Ica berjalan ke dalam kantin dan menemukan Windy sedang duduk berdua dengan seorang siswi. Ica segera mendekat dan duduk dihadapan Windy.
"Lagi pada ngapain?" Ica menatap heran gadis di samping Windy. Kulitnya kuning langsat, rambut hitam dikuncir ekor kuda tinggi dan kaca mata persegi bertengger dihidungnya.
"Ini Gina anak kelas sebelah." Sahut Windy.
"Sebelah mana? Sebelah pancoran? Sebelah kuburan?"
Windy berdesis sebal, "sebelah kelas kita maksudnya master!" lanjutnya dengan nada gemas.
"Oh--" Ica menganggukan kepalanya sekilas, "tapi tadi gue nanya lagi ngapain bukan dia siapa kayaknya."
"Kan gue kenalin dulu lho." Windy semakin gemas.
"Kalian kenapa jadi berdebat karena gue gini sih?" Gadis bernama Gina itu menatap heran Windy dan Ica sambil membenarkan letak kacamatanya, "mending beli dagangan gue deh ini."
"Lo jualan di sekolah?"
Gina mengangguk, "cuma iseng, biasanya online kok tapi karena kita satu sekolah jadi bisa ketemu langsung kan kayak gini."
Ica mengangguk paham lalu menatap Windy, "lo lagi belanja?"
Windy menggeleng, "gue lagi duduk manis di sini tau-tau dia dateng nawarin dagangannya."
"Emang lo jualan apaan?" Tanya Ica pada Gina.
Gina menggeser sebuah katalog yang sejak tadi berada didekatnya. "Hampir semua gue jual kok, liat-liat aja."
"Masa?" Ica menatap Gina dengan satu alis terangkat. Gina mengangguk dan memamerkan sederet gigi putihnya.
"Kalo gitu gue pesen rumah tiga lantai, tujuh kamar tidur dengan kamar mandi di dalam dan dua di luar, ada ruang gymnya lalu kolam renang seluas 1 hektar jangan lupa halaman yang luas juga deh biar bisa tanam bunga atau tumbuhan, garasi yang muat parkir 10 mobil, gerbang pagarnya harus setinggi 5 meter, ada kan?" Cerocos Ica membuat Windy dan Gina melongo menatapnya.
"Kok malah bengong? Ada gak?"
"Ish, mana ada lah!" Gina memasang wajah sebalnya, "lo cari aja sono di tukang jualan rumah."
"Lha lo bilang tadi apa aja ada."
"Gue bilang hampir woy bukan apa aja ada! Gue cium, cakep ntar lo!"
Windy terkekeh, "eits jangan ngamuk-ngamuk dong Gin, pembeli adalah raja lho, kan Master gue cuma nanya."
"Serah lo pada lah," Gina menyerah berdebat lebih jauh, "jadi mau beli kagak nih? Gue sibuk tau!"
"Kalo lo sibuk ngapain tadi nyamperin gue coba?"
Gina memicingkan matanya sambil memanyunkan bibirnya, "emang lagi apes bener gue hari ini ya gusti!" Gina berdiri dari kursinya lalu meletakan secarik kartu nama dihadapan Windy, "kalo butuh apa-apa tuh kartu nama gue, lo bisa follow Ig gue atau add line gue."
Gina langsung berjalan pergi meninggalkan Ica dan Windy.
"Tuh anak aneh." Komentar Ica setelah Gina pergi.
"Gue juga baru liat dia sih, katanya emang baru pindah ke sini akhir bulan kemarin."
Ica mengangguk paham, "pantesan gue ngga tau dia. Jangan-jangan dia pindah ke sini karena lapaknya ngga laku di sekolah lamanya?"
Windy menatap datar masternya, "kayaknya ngga gitu juga deh."
"Siapa tau? Tapi tadi gue lupa nanya apa dia ada jual ducati ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance