Part 29 - Kambuh

4.2K 246 7
                                    

Ken mondar mandir di dalam kamarnya, memikirkan ucapan Ica sore tadi. Ica mengucapkan terima kasih padanya karena menolongnya saat misi yang terakhir, itu artinya Ica memang sudah tahu dan kemungkinan itu juga penyebab sikap Ica yang berubah belakangan.

Meski Ken akui sikapnya juga banyak berubah pada Ica. Jika biasanya ia sangat suka membuat musuhnya itu kesal namun sekarang ia seperti ingin melindungi Ica sejak Ica hampir saja tewas tenggelam di tengah laut.

Ken mengacak rambutnya frustasi. Selama ini ia selalu menahan untuk bersikap biasa aja pada Ica. Karena bukan hanya Ica, dirinya juga merasa aneh jika mengingat apa yang dilakukan untuk membuat Ica kembali sadar waktu itu. Mungkin itu hanya pertolongan pertama namun itu adalah kedua kalinya bibir mereka saling bersentuhan.

"Ngga ngga, itu normal, gue kan cuma nolong dia karena dia sempet kritis!"

Jika dipikir lagi, sikap manis Ken beberapa hari lalu juga seperti diluar kesadarannya, ia yakin itu juga yang menganggu Ica. Tujuannya hanya ingin memastikan bahwa gadis itu memang baik-baik saja namun sikap manisnya justru membuat dirinya malu sendiri.

"Ahh gue kenapa sih belakangan jadi aneh gini?!! Apa gue butuh ke pskiater?? Ahh ngga ngga!! Gue ngga gila!"

Ken membanting tubuhnya ke kasur dan membuka ponselnya. Tidak ada satu pesanpun yang masuk. Grup chat mereka juga sepi. Ken berusaha menutup matanya namun bayangan Ica kembali muncul membuatnya buru-buru bangun dari tempat tidurnya.

"Gue butuh mandi!" Ken menyambar handuknya lalu masuk ke kamar mandi.
.
.

"Windy sama Daffa udah jadian Ca?" Tanya Ico yang berbaring di kasur saudari kembarnya.

Ica mengangkat bahunya sekilas sambil merapikan rak bukunya, "Daffa kalo ditanya suka ngga jelas, mana gue tau."

"Lo ngga tanya sama Windy?"

"Udah."

"Lalu?"

Ica menatap kakak kembarnya dari tempatnya berdiri, "gue pingin jorokin tuh anak ke sumur, gue nanya malah nyengir ngga jelas kayak orang ketempelan."

Ico terkekeh melihat ekspresi kesal adik kembarnya, "tapi yah baguslah kalau mereka udah baikan, kalo ingat waktu Daffa marah besar sama dia, gue kasihan liat Windy."

"Windy tuh cuma ngga tau aja waktu itu cara yang benar membuat cowo suka sama dia."

Ico mengangguk setuju membenarkan ucapan Ica.
.
.

Jam istirahat sekolah, Ica duduk sendirian di kantin. Ico sedang ada tugas di kelas bersama Daffi sedangkan Windy diminta penjaga perpustakaan untuk membantunya bersama Daffa menyusun beberapa buku baru. Seharusnya Ica yang menemani Windy namun Ica melemparkannya pada Daffa.

Ica nampak lesu sambil mengaduk gelas berisi es teh miliknya. Rasanya bosan, sedikit menyesal menolak menemani Windy, tapi Windy pasti seneng karena Daffa yang menggantikan Ica.

"Boleh gabung?"

Ica menoleh dan menatap Carlos yang berdiri di samping meja sambil memegang piring dan gelas berisi jus jeruk.

"Duduk aja Car." Ica bergeser sedikit.

Dengan senang hati Carlos duduk di samping Ica dan menaruh piring serta gelasnya di meja.

"Lo ngga makan Ca?"

Ica hanya menggeleng lalu menyeruput es tehnya.

"Lesu banget, pertandingan seminggu lagi, harus jaga semangat dong."

Ica tersenyum sekilas lalu melihat piring didepan Carlos.

"Lo siang-siang makan nasi goreng?"

Carlos tersenyum dan mengangguk, "gue doyan."

My Dearest EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang