Daffa menjalankan mobilnya dari markas agensi rahasia. Bersama Windy, sepulang sekolah tadi Thomas memanggil mereka untuk melaksanakan sebuah misi kecil.
"Saya sengaja memanggil kalian berdua untuk melatih kalian lebih lagi dalam bekerja sebagai mata-mata, apa kalian bersedia?" Tanya Thomas.
Windy mengangguk semangat, "bersedia!"
Kini keduanya sedang dalam perjalanan menuju lokasi.
"Gue harap lo ngga bakal merepotkan gue." Ucap Daffa sarkastik membuat Windy meliriknya kesal.
"Lo jadi cowo sadis banget, sumpah, ngga ada manis-manisnya kayak iklan air mineral!" Windy melipat kedua tangannya didepan dada lalu menatap keluar jendela.
"Gue cuma memperingatkan lo bukan nyiksa lo," Sahut Daffa tak terima dikatakan sebagai cowo sadis.
"Ish, sama aja, cara ngomong lo jahat banget, kenapa juga gue harus pernah suka sama orang sadis kayak lo ya." Ujar Windy masih kesal.
"Yang nyuruh lo suka sama gue siapa?"
Windy melirik sejenak Daffa lalu kembali membuang pandangannya keluar jendela.
Mobil Daffa berhenti tak jauh dari sebuah bangunan. Tulisan diatas gedung dengan jelas mengatakan bahwa bangunan dihadapan mereka ini sebuah hotel.
"Ngga heran deh ini tempatnya, cocok banget." Windy menyiapkan perlengkapannya.
"Seperti kata Mr. Thom, misi kali ini mengungkapkan perdagangan wanita dan prostitusi, pemilik hotel ini selalu lolos dari pemeriksaan, maka kali ini kita harus membukanya."
"Oke." Jawab singkat Windy lalu membuka kemejanya. Windy hanya memakai tanktop hitam yang membuat lekuk tubuhnya terlihat jelas serta sebuah celana jeans yang hanya menutupi setengah paha putihnya.
Daffa membuang pandangannya ke arah lain.
Sebuah pisau kecil disimpannya di balik celana pendeknya. Windy mengatur letak earpiecenya lalu menutupnya dengan rambut panjang sepunggungnya yang sengaja digerai.
Tidak lupa make up seperlunya karena kali ini dirinya akan menjadi umpan.
"Kayaknya ini yang master rasain waktu kasus di klub malam itu." Windy memegang dada sebelah kirinya, terlihat raut wajahnya yang cemas.
"Kalau lo ngga mau, kita bisa cari cara lain," ucap Daffa.
"Ngga, mengatur ulang rencana akan memakan waktu lagi. Walau lo menyebalkan tapi gue yakin lo pasti bakal selamatin gue." Windy tersenyum manis membuat Daffa sedikit salah tingkah. Tiba-tiba ada perasaan aneh yang dirasakannya.
Bisa Daffa lihat, gadis disampingnya sudah sangat berubah lebih dewasa dibanding dulu ketika gadis ini memaksakan perasaannya pada dirinya bahkan mengejar-ngejarnya.
Windy berhenti mengejar Daffa saat Daffa akhirnya merasa kesabarannya habis menghadapi Windy dan melontarkan kalimat kasar pada gadis itu.
"Hoy Fa!"
Daffa tersadar dari lamunannya lalu menatap Windy.
"Udah mau mulai misi malah bengong!" Cibir Windy yang langsung meninggalkan mobil Daffa.
Windy berjalan sendirian ke resepsionis hotel. "Bisa bertemu dengan Tuan Reyga?" Tanya Windy menyebutkan nama pemilik hotel seperti info yang Thomas berikan.
"Apa sudah ada janji?"
"Ya, saya sudah ada janji dengannya." Thomas memang sudah mengatur semuanya agar Windy bisa bertemu langsung dengan pemilik hotel tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance