mewakilkan pengamatan Jun yang hasilnya pun sama.

Baihee semakin dilanda kebingungan. "Aneh. Kalian lihat seluruh tanaman di depan masing-masing rumah. Itu tidak melayu seolah ada yang merawatnya. Tapi di dalam rumahnya justru berdebu? Lantas, bagaimana tanaman itu bisa tetap tumbuh sehat tanpa hama, gulma, dan pengerat?"


To Be Continued

***

Ada yang bisa nebak alurnya disini? >_<

Journey of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang