Sudah tiga hari Ica mendiami Ken, dan Ken belum ada kesempatan mengatakan maaf pada Ica karena Daffa terus saja mengikuti Ica.
Windy sedikit kesal dengan ulah Daffa yang sengaja menjauhkan Ica dari Ken selama tiga hari ini.
"Lo ngga kasian sama Ken?!" Tanya Windy setelah berhasil menjauhkan Daffa dari Ica, sedangkan Ica sedang asik di kantin bersama Ico dan Daffi.
"Kenapa harus kasian? Apa kemarin dia ada kasian sama Ica yang terus-terusan murung? malah waktu di Vila Ken menyalahkan Ica yang kayak gitu."
"Iya gue tau, tapi masalahnya––"
"Udahlah Win, untuk sekarang ini gue ngga mau buat Ica sakit hati lagi."
"Gue tau lo sayang sama Ica Fa, sayang banget, tapi bukan gini caranya! Lo ngga akan bisa mengobati Ica kalau menjauhkan Ica dari obatnya yang sesungguhnya!"
Daffa menatap Windy bingung, "apa maksud lo?"
"Lo tau kan Ica itu sayang banget sama Ken? Yang Ica butuhkan sekarang itu adalah kembali dekat dengan Ken! Kita ngga bisa menjamin Ica ngga akan sakit lagi nantinya tapi biar itu mereka yang selesaikan Fa! Ica bukan lagi anak kecil yang harus lo jaga seharian supaya ngga jatuh dan terluka! Dia bisa mengatasi masalahnya sendiri."
Windy menghela nafasnya pelan, "dan yang lo lakuin sekarang sama aja membawa Ica kabur dari masalahnya, kalau lo sayang sama Ica, lo harus izinkan Ica menghadapi masalahnya sendiri bukan menjauhkannya." Windy membalikan badannya dan pergi menemui Ica dan yang lain kembali.
Daffa terdiam di tempatnya, perlahan dirinya membenarkan apa yang Windy katakan padanya. Daffa tersenyum tipis lalu menyusul Windy yang sudah masuk ke dalam kantin.
.
.Thomas menatap kedua agen dihadapannya. Menarik senyum tipis dan mulai berbicara.
"Selamat datang kembali agen Dove dan agen Eagle, sudah lama tidak bertemu."
Ica dan Ken yang berdiri berseblahan tersenyum kaku.
Pulang sekolah tadi Ica mendapat kabar untuk segera ke markas, begitu pula dengan Ken, dan Ico langsung mengantarkan Ica untuk menemui Thomas namun setelah mengantar, Ico langsung berpamitan pulang. Satu menit setelah Ica masuk ke ruangan Thomas, Ken baru saja tiba. Suasana canggung seketika menyelimuti keduanya.
"Saya yakin kalian sudah tahu kenapa dipanggil ke sini."
Ica dan Ken mengangguk.
"Ada misi penting yang harus kalian kerjakan, saya tahu kalian sedang dalam masalah saat ini namun sejak awal karena kalian sudah terpilih sebagai partner di luar misi tim maka saya yakin kalian bisa bekerja dengan profesional tanpa mencampuri urusan pribadi."
Keduanya kembali mengangguk.
Thomas segera menjelaskan misi yang harus mereka lakukan. Setelah menjelaskan, Ica dan Ken masuk ke ruangan masing-masing untuk berganti pakaian. Markas sedang sepi, tidak terlihat keberadaan tim Alpha, Ica menduga tim Alpha sedang dalam misi besar.
Ken mengendarai mobil yang biasa dipakai dalam misi. Di sampingnya, Ica, sedang sibuk mempersiapkan senjata. Ken ingin mengajak Ica bicara namun ia yakin Ica tidak mau karena mereka sedang dalam misi saat ini.
Saat sampai tujuan, Ica segera mengatur formasi dengan ekspresi seperti biasa ketika mereka menjalankan misi.
"Lo denger gue kan Eagle?" Tanya Ica sedikit mengagetkan Ken yang tanpa sadar sedang melamun.
"Oh iya maaf."
Ica mendesah pelan, "tolong fokus agen Eagle."
Ken mengangguk kaku kembali konsentrasi mendengarkan Ica.
Keduanya turun dari mobil setelah mengatur strategi.
"Fokuslah," Ucap Ica membuat Ken menatap Ica yang berdiri di sampingnya, "lo boleh bicara sama gue kalau misi ini selesai."
Ken tersenyum samar lalu mengikuti langkah Ica yang sudah berjalan lebih dulu.
Untuk beberapa saat keduanya bisa mengalihkan pikiran mereka pada misi. Beberapa kali tembakan Ica lepaskan saat bertemu dengan musuh.
"Kita berpencar," ucap Ica lewat alat komunikasinya, Ken sedikit ragu namun tetap mengangguk.
Ica mengisi ulang peluru di tempat persembunyian lalu kembali menyerang. Hingga dirinya tiba di tempat bos para penjahat ini. Di samping pria yang dipanggil bos itu terikat seorang gadis berusia 12 tahun yang harus Ica selamatkan. Gadis itu merupakan anak seorang pengusaha kaya kenalan Thomas yang sengaja diculik untuk memeras orang tuanya.
"Cukup berani juga gadis muda sepertimu masuk ke sini."
"Jangan banyak bicara, lebih baik lepaskan saja dia."
Pria itu tertawa keras, "kau sedang ingin membuat humor? Akan aku lepaskan jika kau berhasil melumpuhkanku," tantangnya.
"Justru itu yang akan aku lakukan." Ica tersenyum miring dan mengeluarkan pistolnya begitu pula pria tersebut.
Keduanya saling menembak dan sama-sama dapat menghindar. Tidak hanya beradu senjata, keduanya juga beradu fisik ketika berada dalam jarak dekat membuat pistol mereka terlempar ke dua sisi bersamaan.
Perkelahian tetap terjadi, beberapa kali pria itu mendapatkan tinjuan di bagian pipi, dagu dan perutnya sedangkan Ica harus rela bibirnya sobek dan mengeluarkan darah segar serta nyeri di bagian ulu hatinya.
Keduanya saling menjaga jarak beberapa meter dan berlutut di tempat masing-masing, mengatur nafas mereka.
Ken baru saja tiba setelah menghabisi semua anak buah pria itu. Terlihat Ken tidak sama baiknya dengan Ica. Beberapa memar terlihat di wajah Ken.
Ica melirik pistolnya yang berada tak jauh darinya, dengan cepat Ica berguling dan mengambil pistolnya lalu menodongkannya pada pria tersebut. Ica sedikit terkejut karena pria itu melakukan hal yang sama dengannya.
"Seru sekali," pria itu tersenyum miring, "bagaimana kalau langsung kita selesaikan saja saat ini? Agar tahu siapa yang lebih cepat."
Ica tersenyum kecil karena sudut bibirnya yang masih mengalirkan darah terasa perih, "ide yang bagus."
Ken merasa ini hal yang tidak baik, melihat mereka akan saling membunuh.
Ica bersiap menarik pelatuknya begitupula pria dihadapannya.
"Apa kau punya kalimat terakhir gadis muda?"
"Harusnya aku yang bertanya demikian."
Pria itu terkekeh, "aku suka pada kepercayaan dirimu itu."
Ica kembali tersenyum kecil, "aku anggap itu sebuah pujian."
"Dove!"
Ica melirik sekilas pada Ken lalu kembali fokus.
"Sepertinya ada yang tidak rela kau pergi gadis kecil." Sindir pria itu.
"Diamlah pak tua dan fokuslah." Nada bicara Ica terdengar dingin.
Pria itu justru terkekeh kecil, "tenanglah anak muda," pria itu menatap Ken, "kau bisa bertemu kembali dengannya di surga nanti."
Ken menggeram kesal dan akan mengeluarkan pistolnya namun Ica melarangnya.
"Kau terlalu banyak bicara pak tua." Ica terlihat semakin serius.
"Baiklah kita mulai saja sekarang." Pria itu kembali menampilkan wajah seriusnya.
Perasaan cemas mulai semakin meliputi Ken, posisi Ica sedang tidak baik.
Ica segera melepaskan tembakannya begitu pula pria itu. Peluru Ica berhasil melumpuhkan pria itu namun sebelum Ica terkena tembakan balasan, Ken sudah lebih dulu memeluknya dan menggunakan dirinya sebagai tameng Ica.
Ica membulatkan matanya saat sadar dengan apa yang Ken lakukan padanya.
Ken memeluk erat Ica membuat mata Ica memanas.
Ken––
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance