Ica melipat kedua tangannya diatas meja lalu menenggelamkan wajahnya diantara kedua lengannya. Sudah hampir seminggu mereka mendapat pelatihan yang cukup berat. Badan dan otak Ica terasa remuk. Ditambah lagi musuhnya, Ken, yang masih belum bertobat mengganggunya.
"Jangan menyesal, lo yang buat kita terjebak di agensi ini jadi terima aja." Ucap Ken berbisik disampingnya.
Ica mengangkat sedikit kepalanya dan berdesis kesal, "gue tau gue paham, lo ngga perlu menjelaskan lagi!" Ica kembali menenggelamkan kepalanya diantara lengannya.
Kesialan Ica ditambah dengan dirinya kini harus duduk sebangku dengan Ken. Kemarin wali kelasnya kembali mengatur tempat duduk siswanya menjadi berpasangan. Beruntungnya Windy berpasangan dengan Daffa, sialnya Ica berpasangan dengan Ken.
Selama pelatihan, mereka juga harus mempersiapkan ujian semester yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi.
"Misi kalian akan dilaksanakan usai ujian semester." Ucap Edward.
"Jadi selama liburan kami akan ditugaskan?" Tanya Daffa.
Edward mengangguk.
Liburan berharga gue. Batin Ica frustasi. Sejenak ia sedikit menyesal bergabung namun penyesalan sudah terlambat. Jeff terlihat lebih bersemangat dari yang lain, ia ditugaskan sebagai analisis tim karena kemampuan ITnya yang ia dapat dari Mamanya.
"Hari ini kalian bisa menentukan kode nama kalian, saya sudah akan mempersiapkan ID kalian agar terdaftar sebagai anggota resmi agensi ini."
"Dan Ica," Edward menatap Ica, "kamu lah yang akan menjadi pemimpin tim ini, saya percaya kamu bisa karena pengalamanmu menjadi pemimpin organisasi di sekolahmu, ku dengar kepemimpinanmu sangat bagus."
"Ya anda benar." Sela Daffa.
"Sangat benar." Timpal Ico.
Edward tersenyum. "Dan Ken sebagai wakilnya, aku tahu kalian kurang akur, jadi kuharap lewat misi ini kalian bisa bekerja sama. Karena orang yang paling mengenalmu sesungguhnya adalah rivalmu."
Edward tertawa kecil melihat wajah bingung Ica, "aku percaya pada kalian. Selama ini aku sudah banyak mendapat info keseharian kalian di sekolah, jadi sudah cukup untuk tahu siapa kalian."
.
."Bagaimana latihannya?" Tanya Andrew yang kebetulan mampir ke ruang rahasia Omnya dan duduk di samping Ica.
"Lancar dan berat." Jawab Ica menyandarkan kepalanya ke sofa.
Andrew terkekeh, "gue paham rasanya."
"Apa lo ngga ikut bergabung?" Tanya Ica mengingat Andrew adalah keponakan bos besar agensi ini.
"Gue udah masuk dalam timnya Edward sejak awal SMA."
Ica mengangguk, "jadi lo udah banyak berlatih juga, lalu kenapa lo ngga melawan saat ditawan waktu itu?" Tanya Ica lagi mengingat bagaimana kejadian pembajakan Bank.
"Gue hanya mencari celah, beruntung lo datang membantu."
Ica tersenyum kecil, merasa tidak sia-sia perbuatan nekatnya saat itu. "kayaknya gue ngga jadi menyesal masuk agensi ini." Ucap Ica membuat Andrew menatapnya bingung.
"Kalau gue ngga datang, mungkin gue melewatkan sebuah perbuatan baik."
Andrew terkekeh mengerti maksud ucapan Ica, "bukan hal sia-sia lo masuk sini meski harus membayar cukup mahal, maksud gue resikonya."
Ica mengangguk setuju.
Obrolan mereka terhenti saat Ken dan yang lain datang. Usai pelatihan tadi, mereka keluar sebentar tanpa Ica, Ica yang menolak ikut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance