Part 38 - Tepat Waktu

3.5K 213 5
                                    

"Udah sekitar lima hari Master pergi, Ken juga sepertinya masih kesal." Windy melirik kursi Ken yang kosong, sudah dua hari ini Ken tidak masuk sekolah.

"Dia kesal karena misinya hilang atau tidak bisa menjadi partner Ica?" Tanya Daffa.

Windy mengangkat sekilas bahunya, "gue ngga yakin kalau karena ngga jadi partner master, secara mereka kan musuh bebuyutan."

Daffa terkekeh kecil lalu mengusap puncak kepala Windy lembut membuat Windy merona, "ngga ada peraturannya musuh ngga bisa jadi something lho sayang."

Wajah Windy semakin memerah mendengar panggilan Daffa padanya.

Daffa terkekeh gemas melihat perubahan wajah kekasihnya ini.
.
.

Pertarungan sengit terlihat di atap gedung tua. Beberapa kali Liam dan Ica harus menghindari tembakan dan serangan fisik yang diberikan pria-pria berjas hitam itu.

Senjata Liam dan Ica sudah terlempar entah kemana saat bertarung sehingga keduanya harus melakukan pertarungan fisik.

Jumlah pria-pria itu belum juga berkurang, sang bos asik menyaksikan pertarungan dihadapannya. Disampingnya, Dariel, terlihat sudah sadar dari beberapa detik lalu namun ia tidak dapat bicara karena mulutnya dibungkam.

Ica dan Liam mulai terlihat sangat kelelahan.

"Menyerah saja lah, kalian tidak akan bisa menghabisi anak buahku jika hanya berdua."

Ica tersenyum miring, "jangan bercanda pak tua."

Pria itu berdecih kesal, "jaga bicaramu anak kecil!"

Ica menangkis serangan yang tiba-tiba datang kembali ke arahnya, "baiklah aku mulai serius sekarang!"

Ica membanting pria yang tadi menyerangnya lalu menendang tepat di ulu hati pria didekatnya. Liam melihatnya semakin bersemangat dan kembali melumpuhkan beberapa pria lainnya.

"Awas Dove!"

Ica terkejut saat tiba-tiba Liam memeluknya bersamaan dengan sebuah tembakan yang mengenai lengan kanannya.

"Silver!" Ica segera melihat lengan Liam yang terkena peluru, terlihat darah segar mengalir disana. Liam meringis menahan sakit.

"Tenanglah, hanya terserempet peluru." Liam berusaha tersenyum kecil.

"Bodoh! Tenang apanya! Pikirkan dirimu juga!" Pekik Ica membuat Liam kembali meringis, Ica menutup dengan cepat luka Liam dengan saputangannya yang entah sejak kapan berada di saku celananya, "dan terima kasih sudah menolongku." Ica beranjak meninggalkan Liam lalu kembali bertarung.

Liam tersenyum kecil dan melanjutkan pertarungannya.

Sudah hampir semua pria dihabisi oleh Ica dan Liam.

"Kalian hebat juga." Puji si bos dengan smirknya.

"Lepaskan Dariel!" Sergah Ica.

"Aku repot-repot membawanya ke sini untuk membunuhnya nona kecil, bukan melepaskannya begitu saja."

Emosi Ica kembali terpancing, "kalau begitu aku akan menghabisimu lebih dulu!"

Liam melumpuhkan sisa anak buah dan Ica menyerang bosnya.

Ica tersungkur karena sebuah pukulan tepat mengenai ulu hatinya.

"Dove!" Liam akan menghampiri Ica namun seorang pria hitam menghalanginya.

"Sial!" Ica berdesis kesal.

"Kau bukan tandinganku gadis muda," pria itu menampilkan senyum sombongnya.

My Dearest EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang