Ica kembali ke ruangannya setelah jam makan siang habis, begitupula Eric.
Alex masih berada di ruangan, Ica tidak tahu apakah Alex sempat keluar makan siang atau belum dan Ica tidak berniat bertanya karena sejak tadi tatapan pria itu terlihat dingin meski sedang menatap berkas yang sedang ia kerjakan.
Kasian kali tuh kertas grogi entar ditatap kayak gitu. Batin Ica rada nyeleneh.
"Lo baru selesai makan siang?"
Ica sedikit terlonjak kaget saat tiba-tiba Alex bertanya padanya.
"Y-Ya, lo sendiri ngga makan?" Akhirnya nanya deh gue.
"Sudah." Jawabnya singkat tanpa menatap Ica.
Ica tidak peduli dan langsung berkutat dengan komputernya.
Satu jam kemudian, Alex berjalan meninggalkan ruangan tanpa pamit, Ica sampai bingung namun kembali mengerjakan pekerjaannya.
Beberapa menit setelah Alex pergi, telepon kabel di dekat Ica berdering.
"Ha--"
"Bawa map merah di meja gue ke loby sekarang."
Tuuuttt--
Ica menatap horor telepon ditangannya, ingin rasanya ia patahkan jika saja tidak ingat bahwa itu perangkat milik kantor.
Ica menggeser kursinya ke belakang lalu berjalan ke meja Alex, mengambil map yang diminta pria itu dan meninggalkan ruangan menuju loby kantor.
Setelah mengantarkan map tersebut, Ica berjalan kembali ke ruangannya, namun di tengah jalan, Ica melihat Eric sedang berjalan membelakanginya ke arah gudang kantor.
"Ini kan bukan daerah divisi pemasaran? Ngapain tuh orang?" Gumam Ica.
"Ikutin Ca." Ken tiba-tiba bersuara.
"Yup."
Ica melangkah perlahan mengikuti Eric dalam jarak yang aman agar tidak tertangkap basah.
Eric berbelok berlawanan arah dari letak gudang dan berhenti tak jauh dari ruang pembangkit listrik kantor. Ica langsung bersembunyi di tempat dan jarak aman untuk memperhatikan Eric. Terlihat pria itu mengeluarkan ponsel pintarnya dan menempatkan di telinganya setelah mendial beberapa nomor.
"Bagaimana? Lancar?" Terdengar suara Eric setelah panggilannya dijawab.
"Bagus, besok jam makan siang kita bertemu, aku akan kirimkan alamatnya."
Sebelum Eric menutup panggilannya, Ica segera melepas sepatunya dan berjalan menjauh. Beruntung dirinya menemukan toilet, langsung saja Ica masuk ke sana dan memakai kembali sepatunya. Ica mengatur nafasnya sejenak.
"Bagaimana?" Tanya Ken.
"Gue ngga yakin, tapi sepertinya firasat gue kalau Eric memiliki kemiripan dengan Phyton."
"Benarkah?"
"Ini baru firasat gue Eagle."
"Baiklah Dove," Edward menimpali, "jadi apa rencanamu berikutnya?"
"Mungkin besok aku akan beritahu kalian, sekarang aku harus segera kembali ke ruangan." Jawab Ica.
"Oke."
.
.Esoknya, seperti kemarin, Ica masih datang menyamar ke kantor.
Pagi ini Alex sudah lebih dahulu sampai di ruangan. Penampilan Alex berbeda dari kemarin, meski tetap dingin namun wajah pucatnya sudah cukup berkurang. Pria itu terlihat lebih segar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Roman d'amour"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance