Windy meneguk ludahnya susah payah sambil menatap jarum suntik ditangan Emma. Windy bukan takut pada jarum suntiknya tapi pada cairan didalamnya.
Satu jam yang lalu, sebelum Carter berangkat ke London, Carter meminta Emma memberikan suntikan obat untuk mempercepat penyembuhan luka tembak di punggung Windy. Karena Carter yakin luka Windy cukup dalam dan akan memakan waktu lama untuk penyembuhannya sedangkan Windy masih harus bersekolah, namun efek obat ini yang membuat Windy takut.
"Tenang saja Windy, rasa sakitnya tidak akan lama kok."
"Kau yakin?" Windy memicingkan matanya menatap Emma, ia tidak bisa percaya saat ini pada wanita itu.
"Sejujurnya tidak."
Windy kembali meneguk ludahnya, tangannya memegang erat pergelangan tangan Daffa yang berdiri di sampingnya, sebenarnya Daffa juga tidak tega melihat Windy kesakitan nanti namun demi kesembuhan Windy.
Daffa memegang lengan Windy saat Emma akan menyuntikan obat padanya. Windy memejamkan matanya erat.
Tidak ada yang dirasakannya ketika Emma melepas kembali jarum suntiknya.
"Satu... dua...--" Emma bergumam.
"AAAKKKKKHHHHHH!!"
Daffa terlihat panik saat tiba-tiba Windy mencengkram tangannya kuat, rasa sakit yang sangat hebat menerjang punggung Windy. Sangat sakit bahkan Windy merasa seperti akan mati.
"Da--Daffaaa sakhiiiiitttttt!! Aacckkhhh!!"
"Em ini--"
"Tenang Fa, ini efek dari obatnya. Rasa sakitnya memang sangat hebat karena obat ini mempercepat penutupan luka lebih cepat dari obat biasa." Terang Emma.
"Berapa... berapa jam??" Tanya Windy menatap Emma di tengah isakannya karena menahan rasa sakit.
"Sekitar satu jam."
"Kau yakin?!! Aassshhhhh!!" Windy kembali memejamkan matanya.
"Sejujurnya tidak."
Daffa ingin marah sebenarnya melihat Emma seperti mempermainkan Windy padahal gadis itu sedang menghadapi rasa sakit yang luar biasa. Namun Daffa sadar Emma hanya mengalihkan rasa sakit Windy dengan membuat gadisnya ini kesal.
"Siaaalll!! Emmaaa aku seriuusss!!"
"Aku juga serius sayang." Emma tersenyum kecil.
Windy melihatnya cukup kesal namun ia tidak dapat berbuat apapun karena sakit dipunggungnya malah semakin bertambah.
"Tidak bisakah diberikan penenang?"
Emma menggeleng, "obat ini tidak akan bekerja jika aku memasukan cairan obat lain ke dalam tubuh Windy."
"Ada apa?!" Ico dan tim Delta lain segera ke kamar rawat Windy saat mendengar teriakan Windy.
"Emma memberikannya obat yang berefek menyakitkan."
Terlihat oleh tim Delta, Windy mendudukan diri dan memeluk pinggang Daffa, menyembunyikan wajahnya yang menahan sakit di dada Daffa. Daffa merasakan kaosnya sudah basah karena air mata Windy, dengan lembut Daffa mengusap rambut Windy.
"Lo tenang aja, gue bakal di sini nemenin lo sampe rasa sakitnya hilang."
Windy tidak merespon, yang terdengar hanya ringisan dan isakan dari bibir Windy.
"Apa sangat sakit?" Tanya Daffi.
"Menurut yang pernah mendapat obat ini rasa sakitnya seperti akan mati, tapi tenang saja Windy tidak akan mati karenanya." Ucap Emma yang kini berdiri di samping tim Delta.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance