Part 92 - Ken

2.8K 174 8
                                    

Ica baru saja tiba di depan ruangan Ken setelah melewati anak tangga yang cukup banyak. Dari loby hingga lantai 4. Nafasnya beradu dengan detak jantungnya yang berdetak cepat karena berlari saat menuju ke ruangan ini.

Perlahan tangan kanan Ica menyentuh knop pintu dan membukanya. Sedikit menyesal tidak sempat menanyakan keadaan Ken ketika di telepon tadi, rasa panik Ica lah penyebabnya sehingga saat ini Ica cukup gugup untuk masuk, lebih tepatnya ia takut untuk memikirkan apa yang terjadi pada Ken saat ini.

Ruangan bernuansa putih menyambut mata Ica ketika pintu mulai terbuka. Ica mematung di tempatnya begitu pintu terbuka cukup besar.

"Ica." Panggilan Anya membuat Ica kembali sadar ke alam nyata. Ica berjalan perlahan ke arah tempat tidur di sudut ruangan tepat di samping jendela setelah menutup kembali pintu ruangan.

Kakinya berhenti tepat di samping tempat tidur, menatap laki-laki yang tersenyum padanya dengan baju pasien berwarna biru muda, perban dan plester menempel di kening sebelah kanannya.

"Hei Ca?" Ken melambaikan tangan di depan wajah Ica, "Ca--"

Ica langsung memeluk leher Ken, sempat membuat Ken terkejut lalu tersenyum kecil saat merasakan tubuh Ica bergetar. Ken mengarahkan tangannya mengusap lembut punggung Ica, namun bukannya tenang justru tangisan Ica semakin keras membuat Ken salah tingkah sendiri.

Anya hanya bisa tersenyum melihat anaknya panik sendiri menenangkan gadis yang berstatus pacarnya ini.

"Eh Ca, udah dong, gue kan ngga apa."

Tiba-tiba pintu ruangan kembali terbuka.

"Eh Co," panggil Ken, "tolongin ini."

Ico terlihat bernafas lega lalu menutup kembali pintu ruangan dan mendekati Ica yang masih belum melepaskan pelukannya serta meredakan tangisannya.

Dengan lembut Ico mengusap rambut Ica, "udah Ca, lo liat sendiri kan Ken masih bisa ngomong sama lo?"

Ica melepaskan pelukannya dari Ken, "gue panik banget tau!" Ica masih sesenggukan di samping Ico.

Ken meraih tangan kanan Ica lalu tersenyum kecil, "iya, maaf ya udah buat lo khawatir kayak gini."

Ica mengusap kasar air matanya, "kenapa lo minta maaf sih, lo ngga salah tau!"

"Iya iya," Ken terkekeh, "udah jangan nangis lagi, nanti cantiknya berkurang."

"Ih rese!"

Ken kembali terkekeh lalu menatap Anya, "memangnya tadi Mama bilang apa sama Ica?"

Anya tertawa pelan, "pas Mama bilang kamu kecelakaan, Ica langsung tanya rumah sakit mana, habis Mama kasih tau malah ditutup telponnya, padahal Mama mau bilang kalau luka Ken ngga terlalu parah biar Ica ngga panik."

Wajah Ica memerah malu karena ulahnya sendiri, "maaf tante, Ica udah keburu panik duluan."

"Iya ngga apa," Anya tersenyum, "itu tandanya Ica sayang banget sama Ken."

Ken menatap Ica dengan senyum sumringah, "seneng deh, makasih ya sayang." Tangan Ken masih menggenggam tangan Ica.

Wajah Ica merona karena ucapan Ken barusan.

"Yasudah Mama keluar dulu ya." Anya berjalan ke arah pintu dan pergi meninggalkan ruangan anaknya.

Ico duduk di kursi di seberang tempatnya berdiri tadi, "keadaan lo gimana Ken?"

Ken menarik lembut Ica agar duduk di sampingnya, di tepi tempat tidur lalu menatap Ico, "ngga terlalu parah kok, cuma kening sama beberapa memar aja di lengan dan kaki, yang dikening juga ngga terlalu parah lukanya. Ngga ada patah tulang atau yang serius lainnya."

My Dearest EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang