"Ica, cepet turun nak!" Teriak sang Mama dari ruang makan memanggil anak bungsunya yang belum juga muncul dari kamarnya.
"Iya mama cantik, Ica udah turun ini!" Ica berlari kecil dan duduk di salah satu kursi di ruang makan. Hari ini hari pertama di semester baru sekolahnya.
Setelah sarapan, Ica dan Ico berpamitan berangkat ke sekolah.
"Hati-hati di jalan." Pesan sang Papa.
"Siap Papa ganteng!" Sahut Ica.
"Sip Pa!" Timpal Ico.
Keduanya berjalan ke garasi untuk mengambil mobil yang akan mereka gunakan.
Setengah jam sebelum bel masuk, Ico sudah memarkirkan mobilnya di halaman parkir sekolah.
"Lo ngga turun?" Tanya Ico melihat saudari kembarnya belum juga melakukan pergerakan dari tempat duduknya.
"Ca!" Pekik Ico karena Ica tidak menjawabnya.
Ica berjengit kaget lalu menatap kakak kembarnya, "apaan?"
Ico menaikan sebelah alisnya, menatap heran Ica, "lo bengong? Kita udah sampe di sekolah Angelica, ayo turun!"
"O-Oh i-iya."
Ico sedikit heran melihat gelagat Ica tak seperti biasa. Seperti orang yang akan menghadapi wawancara kerja pertamanya.
"Lo kenapa sih?" Tanya Ico setelah mensejajari langkah Ica menuju koridor sekolah mereka.
"Ngga apa." Jawab singkat Ica.
Jelas Ico tidak percaya akan jawaban Ica, keanehan adik kembarnya terlalu kentara. Di rumah tadi Ica terlihat semangat namun sesampainya di sekolah seperti orang gugup.
"Lo jujur aja deh ada apa? Keliatan banget Ca kalo lo kenapa-kenapa!"
"Gue ngga apa Ico!" Ica berlari meninggalkan Ico menuju kelasnya.
Kegugupan Ica bertambah saat akan masuk ke kelas. Perlahan Ica duduk di bangkunya. Kursi disebelahnya masih kosong, itu artinya musuh bebuyutannya belum muncul.
Satu persatu murid kelasnya masuk dan menempati tempat duduk masing-masing. Nafas Ica tertahan saat Ken masuk ke kelas. Cerita Emma masih terngiang dikepalanya tentang apa yang dilakukan musuhnya ini saat dirinya tenggelam di lautan.
Ken duduk di kursinya tanpa melihat ke arah Ica.
Sial! Kenapa jantung gue jadi ngga karuan gini!
"Pinjem pena lo." Sebuah tangan terulur dihadapan Ica membuatnya sedikit terkejut. Ica menoleh ke arah pemilik tangan tersebut. Ken.
"A-Apaan?"
Ken menatapnya datar, "gue bilang pinjem pena lo, pena gue ketinggalan." Ulang Ken akan permintaannya.
Ica mengangguk lalu membuka tempat pensilnya, mengeluarkan satu pena berwarna biru dari sana dan memberikannya pada Ken.
Ken sedikit heran karena tak biasanya Ica mematuhinya tanpa protes atau mengeluarkan ocehan padanya karena meminjam barang milik Ica.
Namun Ken hanya mengangkat bahu sekilas lalu mengantongi pena yang baru saja dipinjamnya untuk dipakai nanti saat jam pelajaran.
Dari jauh, Ico terus memperhatikan gelagat saudari kembarnya yang masih terlihat aneh. Tidak hanya Ico, Windypun demikian.
Jam istirahat, Ica sudah menghilang lebih dulu dari kelas.
"Co, Master gue salah obat ya?"
Ico menatap Windy dengan alis terangkat satu, "salah obat?"
Windy mengangguk, "tingkahnya aneh banget hari ini, mungkin master lagi sakit tapi salah minum obat?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy
Romance"Aku sudah sangat tidak menyukainya sejak kami masih memakai diapers!" -Angelica Wijaya- "Melihat wajah manisnya yang kesal karena ulahku, menjadi kesenangan sendiri untukku." -Kenneth Adhitama- -------------------------- Action - Romance