Ica sudah mendengar semuanya, cerita mengenai misi Windy dan Daffa. Di mana Daffa hampir membunuh target mereka karena menyelamatkan Windy. Awalnya Ica emosi namun melihat keadaan Windy yang lebih dari baik-baik saja karena selama di sekolah wajahnya lebih bersinar jadi Ica mengurungkan niat untuk menanyakan hal itu padanya.
Windy dan Daffa juga terlihat lebih dekat, Ica merasa bahwa hubungan keduanya lebih dari kata membaik. Bahkan saat Ica menanyakan kebenaran kedekatannya dengan Windy, Daffa tidak mengelak sama sekali.
"Jadi beneran lo udah deket sama Windy Fa?" Tanya Ica disela jam istirahat, di lapangan basket. Ica sengaja mengajak Daffa untuk menanyakan hal ini.
"Hm." Jawab Daffa sambil memutar-mutar bola basket ditangannya.
Ica memicingkan matanya menatap Daffa sambil berkacak pinggang, "lo beneran izinin dia deket lagi sama lo?"
"Iya Ica."
"Bukan karena lo kasihan atau merasa bersalah soal kejadian di misi kalian kan?"
Daffa berjalan mendekat lalu menyerahkan bola basket ditangannya pada Ica, "engga Ica." Jawab singkat Daffa lalu pergi meninggalkan lapangan basket.
Ica memanyunkan bibirnya, merasa tidak puas akan jawaban Daffa, "kebiasaan, kalo ditanya susah banget buat jawab."
Ica kembali ke kelas setelah menyimpan bola basket yang dipinjamnya, lima menit lagi bel masuk akan berbunyi. Ica tidak lagi memikirkan soal sepupunya dan sahabatnya karena dirinya juga punya masalah sendiri.
Sudah beberapa hari ini dirinya menghindari Ken, seperti ada kecanggungan jika bertemu dengan musuhnya ini sejak Ken mulai bersikap aneh padanya. Ken juga sudah hampir tidak pernah menjahili Ica atau membuat Ica naik darah.
Meskipun Ken mengganggu, Ica juga tidak bisa membalas seperti biasa, perasaannya kini selalu kacau jika berhadapan dengan Kenneth Adhitama.
Sepulang sekolah, seperti biasa Ica ada latihan basket. Hari ini tim basket putri akan berlatih dengan tim basket putra, biasanya mereka berlatih terpisah.
Ica sudah berganti pakaian dan bersiap menuju lapangan.
"Semangat ya Ca!" Ucap Carlos, kapten tim basket putra. Semua anak basket, kecuali Ica, tahu kalau Carlos selalu memperhatikan Ica dari jauh. Namun Carlos tidak berani lebih dekat karena Ica selalu dikelilingi oleh saudara dan sahabatnya serta musuhnya, Ken, maka hanya jika berada di lapangan yang sama, Carlos berani menegur sapa Ica.
"Iya Car, lo juga!" Sahut Ica dengan senyum membuat Carlos tersipu.
Ica berlari ke arah timnya, mata Carlos mengikuti Ica lalu ia juga bergabung dengan tim putra.
"Mungkin ini memang jalan takdirku... mengagumi tanpa dicintai... hooo uwoooo..."
"Setan!" Carlos memukul puncak kepala Leon, sahabatnya, dengan handuk kecil ditangannya hingga Leon tertawa geli.
"Lo sih terlalu takut buat nyatain, ntar diambil orang baru rasa lo!" Cibir Leon.
"Ya berarti bukan jodoh gue." Carlos mengangkat bahunya sekilas.
"Ah susah ngomong sama lo mah, gue jamin sampe ayam tumbuh jenggot lo ngga akan pernah jadian sama Ica, iris kuping tetangga gue deh!"
.
.Hampir satu jam berlatih, kedua tim diberi istirahat sejenak. Ica berjalan ke pinggir lapangan untuk mengambil botol minum yang tadi diberikan Ico sebelum pulang.
Carlos memberanikan diri menghampiri Ica ditempatnya.
"Ca." Sapa Carlos sedikit ragu.
Ica menoleh ke arah Carlos, "kenapa Car? Mau minum?" Ica mengangkat botol minumnya yang baru saja akan ia buka.
Carlos menggeleng sekilas, "boleh gue istirahat di sini? Bangku lain penuh."
Ica melihat ke sekitar pinggiran lapangan, dan benar saja bangku lain penuh karena yang memakai lapangan lebih rame dari biasanya.
"Duduk aja." Ucap Ica lalu meneguk air minumnya.
Carlos mengambil tempat duduk di samping Ica lalu ikut meminum air mineral dibotol yang dibawanya.
Suasananya jadi cukup awkward bagi Carlos namun tidak dengan Ica yang terlihat biasa saja. Carlos ingin membuka obrolan namun dirinya bingung harus membicarakan apa. Saat akan kembali memanggil Ica, pelatih masuk ke tengah lapangan untuk memulai latihan selanjutnya.
"Sabar ya bro." Leon merangkul pundak Carlos begitu Carlos kembali ke timnya.
"Lagian lo itu ganteng, body lo oke, fans lo banyak, kenapa lo malah ngejer Ica sih yang jelas ngga liat lo sama sekali? Heran gue."
Carlos mengangkat sekilas bahunya, "dia yang paling istimewa menurut gue." Lalu pergi untuk kembali latihan.
Usai latihan, Ica mengambil tasnya dan meninggalkan lapangan. Leon menyuruh Carlos untuk menawarkan tumpangan pulang namun terlambat karena sudah ada yang lebih dulu menjemput Ica.
Ica mematung ditempatnya saat melihat Ken sedang berdiri di luar lapangan sambil memainkan ponselnya dan tangan lainnya masuk ke dalam saku jaket hitamnya.
Tuh orang ngapain ke sini sih.
Ica berjalan perlahan mendekati Ken. Terlihat Ken belum sadar akan kehadirannya dan Ica memutuskan untuk melewati Ken namun tiba-tiba Ken menahan pergelangan tangan Ica.
"Lo mau ke mana?" Ken memasukan ponselnya ke saku jaket lalu menarik pelan Ica ke parkiran sekolah.
Ica hanya diam menurut tapi otak sama hatinya mulai perang. Pikirannya ingin Ica lari sekarang namun hatinya meminta untuk mengikuti Ken.
Ah sial nih otak sama hati ngga bisa kerjasama!
"Kenapa lo yang jemput gue?" Tanya Ica sebelum langkah mereka berhenti disamping mobil Ken.
"Ico bilang ngga bisa jemput, Daffa sama Daffi juga jadi gue disuruh jemput lo." Jawab Ken membukakan pintu untuk Ica.
"Tumben lo nurut jemput gue."
"Udah lo masuk aja, ngga usah bawel!"
Ica menatap kesal Ken lalu masuk ke dalam mobil.
Manis sih manis, tapi kalo udah kumat minta digaruk mukanya!
Ken menjalankan mobilnya meninggalkan gedung sekolah mereka menuju rumah Ica. Sepanjang perjalanan suasana hening dan terasa awkward bagi Ica.
"Lo kenapa belakangan jadi aneh?" Tanya Ken tiba-tiba membuat Ica cukup terkejut.
"A-Aneh apaan?"
Ken menepikan mobilnya, membuka seatbelt dan mengubah posisi duduknya menghadap Ica.
Ica tidak berani menatap Ken, ia terus saja melihat ke samping, keluar jendela.
"Ca, liat gue, gue lagi ajak lo ngomong."
Ica hanya diam saja membuat Ken semakin gemas.
"Ica."
"Apa?!" Ica menoleh menatap Ken, "apa yang aneh? Gue apa lo yang aneh hah?!"
Ken menatap heran Ica membalikan pertanyaannya.
"Lo yang aneh Ca, lo menghindar terus dari gue beberapa hari ini."
"Bukannya lo seneng kalo gue menjauh? Memangnya kapan kita jadi deket? Selama ini kan kita selalu perang? Kecuali saat ada misi atau acara OSIS!" Ica mencoba mengatur nafasnya.
"Bukan itu maksud gue, arrggh! Terserah!" Ken kembali menjalankan mobilnya menuju rumah Ica, tidak ada yang membuka suara selama perjalanan.
"Makasih."
"Ya." Sahut Ken tanpa menatap Ica.
"Makasih juga udah nolongin gue waktu misi itu."
Ken sedikit terkejut akan apa yang dikatakan Ica, sebelum Ken menjawab, Ica sudah turun dari mobil dan masuk ke dalan rumah.
Ken tersenyum kecil menatap rumah Ica lalu kembali menjalankan mobilnya.
***
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance